How God Changes Your Brain
Andrew Newberg and Mark Robert Waldman
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
ring 6
-
ring 7
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Dalam satu kesempatan Lila bertemu dengan Jukris, teman lamanya. Sekitar 3-4 tahun yang lalu Jukris dianggap sebagai anak yang bodoh, lemot dan tidak bisa apa-apa. Paling tidak begitulah penilaian teman-temannya terhadap dirinya, termasuk juga Lila. Sekarang semua pandangan tersebut berubah drastis saat mengetahui Jukris sudah berhasil membangun sebuah bisnis yang berhasil.
Melihat langsung perubahan Jukris, Lila pun langsung bertanya bagaimana Jukris bisa mendapatkan kehidupannya yang sekarang. Jawabannya yang Lila dapatkan di luar dari dugaannya, bahwa Jukris hanya melakukan ajaran agamanya. Ia percaya dengan keyakinannya dan melakukan apa yang pengajar agamanya katakan.
Lila merasa jawaban Jukris adalah omong kosong belaka. Meskipun ia tahu kalau Jukris saat ini menjalankan ajaran agamanya dengan taat yang sering ia posting di sosial medianya.
Masa bodoh dengan apa yang terjadi pada Jukris, sekitar 3 minggu kemudian, Lila bertemu dengan Susan yang sedang menunggu sambil menikmati kopi dan membaca buku di sebuah cafe dekat kantor Lila.
Lila pun menyapa Susan dan mereka mengobrol beberapa hal. Dalam percakapan mereka Lila pun menanyakan buku apa yang sedang Susan baca.
“How God Changes Your Brain karya Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman. Lo tahu? Buku ini bagus banget. Di buku ini dimuat sebuah penelitian yang dilakukan pada praktisi spiritual dan relijius. Hasilnya? Adanya perubahan pada saraf dan struktur otak.” Kata Susan.
Perkataan Susan mengingatkan Lila pada Jukris. Ia tahu buku ini bisa menjelaskan apa yang terjadi pada kehidupan Jukris saat ini. Lila langsung memotong omongan Susan dan meminta untuk meminjam buku yang Susan sedang baca.
Penasaran apa yang ditemukan oleh Lila? Mari kita simak perjalanannya di Ring berikut ini:
Ring 1 - Bagaimana Keyakinan Pada Tuhan Bisa Mengubah Fungsi Saraf dan Struktur Otak?
Dari seluruh bidang ilmu pengetahuan dan pengobatan, neurofisiologi merupakan salah satu yang memiliki topik yang tersulit untuk dibahas dalam konteks sederhana. Hal ini hadir terutama pada saat membahas sekitar permasalahan mengenai kesadaran, logika, memproses emosi, dan mekanisme otak untuk memproses realita—yaitu permasalahan yang cukup sering dibahas dalam ranah ilmu saraf yang berkorelasi dengan pengalaman spiritual serta keyakinan religius.
Jika Anda merenungkan mengenai Tuhan dan Ketuhanan dalam waktu yang cukup lama, suatu hal yang mengejutkan akan terjadi di otak kita. Fungsi-fungsi saraf akan mulai berubah. Jaringan yang berbeda akan teraktifkan, di mana jaringan lainnya akan menjadi pasif. Dendrit baru akan terbentuk, hubungan-hubungan sinapsis yang baru pun juga akan tercipta, dan otak pun akan semakin sensitif dan peka terhadap hal yang kasat mata, yang akan atau sedang kita alami. Persepsi akan berubah, keyakinan pun juga mulai bergeser, dan jika Tuhan memiliki makna di dalam diri Anda, maka, dari sudut pandang ilmu saraf, Tuhan akan menjadi suatu hal yang nyata bagi Anda.
Jika keyakinan akan Tuhan dapat memberikan Anda rasa nyaman dan aman, maka Tuhan akan meningkatkan kehidupan Anda. Namun, di sisi lain, jika Anda melihat Tuhan dengan kacamata dendam atau negatif, yang mana Tuhan menghukum Anda karena Anda telah melakukan kezaliman terhadap orang lain, maka keyakinan seperti itu akan merusak otak Anda dan mendorong Anda untuk bertindak secara destruktif terhadap kehidupan sosial Anda.
Ring 2 - Lalu Apa yang Ditemukan Para Peneliti Pada Praktisi Spiritual dan Religius?
Para peneliti yang meneliti para Sufi, praktisi yoga dan ahli meditasi memetakan zat kimia dalam saraf yang berubah karena praktek spiritual dan religius. Kesimpulan yang mereka petik adalah:
- Tiap bagian pada otak membentuk persepsi yang berbeda mengenai Tuhan
- Tiap otak manusia mengumpulkan persepsi mereka mengenai Tuhan dengan cara yang berbeda dan unik. Dengan begitu, kita mendapat kualitas makna dan nilai yang berbeda mengenai Tuhan.
- Praktek spiritual bahkan ketika terpecah dalam keyakinan religius, meningkatkan fungsi netral otak untuk memperbaiki kesehatan fisik maupun emosional.
- Renungan mengenai Tuhan atau segala nilai-nilai spiritual lainnya dengan intens dan dalam waktu yang lama, dapat mengubah secara permanen segala struktur bagian-bagian otak yang mengendalikan perasaan, yang meningkatkan keutuhan kesadaran akan diri sendiri, dan yang membentuk persepsi kita terhadap dunia luar diri kita.
- Praktik perenungan dapat memperkuat jaringan persarafan tertentu yang dapat menghadirkan rasa damai, kesadaran sosial, dan kasih sayang pada orang lain.
Praktik sosial juga dapat digunakan untuk meningkatkan kognisi, komunikasi, dan kreativitas, dan akan dapat mengubah persepsi kita terhadap kenyataan. Namun, perlu diingat, ini adalah realita yang tidak dapat kita konfirmasi secara objektif.
Kesimpulannya, terdapat tiga realita yang terpisah, yang dapat memberikan kita gambaran seperti apa dunia yang sebenarnya: yaitu, realita yang ada di luar otak kita, dan dua buah realita yang terdapat di dalam otak kita.
Realita yang di dalam otak kita adalah peta-peta yang dibentuk oleh otak kita mengenai dunia. Salah satu dari peta ini adalah pikiran bawah sadar dan perhatian utama terhadap keberlangsungan dan pertahanan tubuh. Namun peta ini bukanlah dunia yang sesungguhnya; ini adalah sebuah pedoman yang dapat membantu kita menjelajahi kenyataan.
Makhluk hidup membentuk realita internal yang kedua—yaitu, sebuah peta yang merefleksikan kesadaran diri kita akan jagat raya. Peta kesadaran ini dibedakan dengan peta pikiran bawah sadar oleh jaringan sensori dan emosi.
Kita mengetahui bahwa kedua peta internal ini ada di dalam otak kita, namun kita tidak akan dapat menemukan keberadaannya jika kedua realita batiniah ini belum saling berkomunikasi satu sama lain.
Ring 3 - Mengapa Perenungan Akan Religius dan Spiritual Mengubah Otak Anda Dengan Cara yang Berbeda?
Musuh kita bukanlah agama; musuh kita adalah amarah, kebencian, tidak toleran, separatisme, idealisme yang ekstrim, dan rasa takut dan prasangka—baik itu religius, politis, maupun sekuler. Perenungan terhadap Tuhan akan mengubah otak Anda, begitu juga dengan meditasi.
Namun, renungan religius dan spiritual mengubah otak Anda dengan cara yang berbeda, karena perenungan ini memperkuat jaringan saraf unik yang secara khusus meningkatkan kesadaran dan empati sosial sekaligus menekan perasaan dan emosi destruktif. Perubahan macam inilah yang sesungguhnya kita butuhkan, jika kita ingin mengatasi konflik yang sedang menimpa dunia Anda. Dan mekanisme perubahan ini dikenal dengan neuroplasticity: kemampuan otak manusia untuk membentuk kembali struktur-strukturnya sebagai respon dari beragam peristiwa negatif maupun positif yang dialami.
Jika kita mengkombinasikan seluruh penelitian mengenai neuroplasticity, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa saraf-saraf tidaklah memiliki posisi yang tetap. Melainkan, mereka akan selalu berubah tiap waktu, terpicu oleh kompetisi, perubahan lingkungan, dan pendidikan. Pembelajaran berjalan secara terus menerus, dan memori akan terus berubah. Ide-ide baru berdatangan, mengalir cepat ke dalam kesadaran kita, kemudian dengan cepat menghilang untuk membiarkan ide-ide lainnya berdatangan.
Ring 4 - Lalu Apa Hubungan Antara Neuroplasticity dengan Keyakinan Akan Tuhan?
Apa hubungannya? Segalanya. Jika Anda merenungi sesuatu serumit atau semisterius Tuhan, maka Anda akan mendapatkan gelombang aktivitas saraf yang menembak bagian-bagian yang berbeda pada otak Anda. Dendrit-dendrit baru akan tumbuh dan sambungan-sambungan saraf yang telah usang terpasang kembali dengan kokoh, begitu persepsi imajinatif muncul.
Kesimpulannya, ketika Anda berpikir mengenai pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup—baik itu mengenai religius, ilmu pengetahuan, atau psikologi—maka otak Anda akan berkembang.
Rasa kasih sayang—sebuah konsep utama yang ditemukan dalam seluruh tradisi religius—adalah hal yang serupa dengan empati, dan ini mengekspresikan kapasitas saraf kita untuk beresonansi dengan emosi orang lain. Namun rasa kasih sayang setingkat lebih tinggi, jika ini mengacu pada kemampuan kita untuk merespon derita orang lain. Rasa ini membuat kita lebih toleransi pada orang lain dan lebih menerima kesalahan dan kekhilafan yang telah kita lakukan.
Rasa kasih sayang muncul sebagai proses adaptif yang revolusioner. Rasa ini membantu kita untuk menjaga keseimbangan antara perasaan dan pikiran kita, dan merupakan hal yang baru ditemukan dalam otak kita.
Kita dapat menggunakan praktik spiritual untuk menjadi lebih baik dan lebih rendah hati dan merasa lebih menyayangi sesama, namun rasa kasih sayang ini tidaklah cukup untuk mengatasi masalah yang harus kita hadapi di dunia.
Ring 5 - Mengapa Kita Perlu Mengendalikan Emosi Kita? Terutama Emosi-Emosi Yang Memberikan Efek Buruk Pada Diri Kita?
Di antara seluruh emosi yang melekat pada diri kita sejak lahir, amarah merupakan yang paling utama dan paling sulit untuk dikendalikan. Seberapapun ditutupi, amarah menimbulkan kegelisahan, pertahanan, dan agresi pada diri orang lain—yang dikenal dengan reaksi flight or fight yang dimiliki oleh seluruh makhluk hidup. Dan, jika Anda merespon amarah orang lain dengan kemarahan juga—yang mana merupakan cara yang dirancang oleh sebagian besar otak makhluk hidup—maka masalahnya akan bertambah parah.
Amarah mengganggu fungsi dari bagian depan otak Anda. Tidak hanya menyebabkan hilangnya kemampuan Anda untuk menjadi rasional, namun juga Anda bisa kehilangan kesadaran bahwa Anda sedang melakukan tindakan yang tidak rasional. Ketika bagian depan otak Anda tertutup atau bermasalah, akan membuat Anda sulit untuk mendengarkan orang lain. Dengan demikian Anda akan merasakan pembenaran diri, di mana ketika hal itu terjadi, maka proses komunikasi akan hancur atau sangat sulit untuk terbangun. Amarah pun juga melepaskan zat kimia saraf yang dapat menghancurkan bagian-bagian pada otak yang dapat mengendalikan reaksi emosional.
Diperlukan banyak latihan dan pembelajaran agar kita bisa merespon amarah dengan kebaikan, inilah yang sesungguhnya ingin diajarkan oleh para guru-guru spiritual sejak zaman dahulu kala. Ketika Anda secara intens dan konsisten memfokuskan diri Anda pada nilai-nilai dan tujuan-tujuan spiritual, maka Anda akan meningkatkan aliran darah Anda pada bagian-bagian otak yang mengendalikan dan menyebabkan aktivitas emosional dalam otak Anda berkurang.
Kesadaran adalah kuncinya. Semakin Anda fokus pada nilai-nilai di dalam diri Anda, maka akan semakin kuat Anda memegang kendali dalam hidup Anda. Demikianlah, meditasi—baik itu religius maupun sekuler—dapat membuat Anda dengan mudah mencapai tujuan-tujuan Anda.
Ring 6 - Seperti Apa Hasil Penelitian Para Ahli Terhadap Meditasi?
Penelitian yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan bahwa para ahli meditasi dapat dengan sadar mengubah fungsi normal dari berbagai bagian yang berbeda di otak kita. Namun, hal ini belum bisa menjawab pertanyaan yang lebih besar: dapatkah meditasi mengubah zat kimia saraf dan jaringannya demi meningkatkan kemampuan kognitif kita? Dan jika ternyata ini dapat dilakukan, maka apakah perubahan tersebut terjadi untuk selamanya atau hanya sementara saja?
Praktek yang diteliti para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut disebut dengan Kirtan Kriya. Teknik ini berawal pada abad ke 16 di India. Secara khusus, bentuk meditasi ini menggabungkan tiga unsur: unsur pertama melibatkan kesadaran akan pertukaran aliran nafas; unsur kedua melibatkan pengulangan dari dengungan suara—sa, ta, na, ma—yang mana bisa dilakukan baik dengan keras maupun dengan berbisik pelan, dan terkadang digabungkan dengan alunan lagu atau musik; unsur ketiga melibatkan gerakan tertentu dari jari-jemari.
Dalam penelitian terhadap biarawati dan para penganut ajaran Buddha, ditemukan juga pengurangan aktivitas dalam bagian otak yang terlibat dalam pembentukan kesadaran diri. Ketika hal ini terjadi, diri mereka tampak mulai larut, tampak menyatu dengan objek atau tujuan perenungannya. Bagi para biarawati, tujuan mereka adalah untuk menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Bagi pada penganut ajaran Buddha, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan pengalaman kesadaran yang murni.
Meditasi yang berdasarkan dari pergerakan aktif, berdampak lebih baik daripada meditasi yang pasif. Hal ini karena meditasi yang aktif dapat memperkuat fungsi saraf dari bagian-bagian otak yang berhubungan dengan penyakit penuaan. Namun, bentuk meditasi lain, seperti Zen, pun juga dapat meningkatkan kognisi dengan memperkuat jaringan saraf yang berbeda pada otak yang biasanya bisa membuat kita lebih awet muda.
Pada penelitian yang dirampungkan pada tahun 2007, para murid melakukan berbagai macam tes yang mana menunjukkan berkurangnya kegelisahan, kegugupan, kebimbangan, dan kehilangan konsentrasi, hanya dengan melakukan teknik pernafasan.
Otak bagian depan kita, menyimpan rahasia untuk membuat mimpi-mimpi kita menjadi kenyataan. Rahasia tersebut dapat dirangkum menjadi dua kata—perhatian selektif—yaitu, kemampuan untuk memilih secara sukarela, dari jutaan data yang berbeda, yang mana yang tampak paling relevan bagi hidup Anda. Meditasi yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan kemampuan kita untuk berfokus pada tujuan yang kita ingin capai, dan perhatian selektif meningkatkan fungsi memori dari otak kita.
Ring 7 - Bagaimana Meditasi dan Doa Bisa Mendorong Peningkatan Memori dan Perubahan Jaringan Otak?
Secara khusus, meditasi membantu kita untuk menjaga dan mempertahankan memori kita untuk tetap bekerja—yaitu menjaga informasi yang kita perlukan untuk membentuk keputusan secara sadar—dan ini dapat dilakukan dengan membuang data yang mengganggu dan tidak relevan.
Terdapat beberapa alasan yang dapat mendorong peningkatan dalam memori seseorang:
- Keinginan untuk berubah dan berkembang
- Mempertahankan dan menjaga fokus pada tujuannya
- Secara sadar mengatur aliran nafas, postur dan gerakan tubuhnya
- Melatih kemampuannya dengan konsisten
Perhatian yang terfokuskan dimulai untuk membentuk jaringan saraf yang baru, yang mana begitu terbentuk, akan secara otomatis mengaktifkan bagian-bagian otak yang melibatkan aktivitas motivasional. Dan semakin banyak aktivitas tersebut diulangi, maka akan semakin kuat jaringan saraf yang akan terbentuk. Mekanisme seperti ini disebut dengan pembelajaran Hebbian—biasanya juga dikenal dengan “sel-sel yang menembakkan listrik secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain”. Mekanisme inilah yang membuat seluruh makhluk hidup memperoleh pengetahuan baru mengenai dunia ini.
Mengulangi aktivitas, seperti meditasi atau doa, dapat mengubah aktivitas sinapsis yang terdapat di ujung saraf dan dapat mengubah struktur sel dengan sendirinya. Perubahan seperti ini berdampak pada cara informasi mengalir dan diterima oleh bagian otak yang lainnya.
Hasrat dan fokus cukup untuk mengubah otak secara permanen. Namun para penganut spiritual telah menemukan cara tambahan untuk meningkatkan fungsi saraf. Pernafasan yang teratur akan berdampak pada mekanisme yang mengendalikan emosi dan persepsi, namun jika Anda melakukannya dengan terlalu mendalam, maka Anda akan merasakan halusinasi baik penglihatan maupun suara.
Pengaturan pernafasan yang lebih perlahan, memiliki dampak menenangkan baik bagi tubuh maupun pikiran Anda. Selain itu, hal ini pun juga dapat mengurangi aktivitas berlebihan pada otak. Ini merupakan hal yang cukup penting, karena bagian depan otak Anda merupakan bagian yang sering memiliki aktivitas berlebihan. Aktivitas yang berlebihan ini menghabiskan banyak energi, yang mana sebenarnya bisa dialihkan secara efisien untuk menjalankan mekanisme saraf lainnya. Karena itulah kita perlu sedikit mengistirahatkan bagian otak tersebut.
Dr. Andrew Newberg, merupakan seorang ahli saraf yang meneliti mengenai hubungan antara fungsi otak dengan berbagai keadaan mental. Beliau merupakan seorang pelopor di bidang ilmu saraf yang mengacu pada ranah pengalaman relijius dan spiritual.
Mark Waldman, merupakan salah satu pakar komunikasi, spiritual dan otak.
Seperti itulah Lila mengetahui bagaimana kehidupan Jukris bisa berubah drastis. Inilah beberapa poin-poin penting yang ia catat.
- Keyakinan akan Tuhan bisa mengubah fungsi dan struktur otak manusia. Hal ini terjadi karena setiap kali seseorang merenungkan tentang Tuhan dan Ketuhanan dalam waktu lama, maka akan terbentuk jaringan saraf baru yang membuat kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Kondisi ini dimungkinkan karena semua ajaran agama di dunia melandaskan pemahamannya pada kasih sayang.
- Selain dari itu, penelitian yang dilakukan pada neurosains menemukan kalau otak kita memiliki kemampuan neuroplasticity: kemampuan otak manusia untuk membentuk kembali struktur-strukturnya sebagai respon dari beragam peristiwa negatif maupun positif yang dialami. Jadi semakin sering seseorang berpikir tentang Tuhan maka akan terbentuk saraf-saraf yang mendukung dirinya untuk merasa lebih baik, damai dan punya rasa kasih sayang yang lebih baik.
- Selain merenungkan tentang Tuhan dan Ketuhanan, perubahan jaringan saraf dan struktur otak juga bisa terjadi lewat doa dan meditasi yang dilakukan secara konsisten. Meditasi sendiri sudah mendapatkan pengakuan dari para peneliti kalau aktivitas ini sangat membantu seseorang dalam merasakan ketenangan dan kedamaian.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Lila, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya