
HOW TO TALK SO KIDS CAN LEARN (at Home and in School)
Adele Faber & Elaine Mazlish
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
ring 6
-
ring 7
-
ring 8
-
Kesimpulan
-
Full Dering
“Ini anak berapa kali sih harus dikasih tahu agar tidak mengganggu teman-temannya di sekolah.” Bentak Desi ke anaknya.
“Kamu tahu ga, mama ini malu sama mama yang lain karena terus menerus dipanggil ke sekolah sama guru kamu gara-gara kamu buat onar terus,” lanjutnya.
Si anak hanya diam berdiri gemetaran sambil melipat kedua tangannya yang dari tadi ia hanya menoleh ke lantai.
Ini sudah untuk ketiga kalinya Desi dipanggil wali kelasnya dan menyampaikan ke Desi untuk lebih memberikan waktu dan perhatian ke anak.
Masalahnya, Desi merasa waktunya sudah banyak ia berikan ke anak. Terlebih Desi tidak bekerja dan hanya fokus sebagai ibu rumah tangga. Desi merasa bahwa anaklah yang bermasalah.
Menyadari tidak ada perubahan apapun pada anak, sebenarnya Desi mulai bingung mengapa si anak sangat sulit untuk diberitahu. Desi tidak tahu apalagi yang ia bisa lakukan agar anak bisa berubah menjadi lebih baik lagi.
Karena bingung dan marah akan situasinya, ia pun menuliskan kekesalannya di sosial medianya. Beberapa saat kemudian teman jauhnya berkomentar, “Coba deh Des, kamu baca buku HOW TO TALK SO KIDS CAN LEARN (at Home and in School). Mungkin saja kamu mendapat beberapa inspirasi dari bukunya. Aku sudah baca bukunya dan aku sangat terbantu dalam mendidik anakku. Sekarang si Joni (anaknya) sudah banyak perubahan.”
Mengetahui temannya ini juga punya anak yang seusia dengan anaknya, Desi langsung menelpon suaminya untuk membeli buku Adele Faber & Elaine Mazlish tersebut setelah ia pulang kerja. Desi tidak ingin melewatkan kesempatan berharga ini.
Penasaran seperti apa kisah perjalanan Desi membantu anaknya menjadi anak yang lebih baik di sekolah? Mari kita simak di Ring berikut ini:
Ring 1 - Seperti apa peran orangtua dan pendidik dalam mendidik anak?
Orangtua dan guru harus bersedia untuk saling membantu dan membentuk sebuah hubungan kerjasama yang baik.
Keduanya perlu untuk mengenal perbedaan antara kata-kata yang meluluhkan semangat dengan kata-kata yang dapat memberikan semangat; antara kata-kata yang dapat memicu perselisihan dengan kata-kata yang mengundang persatuan; antara kata-kata yang memungkinkan bagi seorang anak untuk berpikir atau berkonsentrasi dengan kata-kata yang membebaskan hasrat alamiah mereka untuk mempelajari sesuatu.
Ketika—baik sekarang maupun nanti di masa depan—hadir masa-masa frustasi dan kemarahan yang tidak dapat terelakkan pada diri anak-anak, alih-alih mengambil senjata, mereka yang terdidik dengan baik akan mengingat-ingat kembali kata-kata para pendidiknya—baik itu orangtua maupun guru atau pengasuh—sehingga mereka dapat menyikapi dan merespon emosi-emosi negatif tersebut dengan cukup baik dan bijak.
Ring 2 - Seperti apa peran orangtua dan pendidik saat anak mengalami emosi buruk?
Perhatikanlah hubungan antar bagaimana perasaan anak-anak dengan bagaimana perilaku mereka. Apabila mereka merasa baik, mereka akan berperilaku baik. Namun, bagaimanakah cara kita sebagai orangtua, membantu mereka berada dalam kondisi perasaan yang baik? Kita dapat melakukannya dengan menerima apapun yang mereka sedang rasakan.
Alih-alih menolak perasaan yang sedang dialami anak-anak, kita bisa mencoba untuk menerjemahkan perasaan mereka tersebut ke dalam kata-kata. Ketika merasa ditolak, anak-anak biasanya dengan mudah akan menjadi cepat menyerah, putus asa dan kecewa.
Namun, ketika perasaan negatif telah teridentifikasi dan diterima, maka anak-anak akan merasa termotivasi untuk melanjutkan usahanya.
Daripada kita melontarkan kritik dan nasihat saja, jauh lebih baik jika kita memahami perasaan anak-anak dengan ungkapan atau suara ‘Oh’ atau ‘mmm’ atau ‘hooo’ atau ‘oh, begitu’. Terkadang ketika anak sedang mencurahkan hatinya, kita sebagai orangtua atau guru tidak jarang akan merespon dengan kritik atau nasihat.
Memang kita bermaksud baik, namun ketika anak-anak dibombardir dengan kritik dan nasihat, maka mereka akan mendapatkan kesulitan untuk memikirkan masalahnya atau untuk mengemban tanggung jawab dalam menyelesaikan masalahnya.
Namun, dengan merespon pada kegundahan yang sedang mereka rasakan dengan sebuah sikap kepedulian atau perhatian seperti mengangguk atau mengungkapkan bahwa Anda memahami mereka, maka mereka akan merasa terbebas dan lebih fokus terhadap masalah-masalahnya, sehingga mereka akan lebih mampu untuk mengatasi masalah tersebut.
Alih-alih mengabaikan perasaan mereka, jauh lebih baik jika kita menerima perasaan mereka, bahkan pada saat Anda harus menghentikan perilaku yang sudah kelewatan. Merupakan hal yang cukup berat bagi anak-anak untuk mengubah perilaku mereka saat mereka tengah merasa begitu diabaikan. Namun, akan sangat mudah bagi mereka untuk mengubah perilaku mereka yang kurang baik jika mereka merasa diterima dan dihargai.
Ring 3 - Sebenarnya apa sih tujuan orangtua dan pengajar mendidik anak?
Memberi dukungan pada anak-anak Anda tidak serta-merta berarti Anda tidak boleh tidak setuju dengan mereka.
Sebagai seorang pendidik, tujuan kita jauh lebih mulia dari hanya sekedar memberikan fakta dan informasi. Jika kita menginginkan anak-anak atau murid kita untuk menjadi manusia yang penuh kepedulian, maka kita perlu untuk merespon mereka dengan cara yang membuat mereka merasa dipedulikan dan dihargai.
Jika kita ingin menanamkan harga diri dan kehormatan pada diri anak kita, maka kita perlu untuk memberikan teladan yang dapat menguatkan dan memperkenalkan mereka pada kehormatan dan harga diri.
Jika kita ingin untuk membentuk anak-anak yang bisa menghargai diri mereka dan orang lain ketika mereka membaur pada masyarakat luas, maka kita perlu mulai menghargai mereka. Dan kita tidak dapat melakukannya kecuali jika kita menunjukkan penghargaan dan rasa hormat kita pada apa yang mereka sedang rasakan.
Ring 4 - Bagaimana cara membuat anak bisa menerima pemikiran dan nasehat dari orangtua dan pendidiknya?
Salah satu masalah dengan memberikan nasihat—bahkan jika nasihat itu diminta (“Apa yang harus aku lakukan, bu?”)—adalah ketika emosi anak-anak sedang dalam keadaan yang kacau, mereka tidak dapat mendengarkan Anda.
Mereka tengah berada di dalam penderitaan yang begitu berat. Nasihat Anda yang terlalu cepat diberikan hanya akan tampak tidak relevan (“Apa hubungannya denganku?”), penyerangan (“Jangan perintah aku!”), merendahkan (“Apa ibu menganggapku begitu bodoh, sehingga aku tidak bisa mencari tahu sendiri?”), atau ancaman (“Itu terdengar bagus, namun aku tidak akan pernah bisa melakukannya”)
Sebelum anak Anda bisa mulai memikirkan solusi, mereka masih memerlukan banyak perhatian dari Anda dan masih banyak yang mereka ingin bagi kepada Anda: “Haruskah aku melawan temanku? Bagaimana? Apakah temanku masih bisa dipercaya? Apakah aku masih perlu untuk berusaha mempertahankan hubungan kami? Apakah aku perlu mengatakan sesuatu pada anak laki-laki itu? Jika iya, apa yang harus kukatakan?”.
Semua ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berasal dari kegundahan dan pergulatan pikiran mereka, yang mana merupakan sebuah langkah awal bagi mereka untuk memahami lebih jauh mengenai hubungan antar manusia.
Jika Anda merespon dengan nasihat yang instan, maka Anda berarti sedang memotong aliran yang sangat penting dalam pengalaman dan pembelajaran anak-anak kita.
Setelah mendengarkan curahan hati seorang anak, secara tentatif Anda bisa menanyakan pada mereka, “Bagaimana perasaanmu jika…?” “Apa menurutmu akan membantu jika…?”. Dengan memberikan pilihan untuk diterima, ditolak atau diteliti oleh anak-anak, berarti Anda sedang membuat mereka mendengarkan pemikiran dan pertimbangan Anda.
Ring 5 - Apa yang tidak boleh dilakukan oleh orangtua dan para pengajar ke anak?
Mungkin akan lebih baik untuk menghabiskan sepuluh menit berhadapan dengan perasaan seorang anak yang sedang menguat daripada membiarkan seorang anak gelisah dengan perasaannya sehingga dapat mengganggu dirinya maupun teman-temannya dalam mengikuti pelajaran di kelas.
Anak-anak menjadi tidak nyaman ketika orang dewasa menginterogasi mereka mengenai perasaan dan emosi yang mereka rasakan. Hal ini dapat menyebabkan anak-anak jadi menutup diri. Terutama ketika mereka berhadapan dengan pertanyaan yang jawabannya mengharuskan mereka memberikan alasan kenapa mereka merasakan apa yang mereka rasakan.
Ungkapan ‘kenapa’ membuat mereka harus membenarkan apa yang mereka rasakan, harus menerjemahkan yang mereka rasakan ke dalam logika, harus memberikan alasan yang bisa diterima akal sehat.
Padahal, biasanya mereka tidak memahami kenapa perasaan tersebut bisa muncul. Ketika seorang anak sedang merasakan kemurungan, hal yang paling mereka hargai adalah orangtua atau pendidik yang bisa menebak apa yang kira-kira tengah mereka rasakan.
Bukankah bahaya, jika anak atau murid menerjemahkan penerimaan yang kita berikan pada perasaan mereka bahwa kita membenarkan dan mengizinkan mereka untuk melakukan hal buruk ketika perasaan mereka sedang memburuk?
Tidak jika kita menunjukkan dengan jelas perbedaan antara perasaan dan perilaku. Memang benar anak atau murid berhak untuk merasakan amarah dan mengekspresikannya. Namun mereka tidak berhak untuk berperilaku yang dapat merugikan atau mengganggu orang lain, baik secara fisik maupun secara emosional.
Ring 6 - Kesadaran seperti apa yang orangtua dan pengajar perlu bangun dalam mendidik anak?
Kita sebagai orang dewasa dan lebih memiliki banyak pengalaman perlu untuk memahami dan sabar terhadap anak-anak. Ketika Anda, baik sebagai orangtua maupun sebagai pendidik, menemukan seorang anak yang berada di bawah tanggungan Anda tampak bermasalah, cobalah untuk lebih memahaminya.
Anda perlu sadari bahwa apa yang Anda temui adalah jauh lebih rumit daripada masalah perilaku saja. Sebagian dari anak-anak yang berperilaku buruk tengah menghadapi masalah yang mungkin kita tidak pernah hadapi atau bahkan tidak pernah terbayangkan oleh kita.
Anak-anak semacam ini tidak hanya menghadapi masalah yang melebihi usianya, namun juga tidak sedikit dari mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk merasakan masa kanak-kanaknya.
Kenyataan yang cukup menyedihkan di masa ini adalah anak-anak menjadi sasaran dari stres dan kelalaian yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Jika kita sebagai pendidik ingin membantu mereka dalam menguasai kemampuan akademis mereka, maka kita perlu menolong mereka mengatasi beberapa masalah berat yang mereka bawa ke dalam ruang kelas.
Hal ini berarti peran kita sebagai tenaga pendidik harus dilengkapi dengan unsur-unsur kewajiban orangtua—yaitu memberikan pola asuh yang baik bagi anak.
Kenyataan ini menjelaskan mengapa anak-anak yang bermasalah tersebut cenderung mengabaikan atau menolak perintah dan permintaan sederhana yang diberikan para pendidiknya. Karena, apapun yang terjadi di rumah mereka, berdampak pada perilaku mereka di sekolah.
Ring 7 - Kemampuan apa yang para pendidik dan orangtua perlu kembangkan untuk membantu anak?
Memang benar, dengan menyadari hal di atas tugas seorang tenaga pengajar memang menjadi lebih sulit. Namun, di sisi lain, tugas orangtua pun juga lebih sulit. Orangtua harus terus menjalankan sepanjang umurnya.
Mereka tidak dapat membubarkan anak-anaknya seperti sekolah membubarkan muridnya. Namun, baik Anda berada di ruang tamu rumah Anda atau di ruang kelas sekolah tempat Anda bekerja, terdapat kemampuan-kemampuan yang akan sangat berguna dan sangat efektif dalam mengasuh anak.
Kemampuan tersebut antara lain:
1.Mendeskripsikan masalahnya
Alih-alih memberi perintah dan menuduh anak, kita dapat mendeskripsikan masalah mereka, sehingga mereka akan lebih bersedia untuk menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab.
2.Berikan informasi
Ketika kita memberikan informasi tanpa disertai oleh ucapan yang menyinggung, anak-anak akan lebih bersedia untuk mengubah perilakunya.
3.Berikan pilihan
Ancaman dan perintah dapat menyebabkan anak-anak merasa tidak berdaya dan malah memberontak. Di sisi lain, pilihan-pilihan dapat membuka pintu pada kemungkinan-kemungkinan baru.
4.Ucapkan dengan sebuah kata atau sebuah gerakan
Anak-anak cenderung tidak menyukai ceramah atau penjelasan yang panjang. Sebuah kata singkat atau sebuah gerakan dapat membuat mereka berpikir mengenai masalah dan mencari tahu apa yang harus dilakukan.
5.Deskripsikan apa yang Anda rasakan (jangan menyinggung karakter anak)
Ketika kita mendeskripsikan perasaan kita tanpa menyerang atau membuat anak-anak merasa tersinggung dan malu, maka mereka akan bersedia mendengarkan dan merespon dengan penuh tanggung jawab.
6.Buat memo atau catatan kecil
Anak-anak sering tidak mendengarkan atau bahkan menyela apa yang sedang dibicarakan oleh orangtua, namun jika mereka melihat sesuatu yang nyata—seperti gambar, atau catatan—maka mereka akan lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan.
7.Lakukan dengan lebih menyenangkan
Daripada melontarkan cacian atau omelan pada anak, cobalah untuk menggunakan suara atau aksen yang berbeda. Anda bisa memberikan perintah atau mengingatkan anak-anak dengan berpura-pura menjadi robot atau menjadi penyanyi opera atau seperti seorang pujangga yang membuat seluruh kata-katanya penuh rima dan ritme.
Ring 8 - Apakah ketujuh keterampilan itu sudah cukup dalam membantu anak?
Ketujuh keterampilan memang akan sangat membantu sekali. Tapi ada faktor lain yang juga memiliki peran yang cukup penting. Intonasi nada suara Anda merupakan aspek yang sama pentingnya dengan kata-kata Anda.
Respon terhadap curahan hati atau perilaku anak yang cukup baik bisa menjadi gagal dan bahkan malah bisa menjadi senjata makan tuan, jika diberikan dengan nada jijik atau nada keluhan. Sikap hormat perlu disertai dalam tiap kata-kata yang kita ucapkan.
Pertanyaan “siapa yang melakukan hal ini?” dapat langsung memicu alarm dalam diri anak kita. Begitu mendengarnya, anak-anak kita akan merasa berhadapan dengan dua alternatif yang serba salah.
Jika mereka berbohong, maka mereka akan terlepas dari masalah ini; mereka akan mendapatkan kelegaan jangka pendek, namun mereka akan merasakan rasa bersalah yang terus menghantui mereka dalam jangka yang panjang.
Di sisi lain, jika mereka mengatakan yang sebenarnya, mereka merasa akan mendapatkan hukuman atau kemarahan. Dan jauh lebih buruk lagi, pengakuan mereka mungkin akan menggiring mereka pada pertanyaan yang lebih menakutkan mereka: “Kenapa kamu lakukan itu?”
Seberapapun seorang anak berusaha untuk mencari kebenaran atas tindakannya, dia akan merasa jawaban sesungguhnya dari alasan kenapa dia melakukan kesalahan adalah karena kebodohan dia sendiri. Sehingga pada akhirnya mereka akan merespon dengan menyalahkan dan merendahkan diri mereka sendiri.
Karena itu, daripada menanyakan siapa yang melakukan atau kenapa dilakukan suatu kesalahan, lebih baik deskripsikan masalahnya: “Susi sangat marah. Beberapa halaman buku catatannya robek dan berantakan.”
Kemudian, ikuti dengan informasi: “Jika di dalam keluarga ini ada yang kehabisan kertas, atau ingin melakukan sesuatu yang memerlukan kertas, mintalah padaku dan aku akan membantu untuk menemukan yang kalian cari.”
Adele Faber & Elaine Mazlish, merupakan pemenang penghargaan bidang komunikasi anak-orangtua. Buku mereka telah dicetak ke enam belas bahasa yang berbeda dan telah terjual lebih dari tiga juta eksemplar.
Begitulah Desi mendapatkan solusi untuk membantu anaknya menjadi anak yang baik di sekolah. Berikut beberapa hal penting yang ia catat dan terapkan dalam hidupnya;
1. Sebagai orangtua dan pendidik, sangat perlu memberikan kata-kata pendukung, positif dan penguat yang akan menjadi pegangan anak pada saat mereka menghadapi perasaan buruk.
2. Anak kesulitan mengungkapkan perasaannya, karena itu tugas orangtua dan pendidik adalah menebak dan mengkonfirmasi perasaan anak. Ini sangat membantu anak mengutarakan isi hatinya.
3. Jangan memberikan nasehat atau petuah ke anak terutama saat mereka berada di kondisi emosi yang tidak baik. Mereka tidak akan mengingat pesan tersebut. Yang orangtua dan pendidik bisa lakukan adalah mendengarkan perasaan mereka.
4. Ada 7 hal yang para orangtua dan pendidik perlu kembangkan untuk membantu anak menjadi lebih baik;
- Mendeskripsikan masalah anak
- Berikan informasi
- Berikan pilihan
- Ucapkan dengan sebuah kata atau sebuah gerakan
- Deskripsikan apa yang Anda rasakan (jangan menyinggung karakter anak)
- Buat memo atau catatan kecil
- Lakukan dengan lebih menyenangkan
5. Faktor lain yang sama pentingnya adalah intonasi suara. Berbicaralah dengan intonasi suara yang sedang dan rendah agar anak merasa lebih aman saat mengutarakan perasaannya.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Desi, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini. Sampai jumpa di BaRing berikutnya. Sukses selalu.
Jika ada masukan dan ide untuk Baring.digital, silakan email ke Ingat@baring.digital.
Rekomendasi Baring Lainnya
