TRANSPARENCY (How Leaders Create a Culture of Candor)
Warren Bennis, Daniel Goleman & James O’toole
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Ring 6
-
Ring 7
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Bobby baru saja diminta untuk menggantikan atasannya yang baru saja hengkang dari perusahaannya. Ini berarti Bobby harus memimpin tim yang sebelumnya merupakan rekan kerjanya.
Karena Bobby memahami dan mengalami bagaimana rasanya saat berada di bawah pimpinan sebelumnya, Bobby pun memahami masalah yang membuat pimpinannya tersebut hengkang. Ini karena pemimpin sebelumnya terlalu tertutup dengan informasi sehingga sulit untuk disentuh oleh Bobby maupun tim lainnya.
Namun, berdasarkan pengalaman dan apa yang telah diamati selama karirnya bekerja di perusahaan, memang kebanyakan pemimpin dan manajemen tidak membuka data yang dimiliknya kepada tim dengan berbagai alasan yang logis.
Karena itu Bobby merasakan dilema saat menerima amanah tersebut. Ia ingin membawa perusahaan dan timnya untuk bisa berhasil dan berkembang dengan baik, tapi bingung dengan kultur yang harus diciptakannya sebagai seorang pemimpin.
Usaha Bobby untuk mencari jawaban atas masalahnya membuatnya menemukan buku Transparency karya John Otoole dan kawan-kawan. Buku ini berhasil membuat Bobby menjadi percaya diri dengan apa yang akan dilakukannya pada tim dan perusahaannya.
So, penasaran bagaimana buku ini bisa mencerahkan Bobby dari masalah-masalahnya? Yuk kita simak di BaRing berikut ini.
Ring 1 - Seberapa Penting Transparansi Pada Dunia Bisnis?
Sepuluh tahun yang lalu, rahasia biasanya bisa tetap terkubur hingga ada seorang wartawan profesional yang menguaknya dengan susah payah. Namun di hari ini, dengan hanya menggunakan telepon seluler dan akses pada komputer saja, akan muncul kekuatan yang dapat meruntuhkan perusahaan bernilai miliaran dolar atau bahkan bisa meruntuhkan sebuah pemerintahan.
Inilah kekuatan transparansi.
Definisi transparan cukup sederhana. Transparan memiliki arti ‘mampu di lihat sepenuhnya’, ‘tanpa muslihat atau bungkus; terbuka; jelas; terus terang’. Seperti demokrasi, transparansi bukanlah perkara yang mudah. Ini membutuhkan keberanian dan ketahanan serta kesabaran, baik itu bagi para pemimpin maupun para pengikut.
Transparansi melingkupi keikhlasan, integritas, kejujuran, etika, kejelasan, penyingkapan secara utuh namun tetap sesuai dengan hukum, dan segala bentuk sikap yang membuat kita bertindak adil terhadap satu sama lain. Biasanya transparansi merupakan perkara bertahan hidup.
Apakah yang dijanjikan dari proses transparansi? Dan apa yang menjadi risiko utamanya? Bagaimana seharusnya para pemimpin berpikir mengenai transparansi? Dan mengapa untuk memahaminya merupakan perkara penting bagi para pemimpin?
Kepercayaan dan transparansi selalu berkaitan. Tanpa ada transparansi, orang tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan oleh para pemimpin. Apalagi kenyataannya, sebagian besar orang percaya bahwa pihak yang kurang memiliki transparansi bisa dianggap sebagai musuh.
Sayangnya, alasan transparansi semakin menyebar ke berbagai segi bukanlah karena kebaikan ingin mengalahkan kejahatan, namun lebih kepada kekuatan dari perangkat teknologi yang kini telah begitu mutakhir. Sehingga, suka atau tidak, para pemimpin tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi.
Ring 2 - Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengadopsi Transparansi?
Ketika kita membahas perkara transparansi, kita sesungguhnya sedang berbicara mengenai bebasnya aliran informasi dalam sebuah organisasi, dan antara organisasi dengan berbagai pendukung mereka, termasuk masyarakat. Bagi tiap institusi, aliran informasi berperan layaknya sistem saraf pusat—di mana efektivitas organisasi sangat bergantung padanya.
Agar informasi bisa mengalir dengan bebas di dalam sebuah institusi, maka para pekerja harus memiliki kebebasan untuk berbicara terbuka, dan para pemimpin harus bisa menerima keterbukaan tersebut. Walaupun kesuksesan aliran informasi bukan perkara otomatis, namun hal ini membutuhkan komitmen dari para pemimpin agar bisa mengalir setiap waktu dalam kehidupan organisasi.
Karena lancarnya aliran informasi bisa memaksimalkan kesuksesan, maka jika menghambat aliran ini bisa mengakibatkan konsekuensi yang cukup tragis.
Hampir bisa dikatakan bahwa transparansi nyata yang utuh tidak akan pernah bisa mungkin terjadi—mungkin bahkan tidak diinginkan untuk terjadi. Beberapa bentuk rahasia sebetulnya masih dibutuhkan dan bisa diterima. Dan walaupun ketidakterbukaan biasanya akan membawa kepada masalah—terutama jika melibatkan media massa dan pesaing amatir—banyak organisasi yang masih memilih melakukannya.
Jika hanya mengandalkan aturan saja, sebuah organisasi tidak bisa menjamin kultur yang terbuka dan sehat. Hanya dengan karakter dan kemauan dari pihak yang terlibat dalam organisasi tersebut, kultur terbuka dan sehat baru bisa didapatkan. Keterbukaan terjadi hanya jika para pemimpin menggalakkannya.
Ring 3 - Apa yang Harus Dilakukan Pemimpin yang Baik dalam Menghadapi Tren Transparansi Ini?
Aturan-aturan baru memang bisa membantu mengembalikan kepercayaan yang sangat dibutuhkan, namun gerakannya hanya sebatas itu saja. Jika yang hadir adalah kultur perselisihan, dan bukannya kultur keikhlasan, maka para peserta bisa menemukan cara-cara terbaik melalui aturan saja.
Para pengadu ( whistleblower ) tidaklah lagi harus memberitahukan sebuah kasus pada wartawan atau harus mengorbankan karirnya dengan memberitahukan khalayak ramai. Mereka kini bisa mengemukakan seluruh informasi yang mereka miliki secara anonim—misalnya dengan membuat tulisan di blog—dan menyebarkannya ke seluruh dunia dengan sekejap. Dan, tidak ada seorang pemimpin pun yang bisa mengabaikan kekuatan dari media maya ini.
Tiap pemimpin harus bisa mengenal atmosfir atau sekumpulan blog (blogosphere) yang kini sudah tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Mereka harus menyadari bahwa blogosphere ini akan selalu ada, selalu menunggu, memperhatikan, melontarkan pendapat, dan memaksa.
Blog merupakan alat yang sangat kuat dalam mempromosikan produk, merk, dan ide-ide, namun blog juga bisa menjadi begitu kejam dan tidak terhentikan dalam menghukum segala yang tidak disetujuinya. Dan dengan bertambah banyaknya kuantitas blog dan para pengguna serta penikmatnya, maka kekuatannya akan semakin tidak terkalahkan.
Satu alasan kenapa blog sangat efektif adalah karena blog bisa ditulis dan dibaca kapanpun, dimanapun dan oleh siapa pun hanya dengan akses internet. Blog dan segala jenis media elektronik lainnya pun juga memiliki daya jangkau yang jauh lebih besar daripada pesaing tradisionalnya.
Perusahaan yang paling baik akan memiliki perencanaan untuk menghadapi berbagai masalah, baik itu masalah besar maupun kecil, sebelum masalah tersebut datang. Para pemimpin yang baik, yaitu mereka yang menggalakkan penyebaran informasi secara jujur, akan membuat organisasi mereka terlindungi dan aman.
Organisasi yang seperti ini akan lebih mudah untuk mengawasi jika ada perilaku perusahaan yang salah. Sedangkan, pemimpin semacam ini cenderung untuk merespon dengan cara yang bisa membuat mereka jadi lebih dipercaya dan dihargai oleh klien, bahkan jika para klien sedang dalam keadaan kecewa dengan produk, kebijakan atau tindakan pemimpin tersebut.
Organisasi semacam ini pun akan memiliki lebih sedikit rasa takut dari para pengguna blog. Terutama, ketika para pemimpin bisa menemukan, mengakui dan memperbaiki kekeliruan yang dilakukannya sendiri, bukan malah menunggu tanggapan dari khalayak umum.
Para pemimpin harus bisa melakukan lebih banyak hal dari yang diminta oleh orang lain. Mereka harus bisa mendengar dan menyimak orang lain. Dengan menerima sudut pandang dan pendapat dari orang lain, kinerja kita akan menjadi lebih baik lagi.
Ring 4 - Kenapa Transparansi Tampak Begitu Sulit untuk Dilakukan?
Berikut ini kesulitan yang biasa ditemukan dalam mengaplikasikan transparansi: Pertama, para pemimpin biasanya keliru dalam merespon informasi, yang mana dapat membuat teladan buruk bagi seluruh tim. Kedua, adanya hirarki struktural yang kaku biasanya menghambat aliran informasi.
Salah satu alasan yang membuat para pemimpin menutup telinga terhadap apa yang orang lain katakan, adalah hasil dari keyakinan omong kosong: mereka biasanya adalah para pemimpin yang merasa lebih bijak dari orang di sekitarnya. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan diri yang dimiliki oleh para petinggi perusahaan bisa tersamarkan menjadi sebuah kelemahan yang menjatuhkan, yaitu rasa enggan untuk meminta nasihat ke orang lain.
Salah satu nilai transparansi adalah untuk membantu kita dalam mempertahankan kejujuran organisasi dengan membuat semakin banyak anggota memahami dan menyadari aktivitas organisasi. Ini bukanlah perkara yang dapat diremehkan. Selain itu juga, kultur keterbukaan yang ikhlas dalam sebuah organisasi pun juga dapat memaksimalkan peluang menuju kesuksesan sejati.
Kita berbicara mengenai nilai sesungguhnya dari transparansi internal. Memang ada saatnya di mana seorang pemimpin bisa mengetahui segala hal yang dibutuhkan oleh organisasi agar bisa menggapai kesuksesan. Namun itu adalah cara kepemimpinan organisasi di masa lalu.
Kini, informasi yang dibutuhkan sebuah organisasi bisa ditemukan di mana pun, termasuk di luar organisasi. Dan para pemimpin yang masih memiliki sudut pandang yang sempit dan penerimaan informasi yang dangkal, pada akhirnya akan membayar dengan harga yang jauh lebih mahal.
Agar dapat terus menerima informasi yang bermanfaat, mereka yang memiliki kekuasaan harus menyadari bahwa laporan yang mereka terima secara langsung—apa pun bentuknya—kemungkinan telah melewati berbagai proses pengeditan. Hal ini karena para pekerja merasa perlu membuat pesan yang dilaporkan menjadi mudah diterima dan tampak lebih bernilai.
Karena itu, seorang pemimpin yang bijak biasanya memiliki kemampuan untuk mengolah informasi mentah yang dilaporkan pada mereka. Mereka merespon berita buruk seperti mereka merespon berita baik.
Faktor lainnya juga bisa mengganggu aliran informasi. Kebutuhan untuk mendapatkan informasi secara cepat—yang mana tekanannya jauh lebih kuat di masa kini daripada masa-masa sebelumnya—pun juga mengganggu analisis dan pengumpulan informasi secara sistematis. Hal ini hadir terutama dalam bentuk tekanan untuk mendapatkan sebuah keputusan segera dari para pemimpin dan petinggi organisasi.
Bahkan, mitos yang paling berbahaya pada era organisasi modern adalah: lebih baik membuat keputusan yang buruk daripada tidak membuat keputusan sama sekali. Karena itu jika diperlukan penelitian lebih mendalam dari satu kasus, maka jauh lebih baik bagi kita dianggap sebagai pemimpin yang plin-plan, daripada kita terjebak dalam malapetaka yang diakibatkan dari mitos-mitos tersebut.
Ring 5 - Apa yang Terjadi Jika Organisasi atau Seorang Pemimpin Sering Menutup Aliran Informasi?
Salah satu ironi yang berbahaya dari kepemimpinan adalah semakin tinggi seorang pemimpin berada, maka akan semakin sedikit kejujuran dalam informasi yang diterimanya. Rutinnya menyembunyikan keakuratan informasi dari pemimpin, dapat membentuk sebuah kelompok kecil di balik layar, yang berfungsi untuk membuat keputusan ( group-think ) sebelum laporan diserahkan pada pemimpin.
Kehadiran groupthink dalam sebuah organisasi merupakan tanda dimulainya kejatuhan nilai yang berusaha dibangun oleh organisasi tersebut, yaitu: kesinambungan dan kehormatan organisasi. Hal ini juga bisa membuat para penghuni organisasi tidak lagi menghargai pemimpin mereka, dan menjadi bergantung pada group-think ini.
(para pemimpin yang baik belajar dari kesalahan mereka, termasuk terbutakan oleh kehadiran group-think)
Sebelum sebuah organisasi bisa mengembangkan kultur keterbukaan yang ikhlas, organisasi ini perlu terlebih dahulu menguji aturan dan kultur yang saat ini sedang ada di dalam organisasinya. Karena, kultur merupakan hal yang terletak di bagian terdalam organisasi, yang biasanya menolak terjadinya perubahan.
Cara terbaik yang bisa dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memulai aliran informasi yang baik dalam organisasi mereka adalah dengan memberikan teladan.
Mereka harus bisa menerima informasi yang belum utuh. Jika para pemimpin secara reguler menunjukkan bahwa mereka ingin mendengar lebih dari sekedar informasi yang menyenangkan, dan menghargai segala macam kebenaran, maka akan mulai terlahir norma-norma yang menggerakkan organisasinya ke arah transparansi.
Bagi dunia bisnis, keterbukaan tidaklah hanya menjadi kebijakan yang penuh dengan nilai tambah—yang mana bisa membuat organisasi semakin percaya diri akan kualitasnya. Keterbukaan dan hubungannya terhadap organisasi menjadi sebuah keuntungan kompetitif—yaitu dalam menciptakan kesetiaan para pelanggan, dan akan semakin menarik orang-orang terbaik untuk mendukung dan membantu kemajuan organisasi.
Ring 6 - Bagaimana dengan Tim? Apa yang Perlu Mereka Lakukan untuk Berkontribusi dalam Transparansi?
Berkata jujur pada yang berkuasa mungkin merupakan tantangan etika yang paling kuno. Dan pastinya, ini merupakan hal yang paling menakutkan dan membawa bahaya pada diri sendiri.
Sejak hari-hari pertama manusia diciptakan hingga kini, para ketua suku, pemimpin klan, raja, tiran, pemimpin politis, para bos, dan para ketua preman berkuasa karena kekuatannya. Mempertanyakan keputusan mereka dapat membawa risiko kematian.
Mungkin satu-satunya hal yang memiliki risiko lebih besar daripada memberitahukan para bos bahwa keputusan mereka keliru, adalah mengakui bahwa kekeliruan itu hal yang nyata. Berkata jujur pada yang berkuasa merupakan hal yang bisa menghindarkan kita dari kekeliruan yang lebih besar. Rasa takut akan hukuman yang diberikan oleh tiran menyebabkan banyak manajer menjadi penolak risiko.
Rasa percaya dan nasib yang serupa, merupakan perekat hubungan paling kuat antar individu dalam sebuah kelompok. Kapan pun para pengikut ditanya hal apa yang paling mereka cari dari seorang pemimpin, maka kepercayaan adalah jawaban yang paling utama.
Ring 7 - Apa yang Harus Dilakukan Seorang Pemimpin untuk Menjaga Kultur Transparansi?
Para pemimpin tidak bisa memberikan kepercayaan secara langsung pada para pengikutnya. Karena, rasa percaya merupakan hasil dari seluruh perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin. Ketika perilaku para pemimpin terhadap para pengikut didasari dari sikap terbuka, spontan, konsisten, jujur dan dapat diprediksi, maka rasa percaya akan timbul di antara kelompok tersebut.
Para pemimpin yang selalu berkata jujur akan menjadi jujur dimanapun dia berada. Mereka akan bisa dipercaya dan cerita-cerita mereka tidak akan membingungkan dan melahirkan perselisihan, karena mereka konsisten. Berdasarkan konsistensi kejujurannya tersebut, para pengikutnya akan merasa aman dalam bekerja dan tidak takut akan adanya perubahan aturan yang bisa mengganggu apa yang telah mereka kerjakan.
Terhadap para pemimpin seperti ini, para pengikut akan bersedia untuk mengerahkan yang terbaik yang mereka mampu kerjakan, bersedia melakukan pekerjaan tambahan di luar dari waktu dan tenaga mereka, selalu siap untuk membantu pemimpinnya dalam mencapai tujuan, dan bersikap serta berkata jujur pada diri mereka sendiri.
Konsistensi seperti itu cukup sulit dilakukan oleh para pemimpin karena untuk mempertahankannya membutuhkan sikap integritas khusus. Orang dengan integritas seperti ini akan menghayati apa yang mereka katakan dan melakukan apa yang mereka ucapkan.
Hal ini membutuhkan lebih dari sekedar mengetahui apa yang harus mereka yakini; di sini juga diperlukan kemampuan mengenal diri sendiri dengan baik. Integritas hadir secara alamiah bagi para pemimpin yang mengetahui diri mereka sendiri dan tidak pernah lagi perlu merenungkan apa yang perlu mereka yakini.
Dalam prakteknya, rasa percaya terbentuk dari perilaku para pemimpin terhadap para pengikutnya. Ketika para pemimpin memperlakukan pengikutnya dengan rasa hormat dan penghargaan, maka para pengikut akan meresponnya dengan kepercayaan.
Para pemimpin menunjukkan rasa hormat dan menghargai dengan cara memperlakukan para pengikutnya sebagai diri mereka sendiri—bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan atau kepentingan diri sendiri saja.
Para pemimpin menunjukkan rasa hormatnya dengan memberikan informasi bermanfaat pada para pengikutnya, dengan tidak pernah memanfaatkan atau memanipulasi mereka, dan dengan mengajak mereka dalam proses pembuatan keputusan yang berhubungan dengan mereka.
Para pemimpin yang bimbang adalah pemimpin yang tidak efektif. Para pemimpin yang percaya diri adalah para pemimpin yang siap untuk mengakui kekeliruan mereka dan kemudian mencari cara efektif untuk memperbaikinya.
Warren Bennis, merupakan seorang sarjana, penulis dan pembicara. Beliau dikenal sebagai pelopor konsultan bidang kepemimpinan kontemporer.
Daniel Goodman, merupakan seorang penulis, psikolog dan wartawan. Beliau menulis artikel dalam the New York Times mengenai psikologi dan ilmu otak, selama dua belas tahun.
James O’toole, merupakan seorang profesor Etika Bisnis pada University of Denver’s Daniel College of Business. Beliau telah membantu beberapa perusahaan dan menulis sejumlah buku.
Begitulah akhirnya Bobby menemukan pencerahan. Setelah membaca buku Transparency ini, kini ia paham bahwa:
- Transparansi sangat dibutuhkan untuk perusahaan yang ingin berkembang di zaman ini
- Di zaman ini, dengan menjamurnya sosial media dan internet, transparansi adalah sesuatu yang harus diadopsi oleh seluruh organisasi
- Untuk menghadirkan transparency dibutuhkan kepercayaan antar pemimpin dan tim, serta konsistensi dari pemimpin untuk terus memperjuangkan kultur yang ikhlas
- Seorang pemimpin harus bisa mengolah segala jenis informasi, dan harus mampu mengetahui mana informasi yang masih mentah dan yang sudah bisa dicerna
- Seorang pemimpin harus membuat sebuah kultur yang mengantisipasi terbentuknya groupthink.
- Tim juga tidak boleh berdiam diri dan menerima dengan pasrah jika ada pemimpin yang menyimpang. Tidak bisa mengharapkan pemimpin untuk bertindak jujur jika kita sebagai tim tidak berani berkata jujur pada pemimpin
- Walaupun pahit, kejujuran harus disampaikan.
Demikian akhirnya Bobby siap menjalankan amanahnya dengan baik. Terimakasih telah mengikuti perjalanan Bobby dalam mencari insight dari buku ini, semoga ini juga bermanfaat untuk Anda. Sukses Selalu, dan sampai jumpa di BaRing berikutnya.
Rekomendasi Baring Lainnya