Kaizen: The Japanese Secret to Lasting Change
Sarah Harvey
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Dena ingin membangun kebiasaan membaca buku nonfiksi. Karena dia sadar, dengan konsisten membaca buku nonfiksi pengetahuannya terus terupgrade yang membuatnya bisa terus mengikuti perkembangan zaman.
Berbagai cara pun sudah dilakukannya untuk membangun kebiasaan itu. Tapi, tidak ada satupun yang membuatnya bisa membangun kebiasaan membaca yang permanen. Semua cara itu hanya berhasil sementara. Ada yang satu minggu berhasil tapi selanjutnya gagal. Ada yang 2 minggu berhasil kemudian kembali lagi ke kebiasaan lama.
Hal itu membuatnya berpikir apa yang harus dilakukan agar kebiasaan itu tetap bisa terbangun. Dia yakin dia bisa membangunnya, hanya saja dia tidak tahu caranya. Karena, dia sering melihat teman-temannya yang memiliki kebiasaan membaca. Dia yakin kalau teman-temannya bisa maka pasti dia juga bisa.
Dia pun lalu bertanya pada salah satu temannya yang memiliki kebiasaan membaca, bagaimana rahasianya bisa membangun kebiasaan itu. Dan, temannya menjawab bahwa dia menerapkan prinsip Kaizen dari buku yang dibacanya.
Di samping menjawab, temannya juga menyodorkan buku yang dimaksud kepada Dena. Dan, Dena pun langsung membacanya karena sudah tidak sabar ingin menerapkannya juga.
Lalu, akankah dia benar-benar mendapatkan insight dari buku yang berjudul “Kaizen: The Japanese Secret to Lasting Change” karya Sarah Harvey tersebut? Yuk, ungkap dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Mengubah kebiasaan. Itulah salah satu hal yang menurut banyak orang sangat sulit dilakukan. Banyak orang yang awalnya antusias menjalankan misi berubah, tapi di tengah jalan mulai malas dan akhirnya menyerah.
Banyak program diet diikuti, tapi jarang yang bisa menuntaskannya sampai badan ideal yang diimpikan tercapai. Banyak yang berhenti merokok tapi setelah 3 minggu kembali lagi ke kebiasaan tersebut.
Lalu, apa yang menyebabkan perubahan sulit dilakukan? Kenapa membangun kebiasaan sangat susah? Apakah karena kurangnya kemauan? Atau, kurang kontrol diri? Kurang willpower? Atau, ada hal lain yang menyebabkannya?
Inilah inti yang dibahas buku ini. Buku ini mengungkap penyebab kenapa mengubah atau membangun kebiasaan sangat sulit dan bagaimana cara agar bisa membangun kebiasaan dengan mudah.
Cara tersebut, menurut penulisnya, menggunakan filosofi Kaizen, sebuah filosofi dari Jepang yang telah banyak diterapkan dalam berbagai aspek, mulai dari meningkatkan produktivitas di perusahaan hingga mengubah kebiasaan dan terbukti bisa menjadikan perusahaan-perusahaan yang menggunakannya unggul di marketnya.
Ring 2 - Kenapa Perubahan Permanen Sulit Dilakukan menurut Buku Ini?
Menurut buku ini, ada beberapa penyebab kenapa perubahan permanen sangat sulit dilakukan. Di antaranya:
1. Bersifat otomatis
Kebiasaan dilakukan secara otomatis tanpa kita menyadarinya. Sedangkan melakukan hal yang otomatis jauh lebih mudah dibanding melakukan hal yang disengaja karena hal yang disengaja butuh effort.
Ini menyebabkan, kita jauh lebih menyukai kebiasaan lama kita dibanding harus mengubahnya atau membangun kebiasaan baru. Saat kita dalam misi mengubah kebiasaan, aktivitas baru yang ingin kita cenderung akan kalah dengan aktivitas lama yang sudah jadi kebiasaan.
2. Kebiasaan positif tidak menghasilkan feedback langsung
Penyebab selanjutnya adalah, umumnya kebiasaan positif tidak menghasilkan feedback langsung yang menyenangkan. Kebiasaan olahraga misalnya, kalau kita tidak pernah berolahraga, maka sekali kita berolahraga, efeknya bukanlah badan jadi segar melainkan badan malah jadi pegal-pegal. Efek positif hanya akan dirasakan kalau olahraga sudah menjadi kebiasaan rutin kita.
Begitu juga dengan kebiasaan membaca buku, terutama buku nonfiksi, feedbacknya seringkali tidak dirasakan langsung. Apa yang ada justru perasaan bosan. Efeknya hanya akan terlihat setelah pengetahuan kita terkumpul dan terangkai menjadi pengetahuan yang utuh.
Berbeda halnya dengan kebiasaan negatif seperti merokok, membuka sosmed, menonton TV, dst. Saat itu juga kita akan merasakan feedback-nya, entah rasa bosan hilang, terhibur, atau stres hilang.
3. Negativity bias
Otak kita punya apa yang disebut negativity bias. Bias ini terbentuk ratusan ribu tahun yang lalu akibat kebutuhan untuk bertahan hidup. Negativity bias adalah sebuah kecenderungan untuk lebih mudah mengenali adanya bahaya dibanding mengenali adanya sesuatu yang menyenangkan.
Dan, kecenderungan ini sangat penting bagi pertahanan hidup karena dengan mudah mengenali bahaya, nenek moyang kita lebih mudah terhindar dari serangan predator.
Tapi, kecenderungan ini di zaman modern sudah tidak terlalu dibutuhkan. Karena, tantangan hidup di zaman sekarang sudah bukan lagi binatang buas melainkan kondisi ekonomi, persaingan kerja, interaksi sosial, politik, dst.
Negativity bias akan membuat kita merespons tantangan-tantangan tersebut dengan flight, flight, or freeze alias berlari, melawan, atau terdiam, sebuah respons yang tentu sangat tidak sesuai. Bayangkan Anda merespons tantangan ujian di sekolah dengan respons berlari, melawan, atau terdiam. Bayangkan juga Anda merespons tantangan kerja dengan berlari, tentu atasan Anda akan bingung, bukan?
Nah sayangnya, kecenderungan ini sering menghambat kita dalam mengubah atau membangun kebiasaan. Karena membangun kebiasaan berarti kita membiasakan diri melakukan aktivitas yang asing bagi kita, maka aktivitas tersebut akan diterjemahkan oleh otak “purba” kita sebagai bahaya. Dan, ini mengaktifkan negativity bias dalam diri kita. Akibatnya, saat kita sedang membiasakan aktivitas tersebut, negativity bias menarik kita. Indikasinya, ada dorongan besar untuk menolak melakukan aktivitas tersebut.
4. Inner critic
Dalam kehidupan modern, negativity bias melahirkan inner critic alias self-talk yang membuat kita ragu untuk bertindak. Dalam membangun kebiasaan, self-talk ini contohnya “gimana kalo gagal?”, “aduh, berat banget yach”, “aku nggak bisa,” dan sebagainya.
Dan, self-talk-self-talk ini juga menghambat diri kita dalam menjalankan misi perubahan.
Demikianlah beberapa penyebab kenapa mengubah atau membangun kebiasaan sangat sulit. Dan, kesulitan ini akan menjadi lebih besar ketika kita berubah maunya instan alias bisa mengalami perubahan drastis dalam sekejap.
Tapi, justru inilah yang sering terjadi di lapangan. Banyak sekali program diet yang menawarkan perubahan dalam waktu cepat. Ini menunjukkan banyak sekali orang yang berminat dengan program-program seperti itu dan ini menunjukkan pula banyak orang yang ingin berubah secara instan.
Tapi, karena kita memiliki kecenderungan negativity bias, perubahan instan akan dilihat oleh otak “purba” kita sebagai ancaman, yang membangkitkan negativity bias dan respons fight or flight dalam diri kita. Inilah kenapa, perubahan instan jauh lebih sulit dicapai.
Nah, dengan menggunakan prinsip Kaizen seperti yang dijelaskan dalam buku ini, kita bisa mengantisipasi bangkitnya negativity bias yang menghambat perubahan.
Ring 3 - Bagaimana Prinsip Kaizen yang Membuatnya bisa Diterapkan untuk Berubah?
Kata “kaizen” berarti peningkatan alias improvement. Kalau diterapkan, ini berarti peningkatan dalam satu aspek sampai aspek itu benar-benar terbentuk baru kemudian beranjak ke aspek lain.
Prinsip ini pertama kali dipopulerkan di dunia barat saat Perang Dunia Kedua oleh perusahaan di Amerika Serikat. Demi memenuhi kebutuhan perang dan juga kebutuhan domestik, pabrik dituntut untuk meningkatkan produktivitas. Prinsip Kaizen diterapkan dengan memberikan kebebasan kepada pekerja di semua level untuk mengambil tindakan saat terjadi error yang menghambat proses kerja.
Misal, di level pekerja produksi, ini berarti pekerja diberikan otonomi untuk memberhentikan mesin dan membetulkan error seketika. Sedangkan prosedur lama adalah, menunggu sampai semua barang selesai diproduksi lebih dulu barulah error mesin dibetulkan. Tentu, dengan cara seperti ini produktivitas sangatlah rendah.
Melihat keberhasilan penerapan prinsip ini di barat, kemudian seorang konsultan bisnis dari Jepang pun membawa metode tersebut untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan di Jepang. Dan, melihat keberhasilan yang kedua kalinya dari prinsip ini, maka prinsip ini pun coba diterapkan di aspek lainnya seperti olahraga sampai membangun kebiasaan.
Dalam membangun kebiasaan, inti penerapan prinsip ini adalah, peningkatan gradual di aspek-aspek yang perlu ditingkatkan. Konkretnya adalah dengan membagi goal besar menjadi goal-goal kecil yang mudah dilakukan.
Sebagai contoh, dalam membangun kebiasaan jogging, bisa dimulai dengan jogging 10 menit setiap hari. jogging 10 menit tidaklah sulit dibandingkan jogging 1 jam.
Dalam aspek keuangan, contoh penerapan prinsip ini adalah, saat kita ke supermarket dan tergoda untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan, maka kita kurangi satu barang dari keranjang saat kita sampai di kasir.
Dalam membangun kebiasaan membaca, kita bisa lakukan dengan membaca satu lembar per hari.
Keunggulan penggunaan prinsip ini dalam membangun kebiasaan adalah, prinsip ini memastikan kita bisa mengantisipasi bangkitnya otak “purba” kita yang mengaktifkan negativity bias dan respons fight or flight dalam diri kita yang menghambat diri kita dalam menjalankan misi perubahan.
Aksi-aksi kecil tidak akan diterjemahkan oleh otak “purba” kita sebagai bahaya.
Ring 4 - Apa Saja Prinsip Mengubah Kebiasaan secara Ilmiah yang Disampaikan Buku Ini?
1. Durasi membangun kebiasaan
Selama ini kita sering mendengar bahwa membangun kebiasaan itu hanya butuh waktu 21 hari. Tapi dari studi para pakar di University College London (UCL), durasinya bisa bervariasi tergantung tingkat kemudahan kebiasaan yang mau dibangun.
Dari studi tersebut, rata-rata orang membutuhkan waktu 18-254 hari sampai aktivitas yang ingin dijadikan kebiasaan benar-benar bisa dilakukan otomatis.
2. Situasi
Maksud prinsip yang kedua ini adalah bahwa untuk membangun atau mengubah kebiasaan, jauh lebih mudah dengan menentukan waktu dan tempat yang konsisten.
Misal, untuk membangun kebiasaan membaca, kita perlu menentukan kapan dan di mana kita akan membaca. Dan, untuk melakukannya setiap hari, kita perlu konsisten membaca di tempat & waktu yang sama.
3. incremental instead of drastic
Ini maksudnya adalah, perubahan lebih mudah tercapai lewat cara gradual dibanding secara instan dalam semalam. Caranya adalah dengan membagi aktivitas yang mau dijadikan kebiasaan menjadi aksi-aksi kecil dan lakukan setahap demi setahap.
Nah, dalam buku ini, penulisnya menjabarkan langkah-langkah konkret bagaimana menerapkan prinsip Kaizen yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip ilmiah barusan untuk membangun kebiasaan.
Anda akan menemukan beberapa contoh penerapannya di berbagai aspek seperti keuangan, kesehatan, pekerjaan, dan relasi.
Sarah Harvey berkecimpung di dunia penerbitan, mulai dari menjadi konsultan penerbit, book scout, hingga menjual buku-buku international best-seller dari berbagai penulis terbaik dunia.
Setelah membaca buku “Kaizen: The Japanese Secret to Lasting Change”, Dena pun mendapatkan banyak insight yang membantunya membangun kebiasaan membaca buku nonfiksi. Di antaranya:
- Beberapa penyebab kebiasaan sulit dibangun adalah, 1) kebiasaan positif tidak memberikan feedback langsung. Berbeda dengan kebiasaan negatif. Sehingga, bawah sadar kita akan lebih memilih untuk melakukan kebiasaan negatif. 2) kebiasaan bersifat otomatis, sedangkan aktivitas yang mau kita jadikan kebiasaan hanya bisa dilakukan dengan sengaja & membutuhkan effort. Ini menyebabkan bawah sadar kita akan memilih kebiasaan lama kita dibanding aktivitas yang mau kita jadikan kebiasaan. 3) kecenderungan negativity bias yang membuat kita enggan melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan karena hal-hal itu dianggap sebagai bahaya oleh otak “purba” kita. 4) Self-talk-self-talk yang membuat kita ragu dan takut.
- Prinsip Kaizen dalam mengubah kebiasaan adalah, peningkatan yang gradual alias gradual/incremental improvement. Caranya dengan membagi aksi besar menjadi aksi-aksi kecil dan membiasakannya setahap demi setahap.
- Beberapa prinsip ilmiah mengubah kebiasaan di antaranya: 1) membangun kebiasaan membutuhkan waktu 18-254 hari. 2) konsisten dalam melakukan aktivitas yang mau dijadikan kebiasaan pada jam & tempat yang sama. 3) Lakukan aktivitas yang mau dijadikan kebiasaan secara gradual dengan langkah-langkah kecil.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Dena, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di BaRing selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya