Tiny Habits: The Small Changes That Change Ever
BJ Fogg
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Michelle ingin membangun kebiasaan membaca buku. Dia sadar bahwa untuk bisa beradaptasi dengan perubahan zaman, dia harus terus meng-upgrade ilmu pengetahuan, wawasan, dan juga skill-nya. Dan, menurutnya, buku menjadi media yang paling penting untuk meng-upgrade semua itu.
Akan tetapi, seperti kebanyakan orang, dia tidak memiliki minat sama sekali dalam membaca. “Baca satu halaman aja dah ngantuk. Gimana mau punya kebiasaan membaca?” Begitu pikirnya.
Dia selalu bertanya-tanya kenapa membangun kebiasaan membaca sangat sulit. Padahal kalau dilihat, banyak orang di luar sana yang gemar sekali membaca buku, bahkan sampai seperti ensiklopedia berjalan.
Dia sangat ingin bisa seperti mereka. Tapi bagaimana caranya? Mungkinkah? Dia sangat ragu.
Tak di sangka, suatu hari dia menemukan Baring.Digital yang menyediakan ringkasan buku dari banyak penulis di seluruh dunia. Dia pun lalu bergabung menjadi member dan mencari ringkasan buku-buku tentang kebiasaan.
Dan, taraaaa…. Dia menemukan ringkasan buku “Tiny Habits: The Small Changes That Change Everything” karya BJ Fogg. Dia pun langsung membaca ringkasan buku tersebut, berharap menemukan insight berharga di dalamnya.
Nah berikut ini adalah kisah perjalanannya mencari insight di ringkasan buku tersebut. Selamat menyimak!
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Kita sering mendengar bahwa untuk mengubah kebiasaan jangan langsung sekaligus dengan aksi besar. Sebaliknya, membangun kebiasaan idealnya dilakukan dengan aksi-aksi kecil karena aksi kecil lebih mudah dilakukan.
Dan, secara sadar kita pun sangat setuju dengan pendekatan tersebut. Tetapi masalahnya, meskipun banyak orang yang setuju, tapi banyak juga yang tidak melakukannya. Salah satu sebabnya adalah karena bawah sadar mereka ragu bahwa aksi kecil bisa memberikan efek yang signifikan pada diri mereka.
Contoh, mendapatkan bentuk tubuh yang ideal dimulai dengan olahraga 1 menit per hari. Mungkin secara sadar kita merasa aksi tersebut akan membantu. Tetapi, kemungkinan besar bawah sadar kita akan bertanya-tanya, “Masa sih olahraga 1 menit per hari bikin berat badan turun? Kayanya percuma deh.”
Familiar?
Keraguan seperti itu adalah hal yang wajar karena kita belum paham bagaimana mekanisme aksi kecil bisa membuat perubahan yang besar.
Nah, buku ini memberikan penjelasan yang detail akan mekanisme tersebut. Lewat buku ini, si penulisnya menjelaskan bagaimana pendekatan tiny habit alias aksi-aksi kecil adalah pendekatan yang sesuai dengan cara kerja alami tubuh dan pikiran kita. Sehingga, dengan menerapkan pendekatan ini, mengubah dan membangun kebiasaan baru lebih mudah dilakukan.
Didasarkan pada riset dan pengalaman penulisnya selama bertahun-tahun dalam membantu banyak orang mengubah dan membentuk kebiasaan baru, buku ini sangat applicable alias sangat mudah diaplikasikan. Anda akan didampingi untuk melakukan langkah-langkah konkret dalam membangun kebiasaan dengan pendekatan tiny habit.
Ring 2 - Apa yang Membuat Pendekatan Tiny Habit Efektif?
Waktu
Banyak orang yang merasa tidak memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan semua tugas mereka, sehingga mereka merasa tidak mungkin meluangkan waktu untuk membangun kebiasaan baru.
Olahraga 30 menit? Membaca buku 1 jam? Ini akan memakan waktu dan membuat tugas-tugas penting tidak kunjung selesai. Begitu pikir mereka. Oleh karenanya, mereka terus menunda untuk membangun kebiasaan baru.
Apakah Anda juga sering merasakannya?
Nah, pendekatan tiny habit bisa digunakan untuk menyiasati kecenderungan tersebut. Tiny habit tidak akan memakan waktu. Hanya butuh waktu maksimal 30 detik. Dan, ini tidak akan mengganggu jadwal kita.
Apakah aksi kecil akan berdampak? Memang aksi-aksi kecil seperti ini tidak akan langsung berdampak pada diri kita. Akan tetapi, aksi-aksi kecil ini, ketika dilakukan secara rutin, maka lama-lama akan menjadi kebiasaan kecil. Ketika kebiasaan kecil ini berhasil terbentuk, maka keberhasilan itu akan membuat kita semakin termotivasi untuk menambah porsinya. Demikian seterusnya hingga akhirnya aksi kecil ini akan bertumbuh menjadi aksi yang besar, yang akan membawa efek perubahan yang besar pada diri kita.
Seperti yang disampaikan oleh si penulis buku ini, “Satu kesuksesan membawa kesuksesan selanjutnya.”
Bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun
Ya, sangat jelas bahwa aksi kecil bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Sehingga meskipun kita sedang sangat sibuk, kita tetap bisa melakukannya.
Bukan itu saja. Dengan fleksibilitas seperti ini, kita juga bisa menjaga konsistensi kita dalam membangun kebiasaan kecil tersebut. Sehingga, kebiasaan ini bisa lebih cepat terbangun. Semakin konsisten kita melakukannya, semakin mendarah daging dalam diri kita, maka semakin cepat aksi kecil tersebut menjadi kebiasaan.
Risiko dan tekanannya kecil
Kalau Anda belum terbiasa untuk mengangkat beban tapi kemudian Anda langsung mengangkat beban yang berat, tentu itu bisa membuat lengan Anda cedera. Betul?
Nah dengan aksi kecil, Anda meminimalisir risiko yang seperti itu. Semakin kecil risiko dan tekanan, maka semakin mudah untuk melakukannya dan tidak akan membuat kita jera.
Sebaliknya, semakin besar risikonya, maka sekali kita gagal kita akan jera dan tidak akan bersedia untuk mengulanginya lagi.
Bisa bertumbuh
Seperti yang tadi sudah dijelaskan, aksi kecil mungkin tidak akan memberikan efek. Tapi, dengan kita berhasil menjadikan aksi kecil menjadi kebiasaan, maka keberhasilan ini akan membuat kita semakin optimis dan termotivasi untuk menambah porsinya. Demikian seterusnya hingga pada akhirnya kebiasaan kecil bertumbuh menjadi kebiasaan besar yang memberikan dampak besar pada diri kita.
Tidak bergantung pada willpower dan motivasi
Willpower dan motivasi bisa timbul-tenggelam. Kadang willpower dan motivasi kita menggebu-gebu, tapi sering juga motivasi dan willpower kita berkurang drastis. Kalau kita mengandalkan willpower dan motivasi, maka tidak akan ada kebiasaan yang terbentuk. Karena, masa-masa turunnya willpower dan motivasi kita akan merusak konsistensi kita.
Nah dengan aksi kecil, kita tidak perlu menunggu willpower dan motivasi untuk mendorong kita melakukannya. Kita akan sangat bersedia melakukannya karena aksi ini sangat mudah dilakukan. Hampir-hampir mustahil aksi ini membebani diri kita.
Kalau ada teman Anda yang meminta Anda untuk menunjukkan judul buku yang sedang Anda baca, kemungkinan besar Anda akan secara otomatis menunjukkannya kepadanya. Right?
Meskipun Anda tidak punya motivasi untuk menunjukkannya, Anda tetap menunjukkannya. Betul? Ini tidak lain karena menunjukkan judul buku kepada teman Anda sangat mudah dilakukan. Tinggal dibalik saja sampulnya.
Berbeda halnya kalau teman Anda meminta Anda untuk meringkas isi buku tersebut untuknya. Kemungkinan besar Anda akan menolaknya. Karena, meringkas isi buku merupakan aktivitas yang berat. Tanpa adanya motivasi yang kuat, Anda tidak akan bersedia melakukannya.
Ring 3 - Apa Prinsip Menerapkan Tiny Habits untuk Mengubah dan Membangun Kebiasaan?
Menurut penulis buku ini, pada prinsipnya, kebiasaan terbangun dari 3 unsur. Yakni motivasi, kemampuan alias tingkat kemudahan, dan pemicu.
Rumus kebiasaan = motivasi + tingkat kemudahan + pemicu.
Motivasi
Motivasi berarti motivasi untuk melakukan sebuah aktivitas yang akan dijadikan kebiasaan. Semakin besar motivasi, maka semakin mungkin kita melakukan aktivitas yang akan kita jadikan kebiasaan.
Kemudahan
Semakin besar tingkat kemudahan, dalam arti semakin mudah aktivitas dilakukan, maka semakin besar kemauan kita untuk melakukannya.
Nah, di sinilah alasan kenapa tiny habit works. Tiny habit atau tiny action sangat mudah dilakukan sehingga hampir mustahil kita tidak mau melakukannya.
Pemicu
Pemicu berarti sesuatu yang memicu kita untuk melakukan aktivitas itu.
----------
Dalam buku ini, penulisnya mencontohkannya dengan seorang wanita yang memiliki kebiasaan scrolling media sosial berjam-jam. Setelah ditelusuri, ternyata kebiasaan itu terbentuk akibat 3 unsur berikut:
Motivasi
Ya, wanita tersebut memiliki motivasi yang besar untuk scrolling media sosial. Why? Karena memang pada dasarnya secara alami manusia memiliki kebutuhan untuk terhubung dengan yang lain. Scrolling media sosial bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
Tingkat kemudahan
Scrolling media sosial juga sangat mudah dilakukan. Gadget wanita tersebut processingnya cepat, koneksi internetnya juga cepat. Dia juga menyimpan aplikasi media sosial di gadgetnya.
So, tidak ada hambatan sama sekali baginya untuk membuka media sosial.
Pemicu
Scrolling media sosial menjadi kebiasaan wanita tersebut karena wanita itu memasang alarm di gadgetnya untuk membangunkannya setiap pagi.
Tanpa disadarinya, ini menjadi pemicu yang sempurna untuk membuka media sosial. Setiap kali alarmnya berbunyi di pagi hari, dia meraih gadget dan mematikannya, kemudian hal itu memunculkan dorongan untuk membuka media sosial.
---------
Kalau ada satu saja di antara 3 unsur tersebut yang tidak terpenuhi, maka kebiasaan tidak akan terbentuk atau kebiasaan lambat laun akan hilang akibat tidak dilakukan.
Nah, prinsip untuk mengubah dan membangun kebiasaan bisa dilakukan dengan memanipulasi 3 unsur tersebut. Kalau wanita itu ingin membuang kebiasaannya, dia bisa melakukannya dengan membuang atau mengurangi kadar salah satu dari 3 unsur tersebut.
Dia bisa mengurangi kadar motivasinya, atau kadar kemudahan membuka media sosial, atau menghilangkan pemicunya.
Tapi karena dorongan untuk terhubung dengan yang lain tidak mungkin dihilangkan atau dikurangi, juga kadar kemudahan membuka media sosial juga sangat sulit dikurangi (karena gadget sudah menjadi kebutuhan, yang membuat media sosial sangat mudah diakses), maka yang bisa dilakukan adalah memanipulasi pemicunya.
Dalam contoh tersebut, wanita itu memanipulasi pemicunya dengan mengganti alarm gadget dengan alarm weker. Di samping itu, dia juga menaruh gadgetnya jauh dari tempat tidur. Dengan demikian, ketika alarm membangunkannya, tidak ada yang memicunya untuk membuka media sosial.
--------
Hal yang perlu digaris-bawahi adalah, kadar dari masing-masing unsur. Sebuah aktivitas mungkin saja tetap dilakukan meskipun sangat sulit dan rintangannya sangat besar. Sebagai contoh adalah seorang ibu yang mengganti popok anaknya tengah malam. Meskipun hal itu sangat berat (karena dilakukan tengah malam), tapi tetap dilakukan karena si ibu memiliki motivasi yang sangat besar untuk menjaga kebersihan bayinya.
Di sini, tingkat kesulitan yang besar alias rendahnya tingkat kemudahan diimbangi dengan tingginya motivasi. Dan, ini membuat aktivitasnya (mengganti popok) tetap dilakukan oleh si ibu.
Contoh lain, ketika teman Anda bertanya buku apa yang sedang Anda baca, kemungkinan besar Anda akan menjawabnya, sekalipun Anda tidak punya motivasi untuk menjawabnya. Right? Ini karena, rendahnya motivasi untuk menjawabnya diimbangi dengan tingginya tingkat kemudahan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Dengan prinsip seperti itu, memanipulasi 3 unsur kebiasaan tidak harus berarti membuang satu di antara 3 unsur. Kita juga bisa meningkatkan atau mengurangi kadar motivasi atau kadar kemudahannya.
Hanya unsur “pemicu” saja yang hanya bisa dimanipulasi dengan ditambahkan atau dihilangkan.
Nah, Anda bisa mengubah atau membangun kebiasaan dengan menerapkan prinsip yang dijelaskan barusan. Pada Ring berikutnya, kita akan membahas bagaimana langkah-langkah praktis untuk menerapkan prinsip tersebut.
Ring 4 - Bagaimana Langkah-Langkah untuk Menerapkan Pendekatan Tiny Habit dalam Membangun Kebiasaan?
1. Membangun Maui Habit
Begitu bangun tidur dan menapakkan kaki di lantai, ucapkan: “Hari ini akan menjadi hari yang indah” dan rasakan perasaan optimis dan termotivasi. Inilah yang disebut sebagai “Maui Habit”.
Tujuan membangun kebiasaan ini adalah sebagai tes, yang akan membuktikan kepada Anda betapa membangun tiny habit itu sangat mudah.
Ketika Anda berhasil membangun kebiasaan ini, maka keberhasilan tersebut akan membuat Anda lebih optimis dan termotivasi untuk membangun kebiasaan lain yang lebih berat, dengan pendekatan tiny habit.
So, pertama, bangun terlebih dulu maui habit Anda. Setelah Anda berhasil, barulah beranjak ke kebiasaan lain.
Untuk membangun kebiasaan lain, lakukan langkah kedua:
2. Tentukan dan perjelas outcome/hasil yang ingin Anda capai
Setiap kebiasaan memiliki tujuan kenapa kita ingin membangun kebiasaan tersebut. Misal, kebiasaan berolahraga. Tentu ada tujuan tertentu yang membuat kita ingin memiliki kebiasaan berolahraga. Betul?
Mungkin kita ingin agar hidup kita sehat, energetik, dan fit setiap hari. Atau mungkin kita ingin memiliki berat badan yang ideal. Atau, kita ingin memiliki otak yang sehat, atau tujuan-tujuan lain.
So, langkah pertamanya adalah, tentukan dulu tujuan alias hasil/outcome apa yang ingin Anda capai dari membentuk sebuah kebiasaan.
Misal, kalau Anda ingin membangun kebiasaan membaca buku, tanyakan kepada diri Anda kenapa Anda ingin membangun kebiasaan tersebut. Pikiran bawah sadar Anda akan memberikan jawabannya untuk Anda. Mungkin, Anda ingin agar dengan membaca buku setiap hari Anda menjadi lebih cerdas? Atau, kemampuan problem solving Anda meningkat? Atau, wawasan Anda bertambah?
3. Tentukan aktivitas yang akan Anda lakukan untuk mencapai outcome-nya
Untuk mencapai outcome, mungkin akan ada banyak cara/tindakan/aktivitas yang bisa Anda lakukan.
Misal, Anda ingin memiliki berat badan yang ideal. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencapainya antara lain rutin berolahraga, menjaga pola makan yang baik untuk diet, mengurangi konsumsi gula dan es, tidur malam yang cukup, dan sebagainya.
Hal yang pasti adalah, satu tujuan bisa dicapai dengan banyak tindakan.
Nah untuk menemukan tindakan yang tepat untuk mencapai outcome Anda, hindari 3 kesalahan berikut ini:
a. Hanya menebak-nebak
Contoh, Anda ingin mendapatkan tubuh yang ideal. Kemudian, Anda berencana untuk nge-gym setiap hari. Tapi, Anda sendiri sangat tidak suka untuk bertemu banyak orang seperti di tempat gym. Maka, kemungkinan besar, rencana ini tidak akan Anda lakukan nantinya.
b. Mencari inspirasi di internet
Saat ini banyak sekali influencer di berbagai bidang yang membagikan tips sukses mereka. Tapi, tak semua tips tersebut cocok untuk kita.
Misal, seorang influencer membagikan tips langsingnya dengan tidak makan nasi sama sekali dan hanya makan buah, sayur, dan daging. Tentu saja tips seperti itu tidak berlaku untuk semua orang.
Akan jauh lebih baik kalau kita berkonsultasi pada orang yang memang ahli dalam permasalahan diet, misalnya ahli gizi atau dokter.
Contoh lain, seorang influencer membagikan tips kaya dengan trading saham. Anda pun terinspirasi untuk mengikuti caranya. Tetapi, Anda tidak memiliki pemahaman sama sekali di bidang saham. Anda juga orangnya tidak suka belajar. Dan, Anda juga tidak suka risiko yang terlalu menantang. Maka, trading saham sangat mungkin tidak cocok untuk Anda.
c. Melakukan apa yang berhasil bagi teman
Ini sama dengan tips dari influencer. Tips dari teman juga belum tentu cocok untuk kita.
----------
Lalu, apa patokan aktivitas/tindakan yang cocok untuk kita?
- Efektif untuk mencapai outcome kita
- Kita punya motivasi untuk melakukannya
- Kita bisa melakukan aktivitas tersebut
Nah di sini, untuk menentukan apakah kita “bisa melakukan” aktivitas tersebut, kita bisa mempertimbangkannya dari 5 segi berikut ini:
a. Apakah Anda punya cukup waktu untuk melakukannya? Jika jawabannya ya, maka Anda bisa lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
b. Apakah Anda punya cukup uang untuk melakukannya? Jika jawabannya ya, maka Anda bisa lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
c. Apakah Anda mampu melakukannya (kondisi fisik Anda kuat untuk melakukannya)? Jika jawabannya ya, maka Anda bisa lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
d. Apakah aktivitas tersebut menguras energi mental atau tidak? Jika jawabannya ya, Anda bisa skip aktivitas tersebut karena kemungkinan besar Anda tidak akan melakukannya. Tapi kalau jawabannya tidak, maka Anda bisa lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
e. Apakah aktivitas tersebut sesuai dengan rutinitas Anda atau mensyaratkan Anda untuk melakukan penyesuaian? Kalau jawabannya sesuai dengan rutinitas Anda, Anda bisa memutuskan untuk memilih aktivitas tersebut sebagai langkah Anda untuk mencapai outcome Anda. Anda bisa memutuskan untuk menjadikannya kebiasaan Anda.
Tapi kalau jawabannya, untuk melakukan aktivitas itu Anda harus melakukan penyesuaian (adjustment) pada rutinitas Anda, maka Anda bisa skip aktivitas tersebut. Karena, kemungkinan besar Anda tidak akan melakukannya, karena adjustment bukanlah hal yang mudah.
4. Mulai dari aksi kecil
Kalau sudah ketemu aktivitas yang akan kita lakukan untuk mencapai tujuan kita (yang tidak lain adalah aktivitas yang akan kita jadikan kebiasaan), maka langkah selanjutnya adalah memulai aktivitas tersebut dengan porsi yang kecil. Di sini, prinsip tiny habit diterapkan.
Tapi, mungkin Anda akan bertanya, ukuran kecil itu seberapa? Berikut panduannya. Anda bisa memilih salah satu yang sesuai dengan aktivitas yang akan Anda jadikan kebiasaan.
a. Starter step
Ini berarti, satu aksi kecil menuju aktivitas yang Anda inginkan (one small move toward the desired behavior).
Kalau aktivitas yang ingin Anda jadikan sebagai kebiasaan adalah berjalan 3 kilo per hari, maka starter step-nya bisa berupa: memakai sepatu jogging Anda.
Hal yang perlu digaris-bawahi adalah:
Jangan terburu-buru untuk beranjak ke langkah selanjutnya. Jadikan terlebih dulu satu aksi kecil pertama menjadi kebiasaan. Barulah Anda bisa menambah aksi lainnya.
b. Scaling back
Ini berarti melakukan versi pendek dari aktivitas yang ingin Anda jadikan kebiasaan. Misal, Anda ingin membangun kebiasaan membaca buku. Anda bisa memulainya dengan membaca satu halaman per hari.
Dan, sama seperti starter step, Anda tidak perlu terburu-buru untuk menambah porsinya. Lakukan terlebih dulu satu langkah kecil ini hingga langkah ini menjadi kebiasaan. Barulah Anda bisa menambah porsinya.
5. Temukan pemicu yang kuat
Tapi, sebelum Anda melakukan tiny action yang sudah Anda tentukan, terlebih dulu tentukan pemicu yang kuat, yang bisa memicu Anda untuk melakukan tiny action tersebut.
Bicara soal pemicu, ada 3 jenis pemicu yang harus Anda perhatikan. Dua di antaranya tidak efektif untuk membangun kebiasaan dan hanya satu yang efektif.
a. Person prompt
Ini adalah pemicu yang datang dari tubuh kita seperti perut keroncongan yang memicu kita untuk makan, mata yang pedas yang memicu kita untuk tidur, dan sebagainya.
Banyak orang yang mengandalkan pemicu jenis ini untuk memicu mereka melakukan sesuatu. Terutama, pemicu dalam bentuk ingatan diri sendiri. Banyak orang yang ketika memiliki rencana tidak dicatat dan dipasang alarm pengingat untuk melakukan rencana tersebut. Mereka hanya mengandalkan ingatan mereka. Akibatnya, mereka lupa.
Mengandalkan pemicu jenis ini untuk memicu kita melakukan aktivitas yang mau kita jadikan kebiasaan tidaklah efektif.
b. Context prompt
Pemicu ini berasal dari hal-hal di sekitar kita seperti sticky note, notifikasi aplikasi, bunyi telepon, teman yang mengingatkan kita untuk melakukan sesuatu, dan seterusnya.
Pemicu ini juga tidak efektif karena tidak natural dan terlalu dipaksakan. Ketika Anda menempelkan sticky note yang mengingatkan Anda untuk membaca buku, mungkin satu dua hari Anda akan terdorong untuk membaca setelah melihat sticky note tersebut. Tetapi untuk hari-hari selanjutnya, Anda akan mengabaikan note tersebut karena Anda memang tidak terbiasa memperhatikan note.
c. Action prompt
Pemicu ini berupa aktivitas yang biasa Anda lakukan yang memicu Anda untuk melakukan aktivitas lainnya. Misalnya, ada orang yang sehabis gosok gigi terpicu untuk mandi. Ada juga yang sehabis ngopi terpicu untuk membaca buku.
Ini adalah pemicu yang paling efektif untuk membangun kebiasaan baru. Karena, pemicu ini sudah Anda lakukan sehari-hari sehingga terasa sangat natural. Dan, dalam melakukannya pun Anda merasa tidak dipaksa.
So, pastikan pemicu yang Anda pilih adalah action prompt. Di sini, mari kita sebut action prompt dengan anchor agar lebih familiar.
Langkah selanjutnya adalah memilih jenis anchor yang pas untuk dihubungkan dengan aktivitas yang akan Anda jadikan kebiasaan. Berikut patokannya:
a. Kesesuaian lokasi
Misal, Anda ingin membangun kebiasaan memasak makanan. Maka, anchor yang pas adalah kegiatan yang Anda lakukan setiap hari di dapur. Misal, memasak air.
Kalau Anda ingin membangun kebiasaan membaca di ruang belajar, maka coba hubungkan kegiatan membaca dengan kegiatan yang selalu Anda lakukan di ruang belajar. Mungkin minum kopi? Atau, baca koran?
b. Kesesuaian frekuensi
Kalau Anda ingin membangun kebiasaan yang dilakukan satu kali per hari, maka hubungkan dengan anchor yang juga Anda lakukan hanya sekali per hari.
Misal Anda ingin membangun kebiasaan membaca buku setiap hari, di mana Anda hanya ingin melakukannya satu kali per hari. Dan, selama ini, Anda ngopi sehari sekali. Maka, Anda bisa menghubungkan aktivitas membaca Anda dengan aktivitas ngopi Anda.
c. Kesesuaian tema/tujuan
Contohnya adalah, Anda ingin membangun kebiasaan membereskan rumah. Kebiasaan ini setema dengan kebiasaan mandi atau gosok gigi. Keduanya sama-sama bertujuan untuk membersihkan. Nah, Anda bisa menghubungkan kegiatan beres-beres rumah dengan kebiasaan mandi atau gosok gigi.
------
Kalau sudah ketemu anchor yang sesuai dengan tiny action Anda, maka niatkan diri Anda untuk menghubungkan anchor tersebut dengan tiny action Anda. Pastikan setiap hari Anda melakukan tiny action Anda setelah Anda melakukan anchor Anda.
Lakukan secara konsisten setiap hari hingga tiny action tersebut menjadi kebiasaan. Kalau sudah menjadi kebiasaan, langkah selanjutnya adalah:
6. Expand
Expand berarti bertumbuh, yakni dari tiny action bertumbuh menjadi kebiasaan besar yang bisa mengubah hidup Anda.
Ini berarti Anda menambah porsi tiny habit Anda atau beranjak pada tiny action lainnya untuk memperbesar kebiasaan Anda.
-Kalau tiny action Anda adalah starter step, maka ini berarti Anda beranjak pada tiny action/starter step berikutnya.
Misal, kebiasaan yang ingin Anda bangun adalah lari pagi 3 kilometer setiap hari. Dan, starter step-nya adalah memakai sepatu lari.
Kalau memakai sepatu lari sudah menjadi kebiasaan Anda, maka Anda bisa beranjak ke starter step berikutnya. Andaikanlah starter step berikutnya adalah pemanasan 30 detik. Maka sekarang, setiap hari Anda memakai sepatu + pemanasan 30 detik.
Lakukan secara konsisten setiap hari sampai pemanasan 30 detik menjadi kebiasaan Anda. Kemudian, beranjak ke starter step berikutnya. Demikian seterusnya.
-Kalau tiny action Anda berupa scaling back, maka untuk menumbuhkan tiny action tersebut cukup menambah porsi scaling back Anda.
Misal, Anda ingin membangun kebiasaan membaca buku. Dan, scaling back Anda adalah membaca satu halaman per hari. Maka, kalau Anda sudah terbiasa membaca buku satu halaman per hari, maka sekarang tambah porsinya. Anda bisa menambahkan satu halaman lagi per hari.
------
Demikianlah bagaimana langkah-langkah membangun kebiasaan dengan prinsip tiny habit.
Setelah membaca ringkasan buku “Tiny Habits”, Michelle pun mendapatkan banyak insight bagaimana membangun kebiasaan dengan mudah. Berikut beberapa di antaranya:
Kebiasaan terdiri dari 3 unsur, yakni: motivasi + kemudahan + pemicu.
Untuk membuang kebiasaan buruk bisa dilakukan dengan menghilangkan satu dari 3 unsur tersebut.
Untuk membangun kebiasaan baru bisa dilakukan dengan memenuhi satu dari 3 unsur tersebut.
Alasan kenapa pendekatan tiny action efektif adalah karena tiny action mudah dilakukan sehingga hampir mustahil kita tidak mau melakukannya meskipun kita tidak memiliki motivasi untuk melakukannya. Di samping itu, ketika tiny action sudah berhasil menjadi kebiasaan, maka keberhasilan ini akan membuat kita lebih optimis untuk membangun kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan besar yang bisa berdampak pada diri kita.
Untuk membngun kebiasaan, dibutuhkan pemicu. Pemicu yang efektif adalah pemicu yang berupa aktivitas yang sudah selalu kita lakukan setiap hari. Kalau sudah menemukan pemicu tersebut, kita bisa menghubungkan pemicu itu dengan tiny action kita.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Michelle, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
BJ Fogg merupakan seorang ilmuwan di bidang sosial yang sekarang bekerja sebagai rekan peneliti di Stanford University. Dia juga adalah founder dan direktur dari Stanford Persuasive Technology Lab, yang kemudian dinamai ulang menjadi Behavior Design Lab.
Rekomendasi Baring Lainnya