
Thinking, Fast and Slow
Daniel Kahneman
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Menurut teman-temannya, Denis orang yang sering membuat kesimpulan dan keputusan yang keliru. Mulai dari salah menilai orang, terlalu mempercayai firasat, dan sering salah dalam menjawab pertanyaan akibat ketidaktelitiannya.
Ini tentu sangat berpengaruh besar pada pekerjaannya, mengingat pekerjaannya membutuhkan penilaian-penilaian yang akurat dan keputusan yang tepat.
Suatu hari, salah seorang temannya baru selesai membaca sebuah buku berjudul “Thinking, Fast and Slow” karya Daniel Kahneman. Menurut temannya itu, buku tersebut sangat luar biasa dalam menjelaskan berbagai keterbatasan pikiran manusia, di mana keterbatasan-keterbatasan itu membuat kita sering membuat kesimpulan dan keputusan yang salah.
Seketika, temannya itu langsung teringat Denis yang sering salah dalam membuat kesimpulan dan keputusan. Ia berpikir, cara berpikir Denis hampir mirip dengan yang digambarkan dalam buku tersebut.
Oleh karenanya, temannya tersebut merekomendasikan Denis untuk membaca buku itu. Dan, karena ingin berubah lebih baik, Denis pun menyetujui sarannya.
So, akankah Denis mendapatkan insight dari buku “Thinking, Fast and Slow” yang akan mengubah cara berpikirnya?
Yuk temani perjalanan Denis dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Secara garis besar, buku ini membahas bagaimana pikiran manusia bekerja mulai dari melakukan pemikiran logis, menalar, sampai memproduksi intuisi, bias, keputusan, kesan/impresi, dan masih banyak lagi.
Dijelaskan dalam buku ini bahwa pikiran manusia terdiri dari 2 sistem, di mana sistem 1 adalah sistem yang tidak kita sadari prosesnya, sedangkan sistem 2 prosesnya kita sadari.
Maksudnya adalah, saat sistem 1 bekerja, kita tidak menyadarinya. Sistem ini juga beroperasi secara otomatis. Bukan kita yang mengendalikannya melainkan dirinya sendiri yang melakukan proses “berpikir” secara otomatis.
Keotomatisan sistem ini membuatnya bisa memproduksi pemikiran atau ide yang jauh lebih cepat dibanding sistem 2. Bahkan seringkali, hasil pemikiran sistem 1 tiba-tiba muncul di benak kita begitu saja tanpa kita perlu memikirkannya. Bahkan hanya dalam hitungan detik.
Oleh karena itu, berpikir dengan sistem 1 jauh lebih mudah dibanding berpikir dengan sistem 2. Bahkan hampir-hampir effortless alias tidak dibutuhkan usaha.
Sedangkan untuk berpikir dengan sistem 2, kitalah yang aktif melakukan proses berpikir. Karena, sistem ini beroperasi dengan disengaja dan disadari. Kitalah yang mengendalikan prosesnya. Kitalah yang mengendalikan sehabis berpikir begini, lalu langkah selanjutnya apa.
Oleh karena itu, berpikir dengan sistem 2 jauh lebih lambat dibanding berpikir dengan sistem 1. Bahkan, tak jarang harus mengeluarkan effort yang sangat besar.
Nah meskipun buku ini menekankan adanya 2 sistem, tapi penekanan utamanya ada pada sistem 1. Yach, hampir 90% isi buku ini membahas berbagai mekanisme kerja sistem 1.
Alasan kenapa penulis buku ini lebih banyak membahas sistem 1 adalah karena tujuan dari buku ini tak lain untuk memberikan pemahaman kepada pembaca (termasuk Anda) bahwa kerja sistem 1 memiliki banyak sekali keterbatasan yang sering menjerumuskan kita pada keputusan yang keliru.
Ya, meskipun kerja sistem 1 sangat cepat, tapi pemikiran atau ide yang dihasilkan seringkali tidak tepat dan malah mengilusi kita dengan berbagai bentuk ilusi.
Dengan membongkar berbagai mekanisme kerja sistem 1, penulis buku ini berharap para pembacanya jadi lebih waspada dan mulai menyadari serta mengobservasi pemikirannya sendiri. Sudah tepatkah pemikirannya? Apakah ide yang muncul tiba-tiba dari pikirannya bakal works? Dan seterusnya.
Di samping itu, dengan membeberkan keterbatasan sistem 1, tujuan lain si penulis adalah juga untuk memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa agar bisa berpikir dengan baik, maka perlu menggunakan sistem 1 dan sistem 2 secara seimbang; bahwa kita tidak boleh condong hanya pada salah satu sistem saja; bahwa kita membutuhkan kedua sistem tersebut untuk beroperasi secara harmonis.
Karena, untuk bisa berpikir dengan sistem 2 pun dibutuhkan sistem 1.
Ring 2 - Apa Maksud Berpikir Cepat dan Berpikir Lambat dalam Buku Ini?
Di Ring 1, sudah dijelaskan sedikit tentang 2 sistem pikiran manusia yakni sistem 1 dan sistem 2. Nah, apa yang dimaksud dengan sistem berpikir cepat dalam buku ini tak lain adalah sistem 1. Sedangkan sistem berpikir lambat tak lain adalah sistem 2.
Berikut ini beberapa prinsip dasar sistem 1:
- Sistem 1 bekerja secara otomatis dan cepat, dengan usaha yang sedikit bahkan tanpa usaha sama sekali.
- Sistem 1 juga bekerja tanpa kita sadari & sengaja. Sistem 1 bekerja tanpa campur tangan kita. Ia sendirilah yang memproses dan mengolah data untuk kita.
- Sistem 1 bekerja dengan asosiasi, yakni menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya (misal, kapal dihubungkan dengan laut, pantai, ikan, nelayan, pelampung, jangkar, matahari terbenam, tsunami, dst).
- Kendali sistem 1 terhadap diri kita jauh lebih besar dibanding kendali sistem 2. Penyebabnya adalah karena sistem ini bekerja secara otomatis dan tak kita sadari, sehingga lebih mudah dan membuat kita lebih suka menggunakan sistem ini daripada sistem 2
- Sistem 1 selalu mencari, membentuk, atau mengenali pola dari setiap hal yang dia lihat. Misal, dari kecil Anda sudah mengenal bentuk rupa dari binatang yang disebut kucing. Dan dari pengalaman melihat warna-warna bulu kucing, pada akhirnya Anda menyimpulkan bahwa warna utama bulu kucing ada 5, yakni putih, hitam, abu-abu, coklat, dan orange.
Tapi, suatu saat kalau Anda melihat seekor kucing yang berwarna biru atau hijau, Anda tetap mengetahui kalau yang Anda lihat itu adalah seekor kucing. Karena, Anda mengenali polanya.
Nah, kerja mengenali pola ini dilakukan oleh sistem 1 sehingga tanpa perlu berpikir lama, begitu Anda melihat binatang mirip kucing berwarna hijau, maka Anda akan langsung tahu kalau itu adalah kucing, meskipun mungkin Anda terheran-heran.
- Sistem 1 akan menghasilkan kesan/perasaan familiar pada hal-hal yang telah kita kenal, lihat, dengar, atau rasakan.
- Sistem 1 lebih mudah aktif saat perasaan kita tenang & happy. Inilah kenapa intuisi (petunjuk atau ide yang datang dari sistem 1) lebih mudah muncul saat pikiran kita tenang.
- Sistem 1 gemar mencari penyebab dari setiap kejadian. Contoh mudah, saat tiba-tiba kita mendapatkan musibah, teman kita langsung berkata, “Makanya jadi orang jangan jahat. Kena hukumannya, kan?” meskipun dia tidak tahu pasti apakah penyebab kita jatuh memang karena kita berbuat jahat atau tidak. Hal yang pasti adalah, sistem 1 akan otomatis mencari penyebab dari setiap peristiwa yang kita lihat atau alami, tak peduli benar atau salahnya.
Itulah beberapa prinsip kerja dari sistem 1. Sekarang, beberapa prinsip dari kerja sistem 2 antara lain:
- Sistem 2 bekerja dengan disengaja & disadari.
- Saat kita berpikir dengan sistem 2, kitalah yang aktif melakukan proses berpikir tersebut.
- Proses berpikir dengan sistem 2 lebih lambat dan membutuhkan effort.
- Saat kita berpikir dengan sistem 2, tidak bisa tidak kita tetap membutuhkan hasil kerja dari sistem 1 untuk diproses kembali di sistem 2. Contoh mudah adalah saat Anda menghitung 5840 X 4857. Kalau sistem 1 Anda belum menyimpan 5, 8, 4, 0, dan 7, maka Anda tidak akan bisa menggunakan sistem 2 Anda untuk menghitung perkalian itu. Anda harus lebih dulu paham konsep 5, 8, 4, 0, dan 7.
- Sistem 2 bekerja dengan membandingkan, menghitung
- Saat kita berpikir logis dan menalar sesuatu, kita menggunakan sistem 2 dalam melakukannya.
- Menghafal & mengingat sesuatu yang pernah Anda alami, lihat, atau pelajari
- Memeriksa, mengobservasi, dan menilai kebenaran dari pemikiran dan perasaan Anda.
- Memeriksa ketepatan logika berpikir Anda.
- Mengarahkan perhatian/attention secara sadar pada hal yang ingin Anda lihat, pelajari, dengar, atau rasakan.
Itulah beberapa tugas dari sistem 2.
Sebetulnya, sistem 1 dan sistem 2 saling bergantung satu sama lain. Sistem 1 membutuhkan sistem 2 agar menghasilkan pemikiran, kesimpulan, atau ide yang tepat. Begitu pun sebaliknya, sistem 2 membutuhkan sistem 1 dalam melakukan tugasnya.
Tapi seringkali tanpa sadar, kita menerima begitu saja hasil kerja sistem 1 tanpa memodifikasinya. Padahal, hasil kerja sistem 1 memiliki keterbatasan akibat cara kerjanya yang juga terbatas.
Ring 3 - Mana yang Lebih Baik, Apakah Berpikir Cepat atau Berpikir Lambat?
Sebetulnya, sistem 1 dan sistem 2 saling bergantung satu sama lain. Sistem 1 membutuhkan sistem 2 dalam melakukan tugasnya agar menghasilkan pemikiran, kesimpulan, atau ide yang tepat. Begitu pun sebaliknya, sistem 2 membutuhkan sistem 1 dalam melakukan tugasnya.
Berikut contoh bagaimana sistem 1 membutuhkan sistem 2 agar bisa melakukan tugasnya:
Saat duduk di sekolah dasar, tentu Anda pernah diwajibkan untuk menghafal perkalian satu angka. Betul? (Contoh perkalian 1 angka antara lain 1 x 1, 3 x 7, 6 x 5, 9 x 2, dst. Pokoknya, semua perkalian antar bilangan satu angka dari 0 - 9).
Tujuannya adalah, untuk memudahkan Anda dalam menghitung perkalian yang lebih kompleks seperti perkalian 2 angka, perkalian 3 angka, dst. (Contoh perkalian 2 angka antara lain: 23 x 38; Contoh perkalian 3 angka antara lain: 586 x 172).
Nah, dalam menghafal perkalian 1 angka, Anda menggunakan sistem 2 untuk melakukannya. Bagaimana sistem 2 Anda menghafal perkalian itu? Dengan sengaja mengulang-ulangnya.
Setelah Anda hafal perkalian itu di luar kepala, maka Anda bisa menggunakan hafalan Anda untuk menghitung perkalian 2 angka atau perkalian yang lebih kompleks.
Sebagai contoh, Anda menghitung perkalian 37 x 51. Maka, untuk bisa menghitung perkalian itu dengan cepat, Anda bisa menggunakan hafalan Anda. Pertama-tama, Anda mengalikan 7 x 1, yang hasilnya sudah Anda hafal yakni 7. Kemudian dilanjut mengalikan 3 x 1, yang hasilnya juga sudah Anda hafal yakni 3. Begitu seterusnya.
Nah, saat Anda menghitung perkalian 7 x 1, Anda tidak perlu repot-repot menghitungnya dengan lidi atau jari Anda. Tiba-tiba saja muncul hasilnya di benak Anda. Kenapa bisa begitu? Jawabannya karena sistem 1 Anda yang mengantarkan hasilnya kepada Anda.
Sampai sini jelas, bukan, bagaimana kerja sistem 1 dan sistem 2 saling bergantung satu sama lain?
Tapi dalam kasus yang lebih kompleks, seringkali sistem 1 memberikan referensi yang tidak valid atau keliru. Dan celakanya, karena referensi dari sistem 1 jauh lebih mudah didapat daripada berpikir pelan dengan sistem 2, banyak orang yang mempercayai referensi itu tanpa memeriksa ke-valid-annya atau tanpa memodifikasinya.
Misal, sehabis buang sampah di sungai, tiba-tiba Anda terjatuh. Lantas, mesin sebab-akibat sistem 1 Anda langsung menyimpulkan bahwa penyebab Anda jatuh adalah karena Anda membuang sampah di sungai. Meskipun kesimpulan itu salah atau belum Anda buktikan, Anda langsung mempercayainya karena Anda berpikir buang sampah di sungai adalah hal buruk yang bisa mendatangkan akibat yang juga buruk.
Jadi, dari penjabaran barusan, siapa yang lebih bisa diandalkan? Jawabannya, dua-duanya. Ya, dua-duanya harus diberdayakan dengan baik. Dengan membekali diri Anda pengetahuan tentang cara kerja sistem 1 dan 2, apa kekurangan dan kelebihan masing-masing, serta bagaimana keduanya bekerja sama untuk menghasilkan ide, pemikiran, dan solusi yang efektif, maka Anda bisa memberdayakan keduanya dengan semakin baik.
Ring 4 - Apa Saja Kelemahan dari Pikiran Manusia?
Berikut ini beberapa kelemahan atau keterbatasan pikiran manusia yang dijabarkan dalam buku “Thinking, Fast and Slow.” Kesemuanya merupakan mekanisme dari sistem 1.
1. IIusi sebab-akibat
Ilusi ini hadir dari mekanisme sistem 1 yang selalu mencari sebab dari setiap kejadian yang kita alami atau lihat. Contohnya adalah kasus buang sampah seperti yang disebutkan di Ring 3 yakni: Suatu hari Anda buang sampah di sungai. Dan, tak berselang lama setelah itu, tiba-tiba Anda terjatuh.
Karena sistem 1 selalu mencari sebab dari tiap kejadian yang menimpa Anda, maka ia pun langsung mencari penyebab dari jatuhnya Anda. Dan, karena kejadian yang paling dekat dengan peristiwa jatuhnya Anda adalah Anda buang sampah di sungai, maka sistem 1 Anda pun langsung menyimpulkan bahwa penyebab Anda jatuh adalah karena Anda buang sampah di sungai.
Lalu, kenapa ini disebut ilusi? Karena, Anda belum tahu pasti kebenarannya, apakah buang sampah di sungai menyebabkan Anda jatuh atau tidak. Jadi, kerja mekanisme ini adalah: menyimpulkan tanpa memeriksanya lebih dulu.
2. Ilusi kebenaran
Mesin pattern recognition (mengenali pola) dari sistem 1 juga bisa menghasilkan ilusi, salah satunya yakni ilusi kebenaran.
Sebagai contoh, Anda mendengar pernyataan berikut: “Matahari terbit dari timur, air mendidih pada suhu 100 derajat celcius, katak memiliki 2 kaki.”
Meskipun kemungkinan besar Anda akan langsung tahu kalau pernyataan ke-3 (katak memiliki 2 kaki) salah, tapi Anda akan lebih mudah menyadari kesalahannya kalau pernyataannya adalah katak memiliki 3 kaki.
Kenapa? Karena, sistem 1 Anda tidak mengenal adanya hewan berkaki tiga. Oleh karenanya saat Anda mendengar pernyataan “katak memiliki 3 kaki”, maka sistem 1 Anda akan langsung menyimpulkan bahwa pernyataan itu salah.
Sebaliknya, kalau yang Anda dengar adalah “katak memiliki 2 kaki”, maka masih ada kemungkinan Anda tidak ngeh kalau pernyataan itu salah.
Karena pertama, saat sistem 1 memproses pernyataan pertama dan kedua, dia menyimpulkan adanya pola, yakni bahwa dua pernyataan itu benar. Hal ini membuat sistem 1 berkesimpulan bahwa pola dari pernyataan ketiga pasti sama dengan pola dari dua pernyataan sebelumnya. Sehingga, dia pun menyimpulkan bahwa pernyataan ketiga juga benar.
Alasan kedua, sistem 1 Anda mengenal adanya hewan-hewan yang memiliki 2 kaki. Sehingga, saat ia memproses pernyataan “katak memiliki 2 kaki”, maka kemungkinannya dia menyimpulkan bahwa pernyataan itu benar.
3. Halo effect
Halo effect adalah penilaian positif atas kualitas dan karakter seseorang yang didasarkan pada kualitas/karakter positif lainnya yang dimiliki orang itu. Kalau misal Anda menilai bahwa teman yang baru Anda kenal seminggu memiliki sifat baik, maka tanpa sadar Anda pun juga akan menilai bahwa orang itu bijaksana, sabar, pintar, dst.
Ilusi ini terjadi karena sistem 1 Anda yang bekerja dengan asosiasi cenderung mengasosiasikan atau menghubungkan sifat baik dengan bijaksana, sabar, dan pintar.
4. More exposure effect
Ini adalah kecenderungan di mana kita menyukai sesuatu akibat terlalu sering menjumpai sesuatu tersebut.
Sebuah studi yang dilakukan pakar psikologi Robert Zajonc membuktikan hal ini. Studi itu terdiri dari 3 kelompok. Kelompok pertama diminta untuk melihat foto seseorang yang belum pernah mereka lihat sama sekali. Kelompok kedua, diminta untuk melihat foto orang yang tak dikenal beberapa kali. Kelompok ketiga diminta untuk melihat foto orang yang tak dikenal 25 kali.
Setelah itu, mereka ditanyai seberapa besar rasa suka mereka pada orang di foto itu. Hasilnya adalah, orang-orang pada kelompok ketigalah yang paling menunjukkan rasa suka mereka pada seseorang di foto yang mereka lihat.
Kenapa kecenderungan ini terjadi adalah ketika kita melihat atau melakukan sesuatu berulang-ulang, maka ini akan menimbulkan kesan familiaritas dalam diri kita. Sedangkan kesan familiar akan membuat kita lebih nyaman dengan hal tersebut. Dan, ini adalah kerja dari sistem 1 yang terjadi secara otomatis.
Daniel Kahneman seorang sarjana senior di Princeton University, dan Profesor Emeritus dari urusan publik, Woodrow Wilson School of Public and International Affairs. Beliau dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Ekonomi tahun 2002.
Setelah menyelesaikan buku tersebut, Denis pun mendapatkan beberapa insight yang mengubah cara berpikirnya. Di antaranya:
- Pikiran manusia terdiri dari 2 sistem, yakni sistem berpikir cepat dan sistem berpikir lambat. Untuk bisa berpikir dengan baik dan efektif, kita perlu mengorkestrasikan keduanya.
- Sistem 1 atau sistem berpikir cepat memiliki banyak keterbatasan yang membuat sistem tersebut sering memproduksi kesimpulan yang keliru.
- Beberapa keterbatasan sistem 1 antara lain ilusi sebab-akibat, ilusi kebenaran, halo effect, dan more exposure effect.
- Ilusi sebab-akibat terjadi karena sistem 1 yang selalu mencari sebab dari setiap peristiwa yang ditemuinya, di mana biasanya sebab yang dipilih adalah yang paling dekat dengan peristiwa tersebut.
- Halo effect adalah kecenderungan di mana kita menilai seseorang dari satu atau dua karakter yang dimiliki orang tersebut. Misal, kalau kita menilai si A baik, maka kita juga akan cenderung menilai bahwa dia bijaksana, sabar, pintar, dst.
- More exposure effect adalah kecenderungan di mana kita menyukai seseorang atau sesuatu karena kita sering menjumpai orang atau sesuatu tersebut.
Terima kasih telah menemani perjalanan Denis, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
