
BRICK BY BRICK (How Lego Rewrote the Rules of Innovation)
David Robertson
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Ring 6
-
Ring 7
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Belakangan ini, bisnis yang telah dijalankan bertahun-tahun oleh Fachri sedang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ia khawatir jika terus begini, maka dalam waktu dekat bisnisnya bisa bangkrut.
Fachri merasa harus segera melakukan perubahan besar dalam bisnisnya. Namun, karena sudah berjalan begitu lama, Ia merasa berat dan khawatir perubahan yang dibawanya malah mempercepat kejatuhannya.
Karena Fachri sudah merasa tertekan, ia pun mengajak beberapa rekan pebisnis untuk berdiskusi. Salah seorang rekannya menyarankan untuk membaca buku Brick by Brick karya David Robertson. Buku ini mengangkat tentang bagaimana perusahaan yang sangat kreatif sebesar Lego mengalami kebangkrutan dan bisa bangkit kembali menjadi lebih sukses dari sebelumnya.
Tanpa buang waktu, Fachri segera membelinya di toko buku. Lembar demi lembar yang dibacanya semakin membuatnya tercerahkan.
Well, bagaimana buku ini bisa memberikan jawaban pada masalah-masalah yang Fachri alami? Yuk kita simak di dalam BaRing kali ini.
Ring 1 - Kenapa Saya Harus Mempelajari Strategi Inovasi Lego?
Siapa yang tidak tahu balok-balok kokoh Lego, dengan warna-warni bagaikan permen, terbuat dari plastik yang aman, yang mana akan menggoda para ibu, remaja, dan anak-anak. Jika dipisahkan sendiri, satu balok tunggal tidak akan menjadi apa-apa—terbengkalai.
Hanya delapan buah kenop yang berada di atas balok persegi panjang, dan tiga buah rongga yang menyerupai tabung berada di bawahnya. Namun, jika kita mengambil satu balok dan menyatukan dengan balok lain, maka dengan segera kita akan membuka dunia dengan kemungkinan yang hampir tidak terbatas. Hanya enam balok bisa menciptakan lebih dari 915 juta potensi kombinasi.
Lego telah menjadi begitu inovatif dalam delapan dekade sejak kehadirannya di dunia ini. Pertama, dan paling utama adalah penciptaan baloknya. Yang mana, berhasil diminati oleh tangan, kepala dan hati lebih dari empat ratus juta orang di seluruh dunia.
Kemudian, pendekatan idealis dan imajinatif Lego dalam bermain membantu balok-balok mainan ajaib ini seakan tidak pernah cukup memenuhi lemari mainan anak-anak. Nilai dan kreativitas perusahaan Lego memposisikan produksi balok-balok mainan ini di posisi yang tidak tertandingi dalam industri mainan.
Anak-anak menyukai balok-balok karena ini adalah permainan yang menyenangkan; sedangkan orangtua menyukainya karena ini adalah permainan yang mendidik. Kombinasi ini membantu Lego berkembang pesat.
Namun begitu memasuki abad ke 21, perubahan dalam kehidupan anak memberikan tantangan yang cukup besar pada kelangsungan Lego. Dunia permainan anak-anak sudah berpindah dari yang tadinya hanya permainan fisik menjadi permainan maya dan digital—seperti permainan video, MP3, dan berbagai penemuan teknologi yang mutakhir.
Agar bisa mengejar persaingan, Lego berniat menghasilkan inovasi dengan meluncurkan sebuah strategi, yang dibentuk berdasarkan beberapa teori yang sangat menjanjikan dari beberapa dekade yang telah lalu. Namun, strategi ini malah hampir menjatuhkan Lego. Hingga, pada tahun 2003, Lego Group mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kebangkrutan terbesar sejak berdirinya.
Namun selangkah demi selangkah, Lego malah mulai menemukan inovasi-inovasi baru. Mereka juga mencoba strategi yang bisa menyesuaikannya pada sistem manajemen kelas dunia. Hingga akhirnya dapat hadir kembali sebagai salah satu perusahaan inovator terbaik dunia.
Saat Begitu banyak pengamat yang meragukan kebangkitan Lego, Lego malah berhasil memberikan kebangkitan dan perubahan yang dianggap paling sukses dalam dunia bisnis.
Ring 2 - Inovasi Seperti Apa yang Dilakukan Lego Hingga Bisa Bangkit dan Lebih Sukses dari Sebelumnya?
Lego menciptakan dan mempelopori mainan action figure yang dapat dibentuk-bentuk, yang memiliki kisah-kisahnya sendiri, dan dapat dimainkan oleh berbagai usia. Selain itu Lego juga menemukan ‘balok cerdas’ yang mana memberi kesempatan anak-anak dan juga orang dewasa untuk membentuk robot-robot Lego yang bisa diprogram.
Selain itu, sejak awal diciptakan balok-balok mainan Lego, banyak anak yang tumbuh menjadi remaja dan melupakan permainan ini. Namun di awal tahun 1990, sejumlah besar orang dewasa (sebagian besar pria) kembali memainkan balok-balok Lego. Hal ini disebabkan oleh dua perkembangan yang dilakukan Lego.
Pertama adalah peluncuran Lego Star Wars—yang mana menjadi sebuah ajang nostalgia bagi para pria dewasa terhadap film yang mereka tonton saat masih kecil—dan juga keluarnya Mindstorm, sebuah perangkat robotik Lego yang menyentuh hasrat kekanakan orang dewasa. Kedua, internet memberikan kesempatan pada orang dewasa, para pecinta Lego dari seluruh dunia, untuk menghampiri dan berhubungan dengan Lego.
Lego pun membuka proses perkembangan lainnya. Mereka memberikan kesempatan pada para penggemar fanatiknya untuk bisa mengutarakan apa yang mereka ingin ciptakan atau lakukan terhadap sebuah lego, melalui rangkaian DIY Lego. Dan program ini tetap mengambil nilai inti dari rangkaian Lego klasik. Ini dilakukan hanya agar membuat Lego menjadi semakin nyata dan tetap bisa dimainkan oleh anak-anak di dunia modern ini.
Latar belakang, pemandangan, tempat dan tema dapat berubah-ubah, namun komponennya akan selalu sama. Karena banyak komponen yang bisa dipakai untuk berbagai tema berbeda. Dengan banyaknya pembuatan komponen yang sama, maka Lego tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk membiayai penggantian pabrik atau bahan baku dari tahun ke tahun.
Dengan begitu, Lego mampu hadir kembali dari pengalaman hampir bangkrutnya, menjadi sebuah perusahaan yang paling menguntungkan dan paling cepat perkembangannya.
Ring 3 - Apa yang Membuat Inovasi Lego Ini Berhasil Diterima oleh Pasar yang Lebih Besar dari Sebelumnya?
Begitu Lego mulai merevitalisasi produk intinya, Knudstorp menyadari bahwa para manajer dan karyawan perlu memperjelas dan menyetujui apa yang diperjuangkan oleh Lego. Mereka harus bisa menemukan kembali apa makna dari Lego.
Inti dari proses perkembangan yang baru adalah konsisten dan berempati pada pelanggan. Pada tiap tahapan, berbagai tim bertemu dengan sekelompok kecil anak-anak dan menunjukkan ide-ide mereka mengenai permainan yang baru.
Mereka memperhatikan apakah anak-anak bisa menghayati dan menikmati permainan baru tersebut? Dan apakah permainan sesuai dengan kondisi anak? Tidak ada ide yang boleh lolos tanpa ada persetujuan dan kepuasan anak-anak untuk bereksperimen.
Selain menguji langsung pada anak-anak, Lego pun juga menguji dalam perusahaannya.
Daripada menanyakan anak-anak apa yang mereka inginkan—yang mana akan menghabiskan banyak waktu, karena anak-anak masih memiliki pemikiran yang abstrak—maka para pengembang akan menunjukkan pada anak-anak ilustrasi dari apa yang ‘mungkin’ mereka inginkan. Misalnya tema ruang angkasa atau pahlawan super. Kemudian, para pengembang ini akan menilai dari reaksi anak-anak.
Tujuannya adalah untuk memicu imajinasi anak. Jika pahlawan super menginspirasi anak-anak untuk membayangkan pertempurannya, membuat anak bisa menciptakan sebuah cerita, dan bermain dalam waktu yang cukup lama, maka tim berarti telah menggapai kesuksesan.
Pendekatan semacam ini menandakan bahwa para perancang masih belum terlalu memahami apa yang bisa memancing hasrat anak-anak. Namun melalui kerjasama dengan anak-anak, membantu mereka mengidentifikasi, mengembangkan dan menentukan ide yang memiliki kemungkinan terbaik untuk bisa berhasil di pasaran.
Berikut ini beberapa pelajaran yang bisa didapatkan dari perilaku Lego Group yang berorientasi pada pelanggan:
- Pada saat krisis menghadang, bertindaklah lebih dulu; kemudian rancang perencanaan.
Sebelum pergi ke proses perkembangan, perusahaan terlebih dahulu bergantung pada pengalaman dan eksekutif yang terpercaya untuk bisa memetakan jalur yang harus ditempuh - Kombinasikan
Lego tidak mencoba untuk menemukan satu solusi yang tepat. Begitu datang saatnya, para manajer harus membuang apa yang tidak berfungsi dengan baik, bahkan jika mereka tengah mencari cara menjalin hubungan dengan pelanggan. - Biarkan para pelanggan merasakan sudut pandang Anda
Sebagian besar perubahan didapatkan dari interaksi secara langsung dengan para pelanggan. Lego mempercayai bahwa cukup bagi mereka melihat dari sudut pandang para pelanggan. Terkadang kita harus membuat para pelanggan melihat dari sudut pandang kita, yaitu dengan menciptakan kisah-kisah, karakter, dan membentuk pengalaman dari ide-ide yang kita berikan pada mereka. - Tentukan arahnya, kemudian menyingkirlah
Para manajer tetap memutuskan pelanggan seperti apa yang ingin mereka targetkan. Dan mereka masih mengalokasikan sumberdaya, memerintahkan prosesnya, dan menentukan prioritas. Namun, ketika tim perkembangan mulai berurusan dengan anak-anak, maka para manajer memberikan tim otoritas untuk menjadi pembuat keputusan. Pada akhirnya tim dan anak-anaklah—bukan para manajer—yang memprediksi apa yang diinginkan pasar.
Ring 4 - Apa yang Lego Lakukan Secara Berbeda Hingga Bisa Menemukan Inovasi Sehebat Itu?
Di bulan-bulan awal 2004, setelah mengumumkan kebangkrutannya, Knudstorp—CEO mengerahkan upaya yang begitu keras dalam mendiagnosis kenapa perusahaan bisa jatuh secepat dan sejauh itu. Dia mengetahui dengan pasti, bahwa perusahaan tidak bisa kembali mendulang keuntungan sebelum menemukan akar penyebab perusahaan yang sangat kreatif bisa jadi sebangkrut itu.
Knudstorp mengetahui jika Lego ingin bisa selamat dan keluar dari malapetaka, maka kultur perusahaan—tujuan, keyakinan, dan cara kerjanya—harus bisa menghargai disiplin dan fokus, seperti mereka menghargai kreativitas. Hanya dengan begitu perusahaan bisa dengan konsisten menciptakan sesuatu yang baru dan tetap memiliki nilai Lego di dalamnya.
Tujuannya adalah membentuk dan memelihara kultur yang dapat memperkuat para developer dan pemasar dalam mengimajinasikan apa yang mungkin bisa dilakukan Lego, dan bagaimana menghasilkan keuntungan besar dari sana. Secara mengejutkan, walaupun Lego hampir benar-benar bangkrut, banyak karyawan yang masih menyambut kepemimpinan dengan keriangan dan semangat yang utuh.
Mengubah kultur Lego—mengubah perilaku dan keyakinan para penghuni perusahaan, sehingga mereka bisa mengurangi fokus pada strategi dan ide kreatif yang terlalu tinggi dan berlebihan. Ini membuat mereka menjadi lebih fokus untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Sebuah nilai sejati akan menunjukkan apa yang para pemimpin dan rekan-rekan pedulikan dan pertahankan. Fungsi nilai (value) tidak hanya untuk mengikat orang pada tujuan yang telah disampaikan, yaitu mengenai ke mana bisnis pergi dan apa yang harus bisnis lakukan. Nilai juga berfungsi untuk mendefinisikan apa yang mungkin diberikan pada para rekanan, pelanggan dan rekan satu tim.
Dengan menghidupkan kembali nilai perusahaannya, para pemimpin Lego Group ini memberikan karyawannya tujuan yang baru dan lebih segar—yaitu tujuan yang memisahkan perusahaan dari pemikiran egois untuk mendominasi industri permainan.
Ring 5 - Bagaimana Mengubah Kultur yang Sudah Mendarah Daging Menjadi Kultur yang Benar-Benar Baru dan Berbeda?
Untuk membentuk sebuah kultur di mana nilai yang dipertahankan bangkit kembali, tantangan yang dihadapi oleh Knudstorp adalah: menghadirkan kembali inti dari nilai utama Lego di zaman modern dengan cara yang lebih kontemporer. Mengenai hal ini dia berkata: “Kami mencuri dari masa lalu untuk memetakan masa depan.”
Walaupun misi Lego Group adalah untuk “menginspirasi dan mengembangkan pembangun masa depan,” para pemimpinnya memahami bahwa untuk memelihara anak-anak, harus menjalin ikatan rekanan yang erat pada para pedagang.
Karena itu, ketika harus membangkitkan perusahaan dari kejatuhannya, maka para pemimpin membuat keputusan: “Lupakanlah sementara mengenai anak-anak, karena jika kita tidak bisa melayani para pedagang, maka kita tidak akan pernah bisa menggapai anak-anak.”
Memang merupakan hal yang sangat sulit untuk mengubah sebuah kultur dan kebiasaan. Sebagian dari orang-orang unggulan telah menghabiskan begitu banyak waktu dalam karirnya untuk mendedikasikan diri pada arah strategi yang lama. Jadi, pada akhirnya, pemecatan adalah jalan terakhir untuk mengubah keadaan.
Dengan memecat para manajer yang tidak bersedia untuk berubah dan enggan memahami bahwa memperbaiki penjualan Lego merupakan hal yang sangat krusial demi kelangsungan perusahaan, Knudstorp berarti telah menegaskan bahwa para pedagang merupakan salah satu penilai utama akan performa Lego Group.
Walaupun masih sangat sulit untuk mengubah perasaan para karyawan yang masih meyakini bahwa perusahaan harus memprioritaskan anak-anak di atas para pedagang, namun Knudstorp tetap memilih jalan yang diyakininya. Knudstorp pun paham bahwa para karyawan hanya perlu mendapat kejelasan, melihat konsistensinya terhadap keputusan, dan melihat hasil-hasil kecil yang dicapai konsistensinya.
Selain itu, pada tiap tahapannya, Knudstorp mengubah banyak artefak—fasilitas, kantor-kantor, penghargaan fisik, dan pengakuan—yang seluruhnya terkandung dalam kultur perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah kultur fisik agar proses perubahan dan kesungguhan dalam berkomitmen lebih terasa oleh para penghuni perusahaan. Dengan begitu semua orang akan semakin terdorong untuk menghasilkan perubahan besar.
Bagi anak-anak dan orangtua mereka, manfaat dari sistem permainan Lego cukup jelas: Mengkombinasikan balok-balok tersebut dapat merangsang dan melatih kreativitas dan imajinasi, serta memberikan pengalaman unik dalam membangun sesuatu. Namun, bagi Knudstorp, saat-saat cemerlangnya datang pada saat dia menyadari bahwa sistem Lego bukan hanya sistem permainan saja, melainkan juga sistem berbisnis.
Knudstorp menyadari bahwa Lego harus bisa menciptakan dunia mainan yang koheren dan mengembangkan. Sistem permainan Lego dapat membangun keakraban dan membentuk komunitas. Dengan begitu, Lego dapat menciptakan penjualan yang berulang-ulang.
“Sistem bisa tumbuh karena permintaan dari para pedagang,” ujar Knudstorp, “dan ini merupakan bukti bahwa jika mendahulukan pedagang juga bisa membawa manfaat besar.”
Ring 6 - Bagaimana Membawa Kultur Baru tanpa Meninggalkan Nilai Inti Perusahaan?
Dari tahun 1930 hingga awal 1990, otentisitas atau keaslian merupakan salah satu inti dari DNA Lego Group. Otentisitas adalah mengenai integritas. Ini hanya bisa muncul dari para pemimpin yang melakukan sesuai dengan apa yang mereka janjikan.
Ketika cerita yang tercermin dari tindakan dan komunikasi para pemimpin sesuai dan tidak berlawanan, orang akan merasa bahwa cerita tersebut benar adanya. Di sanalah autentisitas muncul. Knudstorp mengetahui bahwa kata-kata tidak akan cukup untuk menanamkan kultur perusahaan yang penuh dengan disiplin, fokus dan tanggung jawab yang baru.
Kepemimpinan autentik membutuhkan tindakan nyata. Agar bisa mengubah kultur menjadi lebih baik dan lebih tepat, bukanlah dengan memikirkan cara baru untuk bertindak, namun melakukan sesuatu untuk menghasilkan pikiran yang baru.
Ketika Anda bertindak melakukan sebuah kebiasaan baru, maka kebiasaan tersebut akan menjadi opini Anda dalam memutuskan sebuah tindakan. Kemudian opini tersebut menjadi sebuah karakter—baik sebagai individu maupun organisasi. Seperti itulah kita mengubah perilaku kita dengan memulai tindakan yang tepat.
Untuk membangun kultur kepemilikan dan tanggung jawab, Knudstorp menyusun jalur untuk memetakan kemajuan perusahaan. Dia menciptakan ruang pertempuran untuk mengawasi persediaan dan mengukur kualitas produk. Dia juga membuat indikator kinerja untuk memastikan para pekerja membantu perusahaan kembali kepada intinya.
Dan untuk mengubah perilaku perusahaan, inti gagasan yang diadopsi oleh Knudstorp adalah: memanfaatkan semaksimal mungkin tekanan rekan sejawat, bukannya tekanan dari para petinggi perusahaan. Jadi, daripada mengandalkan para manajer untuk mengelola dan mengawasi anak buahnya, dia membuat tiap orang pada tiap lini perusahaan bertanggung jawab terhadap hasil dari rekan kerjanya.
Ring 7 - Apakah Perubahan Semasif Ini Bisa Dilakukan Sendirian oleh Perusahaan?
Pada saat hampir bangkrut Knudstorp menyadari bahwa Lego menderita karena kurangnya realisme. Tidak ada dialog atau percakapan di luar perusahaan mengenai Lego. Hal ini mengindikasikan pertanda yang buruk, di mana kultur perusahaan berarti tidak berfungsi dengan baik.
Knudstorp mengatakan bahwa Lego mungkin tidak akan bisa menjadi perusahaan yang terbesar, namun menjadi yang terbaik sudah cukup untuk dijadikan tujuan utama. Walaupun secara tidak langsung dia menolak untuk merumuskan fokus untuk jangka panjang—karena lebih menginginkan fokus pada keselamatan perusahaan saja—namun hasratnya untuk menjadi yang terbaik cukuplah jelas.
Segala strategi yang digunakan Knudstorp bertujuan untuk mencapai keunggulan yang konsisten. Ini berarti Lego juga harus melakukan pekerjaannya bersama serangkaian penggemar dan berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki teknologi atau keahlian yang tidak dimiliki oleh Lego. Melakukan semuanya sendiri tidak akan lagi menjadi pilihan Lego.
Knudstorp menyadari bahwa, jika kita ingin menjadi pemain dalam dunia bisnis global, maka kita perlu menjalin hubungan dengan para ahli. Kita perlu meningkatkan kualitas hubungan terhadap rekanan yang mendukung kita.
David Robertson, merupakan seorang yang bekerja sebagai dekan fakultas di Whorton School sejak 2011. Beliau merupakan seorang Profesor of Practice yang mengajarkan inovasi dan perkembangan produk di Wharton Undergraduate, MBA, dan program pendidikan eksekutif.
Fachri sangat senang karena telah menemukan solusi dari masalah yang dialaminya. Dari buku ini ia pun juga belajar bahwa:
- Seorang pebisnis harus mengikuti tren zaman yang sedang berlangsung
- Seorang pebisnis harus bisa mengenali kapan harus berubah
- Seorang pebisnis juga harus bisa melihat peluang dan ancaman dengan sigap
- Bagi bisnis yang paling penting adalah penjualan, dan fokus utama haruslah terhadap kepuasan pelanggan.
- Seorang pebisnis tidak boleh takut untuk mengambil keputusan besar, walaupun itu berarti harus tampak kejam bagi beberapa orang.
- Untuk bisa bertahan di zaman ini, seorang pebisnis perlu bersedia melakukan kolaborasi dengan pihak lain yang memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki oleh bisnisnya.
- Melakukan survey dan riset pasar sebelum meluncurkan sebuah produk harus dilakukan agar penjualan bisa efektif.
- Walaupun sebuah perusahaan harus melakukan perubahan besar pada kulturnya, nilai intinya tidak boleh ikut hilang.
- Walaupun harus mengalami kebangkrutan besar, bukan berarti bisnis sudah mati. Dengan inovasi dan perubahan di lini-lini yang tepat, kebangkitan perusahaan menjadi sangat mungkin dilakukan.
Demikianlah Fachri akhirnya bisa menghadapi masalah yang sedang dialami bisnisnya. Terima kasih telah mengikuti perjalanan Fachri dalam menguak isi buku ini, semoga insight yang didapatkan Fachri bisa bermanfaat juga untuk kehidupan Anda.
Sampai Jumpa di BaRing selanjutnya.
Rekomendasi Baring Lainnya
