
The 7 Habits of Highly Effective People
Stephen R. Covey
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
ring 6
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Ian merasa dirinya orang yang ceroboh, yang setiap kali membuat keputusan selalu tidak tepat, yang membuatnya harus menderita kerugian, baik energi, uang, maupun pikiran. Terkadang, dia mengambil keputusan yang justru membuatnya repot sendiri. Seperti saat baterai gadgetnya rusak sehingga cepat lowbat tapi dia terus menunda membeli gadget baru.
Suatu malam, dia pulang kantor jam 12 malam. Di tengah jalan, kendaraannya mogok, yang membuatnya harus membawanya ke bengkel. Tapi, sudah tidak ada bengkel yang buka, juga sudah tidak ada kendaraan yang lewat. Mau membetulkan kendaraannya tapi bengkel tutup. Mau pulang, tak ada kendaraan. Mau menelpon orang rumah untuk menjemput pun, baterai gadgetnya lowbat. Sehingga, dirinya harus ke sana-kemari untuk meminta bantuan orang lain, yang justru menguras energinya.
Setelah kejadian itu, barulah dia tersadar bahwa keputusannya untuk tidak segera membeli gadget baru sangatlah tidak efektif.
Celakanya, itu baru satu keputusan. Belum keputusan-keputusan lain yang juga tidak ia perhitungkan dengan baik.
Oleh karena itulah, dia ingin bisa menjadi orang yang efektif. Keinginan itu mendorongnya untuk mempelajari buku “The 7 Habits of Highly Effective People” karya Stephen R. Covey.
Membaca judulnya, ia tahu bahwa buku ini akan memberinya insight untuk bisa bertindak dengan efektif dalam menjalani kehidupannya.
Yuk, mari kita temani perjalanannya dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Setiap orang tentu ingin sukses, di mana definisi sukses di sini berbeda-beda tergantung pada masing-masing orang. Dan, kalau bicara kesuksesan, maka salah satu kemampuan yang dibutuhkan untuk bisa sukses adalah bertindak dengan efektif.
Dengan bertindak dengan efektif, maka seseorang bisa menempuh jalur termudah & tercepat untuk mencapai kesuksesan mereka. Bertindak dengan efektif juga menjadikan kita mampu menghindari, mencegah, ataupun mengatasi hambatan yang muncul di tengah perjalanan menuju sukses.
Tapi masalahnya, tak banyak orang yang tahu bagaimana cara agar bisa bertindak dengan efektif. Di tengah kebingungan itu, mereka mencari-cari jalan pintas untuk mencapai kesuksesan. Tapi seringkali, jalan tersebut hanya memberikan efek jangka pendek, yang disebabkan karena jalan tersebut memang jalan artifisial alias buatan, yang tidak menyentuh fondasi pencapaian kesuksesan.
Jalan itu ibarat obat penenang, yang hanya memberikan efek menenangkan yang sementara tanpa bisa menyembuhkan.
Sebagai contoh, seorang politikus yang sedang berkampanye. Si politikus ini sebetulnya tidak terlalu suka dengan isu-isu sosial. Tapi, demi meraih suara, dia terpaksa harus melakukan cara-cara yang bisa membuat para pemilih tertarik untuk memilihnya, mulai dari memberikan sembako gratis, mendadak mengunjungi masyarakat di tempat dia mencalonkan diri, mendadak memberikan perhatian pada masyarakat setempat, dst.
Mungkin cara-cara itu berhasil mengantarkannya dipilih menjadi wakil rakyat atau pemimpin. Tapi, karena cara-cara itu bertentangan dengan karakternya yang sesungguhnya, maka saat dia terpilih, lama-kelamaan dia akan memperlihatkan karakter aslinya kepada masyarakat yang memilihnya. Dan, ini akan membuat masyarakat yang telah memilihnya kecewa dan tidak memilihnya lagi di pemilihan berikutnya.
Nah, apa yang dibutuhkan untuk bisa bertindak efektif bukanlah cara-cara artifisial seperti itu, melainkan dengan membangun berbagai karakter yang memang bisa memastikan kita bertindak efektif dalam mencapai kesuksesan kita. Dan inilah inti dari buku ini. Buku ini mengupas 7 kebiasaan yang dibutuhkan agar bisa bertindak dengan efektif. Tujuh kebiasaan ini merupakan turunan dari berbagai karakter yang secara ilmiah memang dibutuhkan untuk bisa bertindak dengan efektif.
Ring 2 - Apa Kebiasaan Pertama yang Menjadikan Kita Bertindak Efektif menurut Buku Ini?
Kebiasaan yang pertama adalah kebiasaan proaktif. Proaktif berarti kita memiliki inisiatif dalam mengatasi masalah kita, juga memiliki inisiatif untuk menggagas ide yang bisa mengantarkan kita pada kesuksesan.
Secara alami, manusia memiliki kemampuan ini karena kemampuan ini berasal dari salah satu ciri manusia yakni memiliki kehendak bebas (free will) dan kesadaran diri (self-awareness).
Ya, salah satu yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya adalah manusia memiliki kehendak bebas dan kesadaran diri, sedangkan makhluk lain tidak.
Dengan kesadaran diri, manusia mampu mengobservasi, mengevaluasi, dan menilai pikiran, emosi, sikap, dan tindakannya. Kita bukanlah apa yang kita pikirkan. Kita bisa memisahkan diri dan menilai dengan objektif pemikiran kita.
Nah dengan kemampuan ini (self-awareness), kita bisa menilai persepsi dan respons kita atas sebuah kejadian.
Sedangkan dengan free will, kita bisa dengan sengaja memilih respons kita sesuai kehendak kita.
Contoh, dalam menghadapi situasi covid. Banyak orang yang merasa tidak berdaya dan hanya menyalahkan negara Cina sebagai biang kemunculan dari wabah ini. Tapi bagi orang yang proaktif, dia akan mengobservasi pemikirannya. Dia akan bertanya apakah persepsinya benar bahwa yang patut disalahkan sepenuhnya adalah negara Cina? Dia juga akan mengobservasi perasaannya dalam menghadapi situasi covid. Dia akan bertanya, apakah aku panik? Takut? Marah? Kalau ya, bagaimana respons yang tepat? Apakah panik, takut, dan marah bisa menyelesaikan masalah? Apakah dengan membesar-besarkan perasaan-perasaan itu saya bisa terhindar dari covid?
Lebih jauh, bukan hanya mengobservasi pikiran & perasaannya, dia juga akan menggunakan kehendak bebasnya untuk memilih respons yang tepat agar bisa terhindar dari wabah ini.
Sedangkan orang yang tidak proaktif, dia akan merasa tidak berdaya menghadapi situasi covid. Dia hanya akan menyalahkan pihak lain dan menuntut pihak lain untuk menyelesaikan masalah. Ketika disodorkan berbagai cara kepadanya agar bisa terhindar dari covid, dia akan menunjuk kekurangan/kelemahan dari cara-cara itu.
Misal, ketika dokter menyarankannya untuk memakai masker, dia akan berkata, “Sesak napas dong, dok, kalau pakai masker terus. Ntar wajahku juga jerawatan.”
Dalam buku ini, penulisnya menjelaskan bahwa pada intinya, orang yang proaktif fokus pada circle of influence, pada bagaimana tindakannya bisa mempengaruhi keadaan. Sedangkan orang yang tidak proaktif (dalam buku ini penulisnya menyebutnya sebagai orang yang reaktif) lebih fokus pada circle of concern, yakni pada kelemahan & kekurangan yang membuat mereka merasa tidak berdaya mempengaruhi keadaan.
Di samping itu, penulisnya juga menjelaskan 3 kondisi yang menuntut sikap proaktif yang berbeda:
1. Direct control
Yakni kondisi yang melibatkan perilaku kita secara langsung. Mungkin perilaku kitalah yang melahirkan kondisi tersebut. Nah untuk mengatasi masalah ini, sikap proaktif yang bisa kita lakukan adalah mengubah perilaku kita.
2. Indirect control
Yakni situasi yang melibatkan perilaku orang lain. Mungkin orang lainlah yang menjadi penyebab munculnya situasi tersebut. Nah untuk mengatasi masalah ini, sikap proaktif bisa dilakukan dengan mengubah metode kita dalam mempengaruhi orang tersebut agar mau mengubah perilakunya.
3. No control
Yakni situasi yang kita tidak memiliki kuasa untuk mengendalikannya. Seperti misalnya, kematian orangtua atau seseorang yang kita cintai. Orang yang proaktif akan menghadapi masalah seperti ini dengan menerima dengan ikhlas, berlapang dada, tabah, dan berusaha move on setelah berduka.
Ring 3 - Apa Kebiasaan Kedua yang Menjadikan Kita bisa Bertindak Efektif menurut Buku Ini?
Kebiasaan yang kedua adalah memulai dari akhir dalam pikiran. Ibarat membangun rumah, memulai dari akhir dalam pikiran ibarat cetak biru/blueprint dari rumah tersebut.
Ya, sebelum membangun rumah, agar rumah yang kita bangun terstruktur rapi, enak dipandang, dan memiliki konstruksi yang aman, kita perlu merancangnya terlebih dulu. Kita perlu menggambar denah rumah tersebut, bentuknya seperti apa, luasnya berapa, apa rangka yang akan digunakan (apakah kayu atau rangka baja), bagaimana jenis fondasinya, bagaimana bentuk atapnya, dan seterusnya.
Tanpa perencanaan matang dan detail ini, juga tanpa perhitungan yang tepat, maka rumah yang kita bangun akan dibangun seadanya. Mungkin bentuknya tidak beraturan, konstruksinya rapuh, gentengnya bocor, dst.
Meraih sukses pun sama. Agar tindakan kita bisa efektif dalam meraih sukses, kita perlu merancang terlebih dulu kesuksesan seperti apa yang kita inginkan.
Dalam buku ini, penulisnya menjelaskan lebih jauh bahwa idealnya, setiap tindakan kita bermuara pada nilai/value yang kita junjung tinggi. Ini berarti, kita perlu memulai setiap tindakan kita dari value kita. Value ini akan menjadi patokan sekaligus tujuan akhir bagi tindakan-tindakan kita.
Contohnya, menurut Anda, hal yang paling penting di dunia ini adalah keluarga. Maka, idealnya, dalam mencapai goal Anda, Anda perlu memulainya dari menyelaraskan goal Anda dengan value Anda (keluarga). Kalau goal Anda adalah naik jabatan karir, Anda bisa meniatkan bahwa Anda akan mengejar goal itu demi membahagiakan keluarga Anda.
Kalau misalkan value Anda adalah kesenangan Anda pribadi, maka dalam mencapai goal Anda (yakni naik jabatan karir, Anda bisa meniatkan bahwa Anda akan mengejar goal itu demi bisa menyenangkan diri Anda sendiri).
Dengan menjadikan value kita sebagai patokan sekaligus tujuan akhir (yang kita tentukan di awal), pertama kita jadi lebih termotivasi untuk mengejar goal kita. Kedua, tindakan-tindakan kita juga jadi lebih terarah.
Apa yang perlu diperhatikan adalah, menurut penulis buku ini, idealnya value yang kita junjung tinggi adalah yang sesuai dengan prinsip (alias hukum alam dan logika). Karena, hanya dengan mengikuti prinsip/hukum alamlah kita akan bisa menemukan kebahagiaan, ketenangan, dan kepuasan yang bertahan lama.
Bandingkan dua hal ini, mana yang lebih membuat Anda tenang & happy:
Pertama, Anda menjunjung tinggi relasi Anda dengan pasangan. Pokoknya, dalam hidup Anda, Anda merasa pasanganlah yang terpenting. Bahkan, Anda merasa, hidup Anda hanyalah untuk pasangan Anda.
Sehingga, apapun yang Anda lakukan Anda lakukan demi pasangan Anda. Ini bisa membuat Anda menderita kalau ternyata pasangan Anda tidak setia, tidak membalas cinta Anda dengan sepenuhnya, atau kalau ternyata setelah pengorbanan besar Anda pasangan Anda meninggal sebelum Anda bisa menikmatinya bersama pasangan Anda.
Kedua, Anda menjunjung tinggi prinsip atau logika Anda. Dan, menurut logika Anda, Anda perlu memprioritaskan pasangan Anda. Tapi, prioritas ini tidak berlebihan dan masih dalam batas wajar.
Kalau pasangan Anda pergi meninggalkan Anda, maka Anda tidak akan terpuruk. Anda akan menggunakan logika Anda dalam merespons apa yang Anda alami. Mungkin Anda akan sedih dan kecewa. Tapi, Anda akan bisa bangkit lagi dan move on dari pasangan Anda.
Nah, dari dua kasus di atas, tentu yang kedualah yang akan lebih menenangkan & membahagiakan Anda, betul?
So, jadikan selalu prinsip/hukum alam/logika sebagai tujuan akhir Anda. Anda boleh memiliki keinginan apapun dan tujuan apapun. Tapi yang pasti, jangan terobsesi pada keinginan atau tujuan itu. Selalu libatkan logika Anda dalam meraih keinginan tersebut.
Ring 4 - Apa Kebiasaan Ketiga yang Menjadikan Kita Bertindak Efektif menurut Buku Ini?
Kebiasaan selanjutnya adalah, letakkan hal utama di awal. Dalam kata lain, prioritaskan selalu hal yang utama.
Hal yang utama itu apa? Tentu berbeda-beda tergantung tujuan kita. Kalau tujuan Anda adalah mendapatkan kekayaan tentu hal utama yang harus Anda lakukan untuk mencapai tujuan itu berbeda dengan jika tujuan Anda adalah menjadi orangtua yang baik.
Tapi meskipun berbeda-beda, ada patokan yang sama untuk bisa menentukannya, yakni dengan Kuadran Eisenhower. Kuadran ini terdiri dari:
- Aktivitas/hal yang penting dan mendesak
- Aktivitas/hal yang penting dan tidak mendesak
- Aktivitas/hal yang tidak penting tapi mendesak
- Aktivitas/hal yang tidak penting dan tidak mendesak
Nah, yang perlu Anda prioritaskan adalah aktivitas atau hal-hal di kuadran kedua. Karena dengan memprioritaskan aktivitas-aktivitas di kuadran ini, Anda akan terhindar dari aktivitas-aktivitas di kuadran pertama yang menghambat efektivitas Anda.
Sebagai contoh, Anda punya kendaraan. Kalau Anda orang yang efektif, Anda akan secara rutin mengganti oli kendaraan Anda dan membawanya ke bengkel untuk diservis secara rutin.
Dengan mengganti oli & juga melakukan servis secara berkala, kendaraan Anda akan terhindar dari mogok, sehingga Anda tidak perlu membawanya ke bengkel secara mendadak.
Di sini, aktivitas mengganti oli & menservis kendaraan Anda secara berkala adalah aktivitas penting tapi tidak mendesak Anda. Anda tidak urgent mengganti oli Anda. Tapi, kalau Anda tidak melakukannya secara rutin, maka kendaraan Anda bisa rusak, yang membuat Anda harus mendadak membawanya ke bengkel. Bagaimana kalau rusaknya pas saat Anda pergi ke tempat pelosok yang jarang ada bengkel? Tentu, ini akan menyulitkan Anda, bukan?
Contoh kedua, Anda secara rutin berolahraga, tidur malam yang cukup, dan menjaga pola makan. Dengan ketiga kebiasaan itu, Anda terhindar dari penyakit, yang membuat Anda harus pergi ke dokter mendadak.
Nah di sini, rutin berolahraga, tidur malam yang cukup, dan menjaga pola makan adalah aktivitas yang penting tapi tidak urgent. Kalau Anda tidak rutin melakukan hal ini, maka sangat mungkin tubuh Anda sakit dan Anda harus mendadak pergi ke dokter. Dalam kata lain, Anda akan terjebak pada aktivitas yang penting & urgent, yang menghambat efektivitas Anda.
Untuk kuadran ketiga dan keempat, jelas, ya, kedua kuadran itu tidak perlu diprioritaskan. Pokoknya, sekali lagi, aktivitas atau hal yang perlu Anda prioritaskan adalah aktivitas di kuardan kedua, yakni aktivitas yang penting tapi tidak urgent.
Ring 5 - Apa Kebiasaan Keempat, Kelima, Keenam, dan Ketujuh yang Menjadikan Kita Bertindak Efektif menurut Buku Ini?
4. Berpikir menang-menang
Ini berarti, dalam berinteraksi dengan orang lain, kita perlu mencapai solusi yang menguntungkan kedua belah pihak atau lebih. Kalau kita hanya ingin menguntungkan diri kita dan merugikan pihak lain, maka ini akan membuat pihak lain tidak puas. Dan, ketidakpuasan ini akan bisa mengganggu diri kita.
Begitu juga jika kita mengalah dan membiarkan pihak lain menang. Ini juga akan membuat kita sengsara.
Oleh karena itu, pilihan paling tepat adalah mengutamakan kemenangan kedua belah pihak atau lebih. Dengan mengutamakan kemenangan kedua belah pihak, maka semua merasa puas. Di samping itu, kedua belah pihak juga bisa menjalin kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
5. Memahami lebih dulu baru dipahami
Agar orang lain bisa memahami kita, kita perlu memahaminya lebih dulu. Sikap ini juga menjadikan Anda lebih efektif, karena dengan sikap ini, Anda bisa mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang Anda inginkan.
6. Bersinergi
Bersinergi bisa diartikan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Nah ini besar kaitannya dengan berpikir menang-menang.
Implementasi dari berpikir menang-menang adalah bersinergi. Yakni, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Misal di kantor, Anda bekerja sebagai staf pengadaan & logistik. Sedangkan teman Anda bekerja sebagai auditor. Nah kedua pekerjaan ini mungkin akan sering berbenturan akibat kewaspadaan dan kehati-hatian staf auditor di satu sisi, dan perasaan merasa dicurigai di sisi lain (sisi staf pengadaan).
Untuk bisa bekerja dengan baik, keduanya perlu bersikap kooperatif & bersinergi. Keduanya perlu bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Staf pengadaan perlu transparan dan staf auditor perlu menunjukkan rasa percaya terhadap temannya.
7. Mengasah gergaji/penyegaran
Ini berarti, kita mengasah kemampuan kita secara rutin. Ini juga bisa berarti menyegarkan kembali diri kita.
Kita memiliki 4 elemen yang menentukan tindakan dan keputusan kita. Yakni fisik, emosi, pikiran/mental, dan spiritual. Nah, untuk menyegarkan kembali diri kita, kita perlu menjaga fisik, mengasah mental, mengatur emosi, dan memelihara spiritual kita.
Ring 6 - Apakah Hanya Ada 7 Kebiasaan yang bisa Membuat Kita Bertindak Efektif? Bagaimana dengan Kebiasaan Positif Lainnya?
Di Ring 1 sudah disebutkan bahwa 7 kebiasaan barusan merupakan turunan dari berbagai karakter yang secara ilmiah memang dibutuhkan untuk bisa bertindak efektif.
Mari kita garis-bawahi kata “ilmiah” di sini. Penulis buku ini mengklaim bahwa secara ilmiah, ada beberapa karakter dasar yang menjadi fondasi kesuksesan dan bertindak efektif, antara lain: integritas, kerendahan hati, kesetiaan, keberanian, keadilan, kesabaran, dan ketekunan. Klaim ilmiah dia dapatkan setelah dia mengadakan studi selama 20 tahun untuk meneliti apa fondasi utama dari kesuksesan & tindakan yang efektif.
Nah dari karakter-karakter tersebutlah, 7 kebiasaan ini muncul. Tujuh kebiasaan ini merangkum semua karakter dasar yang dibutuhkan untuk sukses.
Adapun kalau Anda menemukan kebiasaan positif lain yang juga menjadikan Anda efektif, bisa dipastikan kebiasaan itu merupakan turunan dari 7 kebiasaan ini.
Mungkin Anda berpikir bahwa kebiasaan bertanggung jawab juga dibutuhkan agar bisa bertindak efektif. Tapi, kebiasaan bertanggung jawab merupakan turunan dari kebiasaan proaktif.
Stephen R. Covey merupakan seorang penulis, pebisnis, pembicara, dan pendidik. Pada tahun 1996, majalah Time memasukkannya pada daftar 25 orang paling berpengaruh. Dia juga merupakan seorang profesor di Jon M. Huntsman School of Business, di Utah State University.
Demikianlah bagaimana perjalanan Ian. Kini, setelah membaca buku “The 7 Habits of Highly Effective People”, ia mendapatkan berbagai insight yang membantunya bertindak dengan efektif. Beberapa di antaranya adalah:
- Untuk bisa bertindak efektif, yang dibutuhkan bukanlah cara-cara artifisial melainkan dengan membangun berbagai karakter yang memang bisa memastikan kita bertindak efektif dalam mencapai kesuksesan kita.
- Untuk bisa bertindak efektif, kita perlu berpegang pada prinsip/hukum alam dan logika. Kita harus bertindak sesuai prinsip, bukan melawan prinsip.
- 7 kebiasaan yang menjadikan kita orang yang efektif antara lain: bersikap proaktif, memulai dengan akhir dalam pikiran, utamakan yang utama, berpikir menang-menang, pahami dulu baru dipahami, bersinergi, dan mengasah gergaji.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Ian, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
