Out of Your Comfort Zone: Breaking Boundaries for a Life Beyond Limits
Emma Mardlin
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Suatu hari, Nabil mendapatkan tawaran untuk menduduki jabatan penting di perusahaan tempat ia bekerja. Di satu sisi, ia sangat senang dengan tawaran itu. Tentu, ia sangat bangga dengan dirinya. Karena, tawaran itu membuktikan kalau kinerjanya bagus dan diakui. Akan tetapi, di sisi lain, dia sangat takut menerima tawaran itu. Rasanya langsung mual ketika atasannya mengabarkan tawaran tersebut kepadanya. Keringat dingin langsung muncul dan detak jantungnya bekerja semakin cepat. Pokoknya, rasanya campur aduk.
Banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya, seperti bagaimana kalau nanti saya gagal? Bagaimana kalau ada kolega yang tidak suka? Bagaimana kalau atasan nanti kecewa dengan kerja saya? Dan sebagainya.
Seolah mendengar pertanyaan-pertanyaan itu dari hati Nabil, atasannya langsung menasihatinya bahwa dia hanya perlu mencoba, karena kalau berani mencoba, meskipun gagal dia akan mendapatkan pembelajaran. Sebaliknya, kalau dia tidak berani mencoba, dia tidak akan mendapatkan apa-apa.
Dia pun mengapresiasi nasihat atasannya itu dan bertekad untuk menerima tawaran tersebut. Kemudian, demi membekali dirinya agar berani menghadapi tantangan di posisi baru, dia pun membaca buku “Out of Comfort Zone: Breaking Boundaries for a Life Beyond Limits” karya Emma Mardlin.
Dari judulnya, dia paham bahwa buku itu akan memberikan banyak insight bagaimana agar berani keluar dari zona nyaman. Oleh karena itu, dia pun segera membacanya hingga selesai.
Nah BaRing berikut ini adalah perjalanan Nabil dalam mencari insight di buku “Out of Comfort Zone.”
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Banyak orang yang tanpa sadar menganggap bahwa keluar dari zona nyaman hanyalah mencari masalah. “Hidup sudah enak, sudah nyaman, kok malah cari perkara di luar sana.” Begitu pikir mereka. Dan, mereka berpikir bahwa jauh lebih baik hidup “nerimo” dan tak usah macam-macam.
Akan tetapi, kalau kita mau merenung sejenak, keluar dari zona nyaman merupakan keharusan. Karena, dunia terus berubah. Begitu juga dengan kenyamanan yang kita rasakan saat ini. Mungkin saat ini zona nyaman kita masih terasa nyaman. Tapi, tidak ada yang bisa menjamin bahwa besok-besok tempat itu masih nyaman. Sangat mungkin, besok-besok tempat itu berubah menjadi tidak nyaman dan tidak aman lagi bagi diri kita. Membiasakan diri untuk keluar dari zona nyaman akan membuat kita jauh lebih siap dalam menghadapi perubahan yang terjadi pada zona nyaman kita. Membiasakan diri keluar dari zona nyaman akan menghindarkan kita dari kegagapan dalam menghadapi perubahan yang ada. Kita akan bisa menghadapi perubahan dengan lebih santai dan berhasil karena kita telah mengakumulasi skill & pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan itu.
Masalahnya adalah, keluar dari zona nyaman bukanlah hal yang mudah. Bagi banyak orang, ini menakutkan. Karena, kita tidak tahu situasi di luar sana, apa saja tantangannya, apa saja bahayanya, bisakah kita menghadapi tantangan-tantangan itu, dan punyakah kita kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Dan, rasa takut ini menjadi faktor utama kenapa banyak orang tidak bersedia keluar dari zona nyaman.
Para pakar psikologi yang menganut aliran behavioris berpendapat bahwa karena sumber penyebab keengganan untuk keluar dari zona nyaman adalah rasa takut akan tantangan, maka untuk mengatasinya adalah dengan sedikit demi sedikit membiasakan diri untuk memaparkan diri kita pada tantangan-tantangan di luar zona nyaman. Prinsip para penganut behaviorisme dalam hal ini adalah: “Lakukan setiap hari sesuatu yang membuat Anda takut.”
Menurut mereka, tidak ada gunanya untuk memberikan motivasi berupa ucapan-ucapan positif yang memberitahukan bahwa tantangan tidaklah menakutkan. Karena menurut mereka, sumber masalahnya bukanlah pada mindset dan keyakinan bawah sadar. Oleh karenanya, menurut mereka, solusinya adalah cukup dengan memaparkan diri kita pada tantangan yang kita takuti.
Tapi kalau ditelusuri lebih lanjut, sebetulnya kebanyakan rasa takut yang muncul dalam diri kita bukanlah muncul dengan sendirinya, melainkan karena mindset, persepsi, atau keyakinan yang keliru tentang tantangan.
Sebagai contoh, seseorang yang fobia sosial (yakni seseorang yang takut akan situasi sosial dan takut berinteraksi dengan orang lain) mungkin memiliki persepsi bahwa orang lain sangatlah berbahaya, orang lain berpotensi mempermalukan dan menjatuhkan harga dirinya di depan umum. Ini adalah persepsi yang dalam banyak kasus keliru. Karena, tidak setiap orang sejahat yang dibayangkannya. Oleh karena itu, untuk menghilangkan rasa takut akan situasi sosial, pertama-tama dia perlu mengubah persepsinya tentang orang lain menjadi lebih positif.
Barulah setelah persepsinya berubah dan rasa takutnya akan orang lain sedikit memudar, dia bisa melakukan “terapi paparan” dengan memaparkan dirinya (setahap demi setahap) pada situasi sosial atau berinteraksi dengan orang lain.
Nah buku ini mendampingi kita dalam melatih diri kita untuk berani keluar dari zona nyaman dengan prinsip utama mengubah persepsi negatif tentang tantangan yang membuat kita takut menjadi persepsi yang lebih positif dan membuat kita lebih berani.
Sepanjang buku ini, penulis memaparkan berbagai cara untuk mengubah persepsi dan menghilangkan rasa takut kita akan tantangan.
Ring 2 - Bagaimana Pikiran bisa Melahirkan Rasa Takut yang Irasional?
Pada dasarnya, rasa takut merupakan mekanisme pertahanan yang alami dalam diri kita. Mekanisme ini diturunkan dari nenek moyang kita di zaman purba dulu.
Di zaman purba di mana kehidupan manusia berdampingan langsung dengan alam liar, ancaman binatang buas selalu dijumpai setiap saat. Oleh karena itu, untuk bisa menghindarkan diri dari ancaman tersebut dan bertahan hidup, manusia mengembangkan sebuah insting untuk menghindar atau melawan ketika ancaman muncul. Nah, insting ini berupa timbulnya rasa takut ketika mereka berjumpa dengan hal-hal yang mengancam jiwa mereka seperti binatang buas dan bencana alam.
Dengan insting ini, manusia bisa bertindak dengan refleks (dengan refleks berlari atau melawan) ketika berjumpa dengan ancaman tanpa perlu berpikir lebih dulu apa yang harus dilakukan. Dengan begitu, tingkat survival/keselamatan mereka jauh lebih besar dibanding sebelum mereka mengembangkan insting tersebut.
Oleh karena itu, sebetulnya rasa takut memiliki peran penting bagi diri kita. Kita membutuhkan rasa takut agar kita terhindar dari hal-hal yang membahayakan diri kita. Bayangkan jika kita tidak punya rasa takut, maka saat ada ular kobra masuk rumah, mungkin kita malah akan mendekatinya. Atau, saat ada petir menyambar, kita malah asyik menontonnya di luar.
Nah di zaman modern seperti sekarang di mana tantangan dalam kehidupan manusia sebagian besar sudah bukan lagi alam liar melainkan tantangan sosial dan ekonomi, insting takut masihlah ada. Ketika kita menghadapi hal-hal yang mengancam diri kita seperti mengancam harga diri kita, mengancam keuangan kita, mengancam posisi kita di tempat kerja, dan sebagainya, rasa takut muncul dalam diri kita. Dan, rasa takut ini tidak bisa dihadapi dengan lari atau melawan.
Sebetulnya, rasa takut ini wajar dan mendorong kita untuk mempersiapkan diri dan membekali diri dengan berbagai kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Akan tetapi akan menjadi masalah ketika rasa takut ini berlebihan sampai menjadi rasa takut yang irasional/tidak masuk akal.
Ketika ancaman muncul, hal tersebut mengaktifkan amygdala, bagian otak yang berperan dalam respons emosi. Tetapi ketika kita mengalami rasa takut yang irrasional, peran amygdala diambil alih oleh bagian otak yang lain yang disebut hippocampus, yang berperan dalam menyimpan dan memproses memori. Alasan kenapa bagian otak ini teraktifkan ketika kita mengalami ketakutan yang irrasional adalah kebanyakan rasa takut yang irrasional berasal dari memori, terutama ingatan yang traumatis.
Hippocampus kemudian meneruskan sinyal takut tersebut kepada amygdala, yang melakukan tugasnya untuk membangkitkan respons emosional terhadap rasa takut itu, yang pada akhirnya membangkitkan respons kimia dengan membanjiri tubuh kita dengan adrenalin dan kortisol. Dan, kita mengalami efek fisik yang berkaitan dengan rasa takut seperti cemas, susah konsentrasi, panik, diare, dan seterusnya.
Lalu bagaimana rasa takut yang irrasional bisa muncul?
Untuk menjelaskannya, mari kita kenali dulu bagaimana mekanisme tubuh merespons rasa takut yang alami. Ketika kita menghadapi ancaman yang melahirkan rasa takut yang alami, bagian otak yang paling utama merespons rasa takut tersebut adalah amygdala. Dengan aktifnya amygdala, maka amygdala membangkitkan respons kimia, dengan membanjiri tubuh kita dengan adrenalin dan kortisol, yang menyebabkan kita cemas, susah konsentrasi, serangan panik, diare, perut mulas, dst.
Rasa takut irrasional muncul ketika situasi yang kita hadapi bukannya langsung diteruskan ke amygdala melainkan ke hippocampus yang berperan dalam menyimpan dan memproses memori. Hal ini membangkitkan ingatan kita tentang pengalaman tertentu (seringnya pengalaman traumatis) yang pernah kita alami dan berkaitan dengan situasi yang sedang kita hadapi.
Sebagai contoh, bagi sebagian besar orang, nasi bukanlah hal yang menakutkan. Tapi bagi orang yang fobia nasi, nasi bisa membangkitkan rasa takut yang membuatnya cemas bahkan panik. Nah, fobia nasi bisa muncul karena pengalaman buruk masa lalu yang berkaitan dengan nasi.
Tetapi perlu dicatat di sini bahwa memori/ingatan yang membangkitkan rasa takut yang irrasional bukan hanya memori tentang pengalaman traumatis. Ada beberapa memori lain yang juga menyebabkan rasa takut yang irrasional, di antaranya:
-Rasa takut yang berasal dari pendidikan orangtua/masyarakat
Contohnya adalah rasa takut pada hantu dan tempat angker. Rasa takut ini irrasional karena hantu dan tempat angker juga irrasional. Akan tetapi bagi banyak orang, rasa takut ini tetap ada meskipun mereka sudah tidak percaya hantu.
-Rasa takut yang berasal dari pengalaman orang lain
Contoh, karena sering mendengar berita hoax bahwa meminum jus setelah makan seafood bisa mengakibatkan keracunan, maka seseorang jadi takut makan seafood dan minum jus jeruk.
Oleh karenanya, prinsip untuk menghilangkan rasa takut yang irrasional adalah dengan menghilangkan pikiran-pikiran/persepsi-persepsi negatif yang membuat kita takut.
Ring 3 - Bagaimana Strategi untuk Mengatasi Rasa Takut yang Irasional?
Di Ring 2 sudah dijelaskan bahwa prinsip untuk menghilangkan rasa takut yang irrasional adalah dengan menghilangkan pikiran-pikiran/persepsi-persepsi negatif yang membuat kita takut. Akan tetapi, sebelum mengubah pikiran-pikiran tersebut, ada baiknya jika kita memulainya dengan “pemanasan” terlebih dulu. “Pemanasan” ini akan membantu kita lebih tenang dan berpikir jernih, sehingga bisa fokus melakukan langkah selanjutnya dengan baik. So, langkah pertamanya adalah:
1. Pemanasan/warm-up
Untuk melakukan pemanasan ini, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah breathing technique alias teknik pernapasan. Berikut cara melakukannya:
Tarik napas dalam melalui hidung kemudian hembuskan perlahan-lahan melalui mulut. Ulangi selama 5 menit.
Kemudian, tarik dan hembuskan napas dengan cepat melalui hidung, menggunakan abdomen/perut sebagai pemompa. Ulangi 5 menit.
Kemudian, posisikan diri dalam posisi rileks, perhatikan sensasi yang ada di seluruh tubuh Anda.
Nah, teknik ini bisa dilakukan saat Anda mengalami rasa takut yang irrasional seperti saat maju ke atas panggung, untuk menghilangkan kepanikan, misalnya.
2. Mengubah cara berpikir kita
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengubah persepsi/pemikiran kita tentang suatu hal. Berikut ini beberapa di antaranya:
a. Reframing
Ini berarti memaknai sesuatu melalui frame/bingkai yang berbeda dari sebelumnya. Sebagai contoh, salah satu pasien dari penulis buku ini mengalami depresi, di mana dia takut menjalani kehidupan tetapi juga takut menghadapi kematian.
Dengan teknik “reframing”, penulis buku ini mengubah persepsi pasiennya dengan mengatakan: “Bagus! Paling tidak Anda tidak dalam risiko bunuh diri. Menurut saya, itu merupakan fobia yang bermanfaat dalam konteks Anda.”
Dengan ucapan seperti itu, si pasien lebih berani menghadapi kehidupan.
b. Menghilangkan self-talk “bagaimana jika…?”
Salah satu penyebab yang membangkitkan rasa takut irrasional dalam diri kita adalah pertanyaan “bagaimana jika….?” atau “bagaimana kalau….?”
Misal, saat Anda maju ke atas panggung, kemudian muncul pertanyaan “Bagaimana kalau nanti salah ngomong?”, “Bagaimana kalau nanti banyak orang yang menyoraki?”
Nah, untuk mengatasinya, lakukan cara berikut:
- Tulis semua pertanyaan “bagaimana jika…” yang sering berputar di benak Anda saat Anda menghadapi situasi yang menakutkan Anda.
Kalau Anda paling takut dengan situasi sosial, tuliskan pertanyaan “bagaimana jika….” seandainya Anda ada dalam situasi sosial seperti maju ke atas panggung. Sebagai contoh, Anda menuliskan pertanyaan: “Bagaimana kalau nanti salah ngomong?”
- Kemudian tanyakan kepada diri Anda “Apa hal terburuk yang mungkin terjadi kalau…..?” Dalam konteks maju ke atas panggung, pertanyaannya bisa “Apa hal terburuk kalau nanti saya salah ngomong?”
- Kemudian, jawab pertanyaan itu dengan jawaban yang jujur.
- Kemudian, lanjutkan dengan pertanyaan “Apakah hal terburuk itu sangat berpengaruh bagi kehidupan saya?” Dan, jawab dengan jujur. Kemungkinan besar, dari jawaban Anda, Anda akan mendapati bahwa akibat salah ngomong di atas panggung tidak akan menjadi persoalan serius yang menghancurkan hidup Anda. Dan, dengan jawaban seperti ini, maka Anda akan menjadi lebih tenang. Persepsi Anda tentang salah ngomong akan berubah. Awalnya Anda membesar-besarkan akibatnya, sekarang Anda menganggapnya hal kecil.
- Langkah selanjutnya, balik pertanyaan pertama Anda dengan pertanyaan yang lebih positif. Misal “Bagaimana kalau nanti saya ngomong sangat lancar?”
c. Mencontoh/memodel orang lain
Cari tokoh yang Anda sukai dan memiliki kepercayaan dan keberanian diri yang tinggi. Kemudian, ikuti gesture dan gaya orang tersebut. Ikuti bagaimana cara dia berbicara, cara dia menghadapi masalah, ikuti bagaimana cara dia menghadapi ancaman, dst.
Ketika kita berpura-pura menjadi sesuatu/seseorang yang bukan diri kita, maka lama-lama sifat dan cara berpikir orang tersebut akan melekat dalam diri kita.
Emma Mardlin terkenal karena pencapaiannya yang luar biasa dalam membantu banyak orang mencapai apa yang dianggap mustahil. Ia juga merupakan seorang psikoterapis berkualifikasi yang secara resmi memegang gelar PhD dalam terapi klinis. Dia dikenal dengan pendekatannya yang unik dan holistik dalam semua pekerjaannya, baik dalam membuat tulisan, memberikan konsultasi, pelatihan, maupun dalam penelitiannya.
Setelah membaca buku “Out of Your Comfort Zone”, Nabil pun mendapatkan banyak insight yang bisa digunakannya untuk menghadapi tantangan di zona baru. Beberapa insight tersebut di antaranya:
1. Salah satu faktor utama penyebab keengganan untuk keluar dari zona nyaman adalah rasa takut akan zona baru.
2. Perasaan takut adalah mekanisme pertahanan diri yang alami dan diturunkan dari nenek moyang kita. Dengan rasa takut, maka kita terdorong untuk menghindari hal-hal yang mengancam nyawa kita seperti binatang buas dan bencana alam.
3. Meskipun perasaan takut adalah alami, akan tetapi ada perasaan takut yang irrasional, yang datang dari pikiran-pikiran irriasonal kita. Seperti misalnya, rasa takut akan hantu dan tempat angker, rasa takut pada nasi, rasa takut pada rambutan, dan sebagainya.
4. Beberapa pemikiran yang bisa menimbulkan ketakutan irrasional antara lain datang dari: pengalaman traumatis masa lalu, pengajaran/pendidikan orangtua dan masyarakat, dan pengalaman menakutkan orang lain yang terus-menerus kita dengar.
5. Prinsip utama untuk menghilangkan rasa takut irrasional adalah dengan menghilangkan pikiran-pikiran irrasional yang melahirkan rasa takut itu.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Nabil, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Dan, jika Anda ingin mempelajari buku “Out of Your Comfort Zone” lebih dalam lagi, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya