The Infinite Game
Simon Sinek
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Maria seorang pemimpin perusahaan yang gemar membaca buku. Dia sadar bahwa membaca sangat penting bagi leader untuk menambah wawasan yang barangkali bisa memberikan informasi tentang situasi terkini ataupun memberikannya berbagai ide dalam memecahkan masalah.
Setiap bulan, dia menyisihkan uang untuk membeli buku-buku bisnis ter-update. Dan, salah satu buku baru yang ingin dibacanya adalah āThe Infinite Gameā karya Simon Sinek. Buku tersebut sedang hangat-hangatnya dibicarakan di komunitasnya, karena membawa cara berpikir yang berbeda dan bahkan kontroversial.
Menyimak obrolan teman-teman komunitasnya, ia sedikit punya gambaran bahwa buku tersebut menjelaskan bahwa bisnis adalah permainan yang infinite alias tidak punya akhir. Oleh karenanya, menjalankan bisnis juga harus mengadopsi mentalitas āinfiniteā seperti misalnya berani menghadapi ketidakpastian.
Tetapi baginya, pemahaman seperti itu masih sangat abstrak, yang membuatnya penasaran bagaimana detailnya. Apakah yang dimaksud mentalitas āinfiniteā berarti perusahaan harus berani dan nekad? Atau yang bagaimana?
Tanpa banyak membuang waktu, dia pun membaca buku tersebut untuk memenuhi rasa penasarannya. Di samping itu, dia juga ingin mendapatkan insight berharga dari buku tersebut yang bisa ia terapkan dalam menjalankan bisnis.
BaRing berikut ini adalah perjalanan Maria dalam mencari insight di buku āThe Infinite Game.ā Selamat membaca!
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Berbicara mengenai bisnis, hal yang sering menjadi topik pembahasan adalah bagaimana strategi memenangkan persaingan, bagaimana meningkatkan penghasilan, dan bagaimana menjadi yang nomor satu.
Meskipun terdengar baik, tetapi cara berpikir seperti ini seringkali justru menjerumuskan perusahaan pada kehancurannya. Alasannya adalah, dunia bisnis bukanlah dunia yang finite alias terbatas, melainkan dunia yang infinite alias tidak terbatas.
āBermainā di dunia yang infinite membutuhkan cara pandang yang infinite juga. Sedangkan misi āmenjadi yang nomor satuā atau āmengalahkan pesaingā merupakan misi yang datang dari cara pandang finite. Dengan misi seperti ini, kita mengandaikan bahwa setelah tujuan kita tercapai, maka misi selesai dan tidak ada lagi yang perlu dilakukan. Padahal sangat jelas, kemenangan di satu waktu tidak berarti kemenangan di waktu yang lain. Untuk bisa terus bertahan, bisnis harus tetap berjalan. Dan, akan ada situasi-situasi berbeda yang ditemuinya di tengah jalan. Ini berarti awal yang baru serta perjuangan yang baru bagi bisnis tersebut. Seperti itu seterusnya, tidak akan pernah ada kata selesai.
Ketika seorang leader menjadikan āmenang persainganā sebagai tujuan akhir, maka dia menutup diri dari kemungkinan-kemungkinan dan peluang-peluang yang ada di depan matanya. Pikirannya akan tertuju hanya pada bagaimana mencapai goalnya itu dan menutup diri dari informasi-informasi lain yang mungkin berguna dalam memajukan bisnisnya.
Lebih jauh, mindset āfiniteā akan membuat sebuah perusahaan tidak siap dengan kemungkinan-kemungkinan tak terduga dan takut akan kekacauan/disruption.
Sedangkan mindset āinfiniteā menjadikan perusahaan terbuka pada kemungkinan-kemungkinan tak terduga. Mindset ini juga menjadikan perusahaan cenderung menyukai ākejutanā serta menjadikannya selalu siap untuk bertransformasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.
Dengan mindset āinfiniteā perusahaan tidak lagi cemas dengan apa yang dilakukan oleh pesaing. Mindset ini menjadikannya tidak takut dan tidak mudah dikendalikan oleh persaingan. Alih-alih bereaksi pada bagaimana teknologi baru (yang diluncurkan pesaing) bisa mengancam model bisnisnya, perusahaan yang mengadopsi mindset āinfiniteā akan lebih mampu untuk meramalkan pengaplikasian teknologi baru yang dimilikinya.
Kasus āZuneā dan āAppleā adalah contohnya. Dalam sebuah konferensi yang digelar oleh Microsoft, para pemimpin perusahaan itu menyampaikan bahwa peluncuran āZuneā (sebuah produk media digital yang serupa dengan Ipod) ditujukan untuk mengalahkan Apple. Ini sangat berbeda dengan para petinggi Apple yang ketika menyampaikan misinya, mereka menyampaikan bagaimana Apple akan membantu guru dalam mengajar dan murid dalam belajar. Dua pernyataan yang sangat berbeda dari dua perusahaan yang berbeda.
Cara pandang yang diadopsi Microsoft membuat mereka tidak terpikirkan untuk melakukan inovasi lepas dari bayang-bayang Apple. Sebaliknya, cara pandang Apple menjadikannya terpikirkan sebuah inovasi yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya. Dengan mindset āinfiniteā, Apple berhasil merebut market āZuneā dengan menciptakan Iphone.
Seandainya Apple berpikir dengan logika berpikir Microsoft, dia akan berusaha sekuat tenaga bagaimana caranya agar Ipod bisa menang saing dari Zune. Tetapi, bukan hal itu yang dilakukan Apple. Sebaliknya, Apple malah meredefinisi apa yang disebut āsmartphoneā yang membuat produk Ipod-nya ketinggalan zaman tetapi justru bisa merebut market Zune.
Nah, buku ini membahas kenapa mengadopsi mindset āinfiniteā adalah kunci dalam dunia bisnis. Di samping itu, buku ini juga membahas apa saja kelebihan dari mindset āinfiniteā dan kekurangan dari mindset āfiniteā, serta bagaimana menerapkan mindset āinfiniteā dalam menjalankan bisnis.
Ring 2 - Apa Saja Pemikiran yang Mencerminkan Mindset āInfiniteā dan Perlu Diterapkan dalam Menjalankan Bisnis?
Just Cause
Ini adalah pernyataan mengenai tujuan atau visi perusahaan. Visi berbeda dengan goal. Visi lebih pada tujuan akhir perusahaan itu sendiri, yang mana tujuan akhir ini tidak akan ada ujung pencapaiannya.
Sedangkan goal adalah tujuan yang memiliki timeline pencapaian dan setelah tercapai maka selesai, tidak ada yang perlu dilakukan lagi untuk mencapai goal itu.
Contoh Just Cause adalah visi dari Sweetgreen, sebuah perusahaan yang menyajikan salad cepat saji. Perusahaan ini punya visi untuk: āMenginspirasi terwujudnya komunitas yang lebih sehat dengan menghubungkan masyarakat dengan makanan yang benarā (Inspire healthier communities by connecting people to real food).
Ciri Just Cause adalah idealismenya, yang membuat siapapun yang bergabung di perusahaan kita atau siapapun yang menjadi konsumen kita akan merasa terinspirasi dengannya.
Just Cause mendefinisikan diri ideal kita/perusahaan kita, ingin menjadi seperti apa perusahaan kita ke depannya. Ia (Just Cause) bukanlah āWhyā atau alasan terdalam kita, melainkan harapan terdalam kita akan seperti apa kita di masa depan.
Membangun tim yang percaya
Untuk membuat tim terinspirasi dan bersedia memberikan yang terbaik demi mencapai visi/just cause, kita perlu meraih kepercayaan tim. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyusun kebijakan yang sedemikian rupa sehingga membuat tim percaya bahwa perusahaan kita kredibel dalam mengusung Just Cause yang ditetapkan.
Mempelajari rival yang berharga
Mempelajari rival di sini bukanlah untuk mengalahkannya, melainkan untuk mempelajari apa kekurangan kita dari rival kita. Sehingga, kita pun bisa melakukan peningkatan. Di samping itu, mempelajari rival juga membuat kita lebih rendah hati dan tangkas dalam menghadapi persaingan.
Mempersiapkan diri pada fleksibilitas eksistensi
Maksud dari poin ke-4 ini adalah, leader perlu mengadopsi mindset bahwa apa yang kita/perusahaan kita lakukan sangatlah fleksibel, dan tidak terpaku hanya pada satu bidang. Sangat mungkin di kemudian hari, apa yang perusahaan kita lakukan sangat berbeda dari yang dilakukannya sekarang.
Dan, fleksibilitas ini ditentukan oleh situasi yang dihadapi. Mental fleksibel ini sangat dibutuhkan, mengingat permainan yang infinite penuh dengan ketidakpastian.
Contohnya adalah Fuji Film yang saat terdesak oleh teknologi digital pada akhirnya mengubah arah bisnis roll film-nya menjadi bisnis kosmetik dan kesehatan. Dan, keputusan ini menyelamatkan perusahaan tersebut dari kehancuran.
Keberanian untuk memimpin
Hanya pemimpin yang punya keberanian yang berani menghadapi permainan infinite dan mengusung Just Cause yang besar. Anda perlu menjadi pemimpin yang āgemarā dengan ketidakpastian.
Ring 3 - Bagaimana Menjadi Pemimpin yang Efektif sesuai Mindset āInfiniteā?
Beberapa sikap pemimpin yang dibutuhkan dalam bisnis sebagai āpermainan yang infiniteā antara lain:
Menghargai tim
Menghargai tim merupakan cara terbaik untuk memotivasi dan menginspirasi mereka. Visi yang besar, yang berani, yang idealis, membutuhkan tim yang benar-benar terinspirasi dan secara sukarela bersedia untuk ikut serta dalam mencapai visi tersebut.
Dan, untuk menjadikan tim Anda tim yang penuh motivasi Anda perlu menghargai kerja mereka.
Ini tidak harus berarti memberikan gaji yang besar. Sebagai contoh, perusahaan Apple yang memperlakukan pekerja retailnya sama dengan pekerja bisnisnya. Yakni dengan memberikan program kesehatan dan bonus pensiun yang sama.
Hasilnya adalah, retensi pekerja perusahaan tersebut naik 90%. (Retensi kerja adalah ketahanan pekerja dalam bekerja di sebuah perusahaan. Retensi kerja yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan puas dengan kinerja pekerja, dan pekerja puas dengan imbalan yang diberikan kepadanya, sehingga tidak banyak terjadi pergantian pekerja).
Ini menjadikan Apple bisa berhemat biaya untuk training dan perekrutan.
Membangun kepercayaan tim
Tim yang percaya kepada seorang leader akan merasa nyaman untuk menyampaikan masalah yang dihadapinya atau kesalahan yang telah dilakukannya kepada leader tersebut.
Sebaliknya, tim yang tidak memiliki kepercayaan kepada leader akan merasa tidak nyaman menyampaikan masalah, kesulitan, dan kesalahannya.
Padahal, keterbukaan tim sangatlah penting. Hanya dengan keterbukaan, leader bisa membangun kerja sama yang kooperatif dengan tim.
Inilah yang dilakukan oleh CEO baru dari Ford Motor Company terhadap timnya. Ketika dia baru menduduki posisi CEO, dia memperhatikan banyaknya pekerja yang tidak mau terbuka menyampaikan masalah dan kesulitan mereka. Ini membawa efek buruk bagi perusahaan. Karena, masalah yang tidak diketahui berlarut-larut akan mengakibatkan masalah yang jauh lebih besar karena tidak kunjung diatasi.
Oleh karena itu, CEO tersebut membangun budaya baru di perusahaan itu, dengan mengadakan meeting mingguan untuk mengungkap masalah dan kesulitan yang dihadapi tim.
Simon Sinek merupakan seorang penulis dan public speaker. Dia menemukan pola bagaimana pemimpin dan organisasi terhebat berpikir, bertindak, dan berkomunikasi. Beberapa bukunya antara lain āStart with Whyā, āLeaders Eat Lastā, dan āTogether is Better.ā
Akhirnya, selesai juga Maria membaca buku āThe Infinite Gameā karya Simon Sinek. Dia sangat puas karena mendapatkan beberapa insight berharga dari buku tersebut. Berikut beberapa di antaranya:
Bisnis merupakan permainan yang infinite alias tidak terbatas dan tidak punya akhir. Dalam bisnis, kesuksesan hari ini tidak berarti kesuksesan esok hari. Karena, bisnis terus berlangsung meski kita telah mencapai goal kita. Kita akan menemukan awal yang baru serta perjuangan yang baru.
Karena bisnis merupakan permainan yang infinite, maka perlu mentalitas infinite juga dalam menjalankannya. Mentalitas infinite adalah mentalitas yang merangkul ketidakpastian. Dengan mentalitas ini, sebuah bisnis tidak menetapkan goal yang fixed seperti menjadi nomor satu, menjadi yang terbaik, atau mengalahkan pesaing. Sebaliknya, dengan mentalitas ini, bisnis menetapkan goal yang lebih memberikan kebaikan jangka panjang pada bisnis tersebut.
Beberapa pemikiran yang mencerminkan mentalitas āinfiniteā dalam bisnis antara lain: memiliki Just Cause atau visi yang idealis, membangun tim yang percaya, mempelajari rival yang berharga, memiliki fleksibilitas, dan memiliki keberanian dalam melangkah.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Maria, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya