BEYOND IQ: Scientific Tools for Training Problem Solving, Intuition, Emotional Inteligence, Creativity, and more
Garth Sundem
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Dita orang yang pintar, terbukti dari prestasinya dulu di sekolah. Dari SD hingga kuliah, nilainya selalu tinggi sehingga teman-temannya sering menyebutnya anak jenius. Bukan itu saja, dari test IQ pun, skornya terbilang tinggi.
Tapi semenjak bekerja, kepintarannya itu seolah tak terlihat lagi. Entah kenapa, di tempat kerjanya, ia tidak terlalu menonjol. Dibanding teman-temannya yang prestasinya biasa saja, Dita lebih jarang memberikan ide, inisiatif, dan saran untuk memecahkan masalah.
Bukan,bukan, bukan karena dia malu, takut, atau tidak percaya diri. Tapi ia merasa sepertinya memang kepintarannya hanya terkait soal-soal ujian saja. Dihadapkan pada persoalan dunia nyata yang jauh lebih kompleks, ia merasa clueless.
Dalam hati, ia sangat ingin bisa seperti teman-temannya, yang lincah, banyak inisiatif, dan penuh kritik dan pemikiran yang tak pernah terpikirkan olehnya. “Kok bisa ya mereka secerdas itu? Tanyanya dalam hati, “Apa mereka memang sebenernya lebih cerdas dari aku?”, “Atau, karena mereka terbiasa memecahkan masalah nyata?”, “Gimana ya cara berpikir kaya mereka?”
Semua pertanyaan itu berputar di otaknya. Tapi, dia yang gemar membaca buku tidak membiarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut mengganjal berlarut-larut. Kalau orang lain mencari jawaban di Google, dia adalah orang yang kalau ada pertanyaan selalu mencari jawabannya di buku.
“Ini dia buku yang kucari-cari!” gumamnya dalam hati saat menemukan sebuah buku berjudul “Beyond IQ: Scientific Tools for Training Problem Solving, Intuition, Emotional Intelligence, Creativity, and More.”
Dari judulnya, ia tahu bahwa buku itu membahas tentang sebuah kemampuan yang jauh lebih powerful dibanding IQ untuk bisa berpikir dengan cerdas. Karena sudah sangat penasaran, ia pun langsung membaca buku itu begitu ia membelinya.
Nah dalam Baring berikut ini, kita akan menelusuri perjalanannya menemukan jawaban di buku tersebut. Selamat membaca.
Ring 1 - Kenapa Seolah Buku Ini Memandang IQ Sebelah Mata?
Sebetulnya, tidak demikian. IQ memanglah penting dan penulis buku ini juga mengakuinya. Tapi, IQ bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan. Malahan, peran IQ sangatlah kecil. Ada kemampuan-kemampuan lain yang jauh lebih menentukan selain IQ seperti kecerdasan emosional, willpower, kreativitas, motivasi, dan kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan. Tak masalah kalau IQ Anda rata-rata atau bahkan di bawah rata-rata, asalkan Anda punya kemampuan-kemampuan ini.
Kedua, IQ merupakan bakat bawaan lahir dan sangat sulit bisa diubah atau ditingkatkan. Sehingga, meningkatkan IQ untuk meningkatkan peluang kesuksesan tidak akan efektif. Akan jauh lebih baik kalau energi dan perhatian kita digunakan untuk meningkatkan faktor-faktor lain yang memang bisa ditingkatkan dan lebih berpengaruh pada kesuksesan seperti kecerdasan emosional, willpower, kreativitas, motivasi, dst.
Ketiga, hampir sepanjang hidup kita, yakni saat kita mulai bersekolah (dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi), kita telah berusaha meningkatkan IQ kita. Tanpa kita sadari, cara penyampaian materi di sekolah dan soal-soal ujian yang diberikan tidak jauh berbeda dengan pelatihan IQ karena memang didesain untuk memastikan kita sukses dalam berbagai ujian seperti SAT, dst.
Sebaliknya, di sekolah kita tidak distimulasi untuk menjadi kreatif, memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, dan tidak dilatih untuk meningkatkan willpower, motivasi, dan sebagainya.
Nah dari 3 alasan itu, kita tahu kenapa buku ini seolah memandang IQ sebelah mata. Niatnya bukan untuk seperti itu, melainkan mengajak Anda untuk lebih fokus pada mengembangkan kemampuan-kemampuan non-IQ yang jauh lebih penting untuk meraih kesuksesan.
Ring 2 - Lalu Kemampuan Apa Selain IQ yang Penting untuk Kesuksesan?
Seperti yang barusan disebutkan di Ring 1, kemampuan non-IQ yang jauh lebih penting untuk kesuksesan antara lain kecerdasan emosional, kemampuan problem solving, intuisi, willpower, dan kecerdasan terapan/practical intelligence.
Mari kita mulai dari kecerdasan terapan alias practical intelligence. Practical intelligence adalah kemampuan untuk menggunakan pikiran untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari.
Contohnya, Anda ingin anak Anda tidak ngebut saat mengemudikan mobil. Lalu, Anda taruh sebuah botol di atas dashboard yang Anda pasang sedemikian rupa sehingga botol itu menempel di situ dan tak bisa dicopot. Kemudian, Anda mengisi botol itu dengan air tanpa menutupinya. Dengan cara seperti itu, anak Anda akan terpaksa menyetir pelan-pelan karena takut airnya tumpah.
Dari mana ide itu datang? Dari mengolah berbagai pengalaman dan pengetahuan yang Anda punya, mulai dari pengetahuan tentang botol minuman, tentang reaksi manusia saat ketumpahan air, dst.
Kedua, kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengendalikan emosi dengan cara-cara yang positif untuk mengatasi stres, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan dan konflik, dst.
Selanjutnya yakni intuisi. Intuisi adalah ide atau petunjuk yang didapatkan tanpa berpikir. Ia muncul begitu saja. Akan tetapi, intuisi bukanlah hal yang mistis. Ia juga bukan kemampuan khusus yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Semua orang pasti punya intuisi.
Nah kalau intuisi bukan mistis, lalu bagaimana intuisi bisa muncul? Dari mana ia muncul? Jawabannya dari pikiran bawah sadar kita. Intuisi tak lain adalah pengetahuan dan pengalaman yang telah tersimpan di pikiran bawah sadar kita, yang sewaktu-waktu bisa muncul ke pikiran sadar kita saat kita membutuhkan ide, petunjuk, atau penjelasan tentang sesuatu.
Contohnya, penemu jarum mesin jahit yang menemukan idenya bukan saat ia fokus mencari ide tapi justru saat ia tidur. Saat ia tidur, ia bermimpi ada sebuah peluru yang berlubang. Mimpi itu dimaknainya bahwa ia bisa membuat alat jahit seperti peluru yang berlubang di mimpi itu. Maka, muncullah ide untuk membuat jarum berlubang.
Sekilas, intuisi mirip dengan kecerdasan terapan. Bedanya, untuk memperoleh ide dengan kecerdasan terapan, kita perlu aktif berpikir seperti biasa. Sedangkan untuk memperoleh ide lewat intuisi, kita tidak perlu berpikir aktif. Kita justru perlu “menonaktifkan” pikiran (sadar) kita agar pikiran bawah sadar kita yang bekerja.
Selanjutnya, willpower. Willpower adalah kemampuan untuk mengendalikan tindakan, pikiran, dan emosi sesuai kehendak kita.
Ada 2 kekuatan yang mengendalikan tindakan kita, yakni willpower dan dorongan-dorongan alami dalam diri kita. Misal, secara alami kita lebih menyukai kegiatan yang mudah dan menyenangkan seperti scrolling media sosial, makan makanan yang enak, berleha-leha, dst. Sedangkan willpower adalah kekuatan yang bisa kita gunakan secara sadar untuk memutuskan mana yang akan kita lakukan, apakah mau berleha-leha atau olahraga, apakah mau scrolling media sosial atau fokus bekerja.
Dengan willpower, kita bisa mengabaikan kesenangan sesaat untuk mengejar goal jangka panjang lebih penting untuk kita.
Terakhir, kemampuan problem solving alias memecahkan masalah. Kemampuan ini diperoleh dari gabungan semua kemampuan yang barusan disebutkan.
Nah setelah memahami definisi kemampuan-kemampuan ini, yuk sekarang beranjak pada bagaimana mengembangkannya satu per satu.
Ring 3 - Bagaimana Melatih kecerdasan terapan?
Berikut ini beberapa cara untuk melatih kecerdasan terapan Anda:
1. Jika, maka, karena
Jika, maka, dan karena adalah kata-kata yang jika dirangkai akan membentuk rangkaian sebab-akibat.
Nah, kemampuan practical intelligence bisa dibangun dengan melatih kepekaan Anda pada hubungan sebab-akibat yang terjadi di sekitar Anda. Latihlah kepekaan Anda pada sebab, akibat, dan rasionalisasi kenapa sesuatu atau seseorang menjadi/bertindak/berlaku seperti yang Anda lihat.
Kenapa melatih kepekaan ini bisa meningkatkan kecerdasan terapan Anda? Karena, pengetahuan tentang sebab-akibat terkait berbagai hal bisa Anda jadikan bahan/material untuk memproduksi ide.
2. Tes penilaian situasi
Ini terdiri dari beberapa tes berdasarkan skenario, di mana jawabannya adalah pilihan ganda. Tes ini bisa mengukur tingkat intelektual terapan Anda. Salah satu contoh pertanyaannya adalah:
Anda adalah pegawai baru yang ambisius dengan posisi sebagai copywriter di sebuah perusahaan pemasaran dan humas yang sedang maju-majunya. Di minggu pertama kerja Anda, Anda mendapatkan request friend Facebook dari bos nya bos Anda. Anda bertanya-tanya dan ternyata tidak semua orang diajak friend olehnya – hanya pegawai muda, berpenampilan menarik seperti Anda. Maka tindakan Anda:
a) Diam-diam menerima request friend nya
b) Diam-diam menolak request friend nya
c) Menceritakan request dan kekhawatiran Anda kepada bos Anda dan meminta petunjuk.
d) Jadwalkan pertemuan dengan bos nya bos Anda untuk membahas request tersebut dan kekhawatiran Anda.
Jawaban terbaiknya adalah b) dan yang terburuk adalah a). Tapi jawaban tersebut diukur dari jawaban karyawan terbaik. Skenario dan jawabannya diadaptasi dari yang biasa digunakan pada sejumlah Tes Penilaian situasi yang sudah ada. Sehingga jawaban terbaiknya nanti bisa berubah sesuai dengan lingkungan kerja dan sosial Anda.
Ring 4 - Bagaimana untuk Melatih Kepekaan Intuisi Saya?
Perlu diketahui bahwa meskipun intuisi bisa memberikan kita ide brilian, tapi tak jarang juga orang salah dalam menafsirkan intuisi yang didapatkannya.
Kenapa bisa begitu?
Karena sebenarnya intuisi hanyalah asosiasi/penggabungan acak yang dilakukan oleh bawah sadar antara satu hal dengan hal lainnya. Di mana pikiran sadar kita seringkali menyangka bahwa penggabungan ini selalu benar.
Misal, pikiran sadar kita umumnya mengaitkan mendung dengan hujan, petir, payung, jas hujan, dan semua yang berhubungan dengan hujan. Ini karena dari pengalaman yang berulang kali kita alami, mendung menjadi pertanda akan munculnya hujan.
Tapi, pikiran bawah sadar kita bisa saja mengaitkan mendung dengan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan hujan. Mungkin, pikiran bawah sadar Anda mengaitkannya dengan kekuatan sihir, kematian, kejahatan, dan rasa sedih.
Ini bisa saja terjadi karena mungkin Anda pernah menonton film yang memperlihatkan adegan penyihir yang beraksi ketika langit mendung. Atau, Anda takut dengan mendung karena seringkali saat mendung tiba-tiba muncul petir. Sedangkan Anda juga takut dengan aksi kejahatan. Sehingga, saat diri Anda melihat langit mendung, pikiran bawah sadar Anda malah mengidentikkan/mengasosiasikannya dengan kejahatan. Akibatnya, saat Anda menyaksikan langit mendung, Anda menafsirkannya sebagai tanda akan adanya kejahatan.
Nah, intuisi yang seperti ini tentu bisa menyesatkan Anda. Oleh karena itu, Anda perlu melatih intuisi yang tepat. Bagaimana caranya?
Kalau Anda mendapatkan intuisi misalnya, ketika Anda melihat mendung lalu tiba-tiba muncul rasa takut dan terbersit kejahatan di benak Anda, coba periksa lebih teliti apakah benar mendung berarti pertanda akan adanya tindak kejahatan. Coba ingat-ingat kembali saat langit mendung di waktu-waktu yang lalu, adakah kejahatan yang menimpa Anda atau orang lain?
Ring 5 - Bagaimana Melatih Kecerdasan Emosional?
Anda bisa memulainya dengan belajar mengenali tujuh emosi dasar yakni kemarahan, ketakutan, jijik, hina, kebahagiaan, kesedihan, dan terkejut. Kemudian menuju memahami (Understanding), menamai (Labeling), mengungkapkan (Expressing), dan mengatur (Regulating). Mari kita singkat dengan RULER.
1. Mengenali dan menamai emosi
Ketik kata kunci “portraits” atau “portrait” di Google untuk mendapatkan berbagai gambar wajah. Setelah kumpulan gambar wajah muncul, cobalah kenali ekspresi dari masing-masing wajah itu dan beri mana/sebutkan apa saja petunjuk di wajah-wajah itu yang membuat Anda berpikir bahwa mereka sedang sedih atau sedang senang, atau sedang kecewa, dst.
Jika Anda sudah menguasai gambar, cobalah dengan seni abstrak dan puisi. Kemudian coba dengan music.
2. Memahami Emosi
Anak-anak cepat mengembangkan apa yang mereka sebut first-order belief – kemampuan untuk menyimpulkan apa yang dipikirkan orang lain. Tapi, yang lebih sulit adalah mengembangkan second-order belief – mengetahui apa yang orang lain pikirkan mengenai isi pikiran orang lainnya. Ini adalah pemahaman emosional.
Latihlah diri Anda kemampuan first-order belief dan second-order belief.
3. Mengungkapkan emosi
Tulislah semua emosi yang pernah Anda rasakan, kemudian tulis pengalaman yang menggambarkan atau mewakili emosi tersebut. Setelah Anda selesai, lihat kembali pengalaman tersebut untuk menemukan apa sebenarnya yang membuat Anda merasa demikian.
4. Mengatur emosi
Buat daftar situasi yang Anda anggap menantang secara emosional dan lainnya menyemangatkan secara emosional.
Kemudian, tuliskan bagaimana kira-kira Anda akan menyikapi jenis emosi pertama (yang menantang secara emosional) dan jenis emosi kedua (menyemangatkan secara emosional).
Garth Sundem adalah seorang penulis buku sains, matematika, dan seorang pembicara TED. Dia pernah tampil di Good Morning America, CBS Early Show, Science Channel, BBC, CBC, dan dia juga menulis untuk New York Times, Esquire, Wired, Maxim, dst.
Nah dari perjalanan Dita, ia menemukan beberapa insight yang ia tulis dalam sebuah catatan sebagai berikut:
- IQ hanya berkontribusi kecil pada kesuksesan. Kemampuan-kemampuan yang jauh lebih berpengaruh adalah kecerdasan emosional, intuisi, kecerdasan terapan, kemampuan problem solving, willpower, dan kreativitas.
- Cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional adalah dengan mengenali dan menamai emosi, mengungkapkan emosi, dan mengendalikan emosi.
- Cara untuk mengasah intuisi yakni dengan memeriksa atau menguji kebenaran intuisi Anda.
- Cara untuk melatih kecerdasan terapan yakni dengan memperhatikan dan memahami hubungan sebab-akibat yang terjadi di sekeliling Anda.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan DIta,, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya