The 5 Love Languages: The Secrets to Love that Lasts
Gary Chapman
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Ninda sudah 2 tahun menikah dengan suaminya. Awalnya baik dia maupun suaminya merasa bahagia dengan pernikahan mereka. Tapi entah kenapa setelah 2 tahun semuanya seolah mulai memudar. Bahkan seringkali Ninda merasa pernikahannya menjadi hampa.
Awalnya, dia berpikir mungkin dia hanya bosan dan oleh karenanya membiarkan kehampaan itu. Dia berpikir cepat atau lambat pasti rasa bosannya hilang dan dia kembali bersemangat menjalani pernikahannya. Tapi, alih-alih membaik, semakin lama hubungannya dengan suaminya malah semakin tidak membaik.
Puncaknya adalah ketika keduanya bertengkar hebat akibat berselisih pendapat. Dan, ini menghadapkannya pada 2 pilihan, akan melanjutkan pernikahan tersebut atau mengakhirinya.
Tentu, Ninda tidak ingin mengambil keputusan yang tergesa-gesa. Dia ingin keputusan yang ia ambil didasarkan pada pertimbangan yang matang. Oleh karenanya, dia pun menggali berbagai informasi dan nasihat terkait pernikahan, terutama dari teman-teman dan kerabatnya yang sudah lama berpengalaman dalam pernikahan.
Kebetulan, salah seorang temannya memiliki buku yang berjudul “The 5 Love Languages: The Secrets to Love that Lasts” karya Gary Chapman. Menurut temannya, buku itu telah membantunya mempertahankan pernikahan yang awet dengan suaminya. Dia pun merekomendasikan buku itu kepada Ninda, yang tentu saja diterima olehnya dengan senang.
Di rumah, Ninda pun langsung membaca buku itu, berharap menemukan informasi yang memadai, yang bisa membantunya membuat keputusan yang bijak.
Nah Anda yang sedang membaca kisah Ninda, yuk ikuti kisah Ninda selengkapnya dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Banyak orang yang berkali-kali mengalami kegagalan dalam pernikahan. Ada yang sudah menikah 10 tahun tapi akhirnya kandas. Ada yang sudah menikah tiga kali tapi semuanya kandas juga. Banyak juga yang meskipun pernikahannya tidak kandas tapi merasa kehidupan pernikahannya hampa tanpa cinta.
Semua itu menyisakan pertanyaan, apa sebenarnya yang menyebabkan kegagalan dalam pernikahan? Apakah karena salah memilih pasangan? Ataukah karena ketidakcocokan? Atau, ada sebab lainnya?
Setelah 30 tahun mendedikasikan diri sebagai konsultan pernikahan, penulis buku ini mendapatkan benang merah kenapa banyak pernikahan kandas. Dari yang ia simpulkan, banyak pernikahan kandas bukan karena salah memilih pasangan, bukan karena ketidakcocokan, melainkan karena masing-masing memiliki bahasa cinta yang berbeda, di mana perbedaan bahasa ini membuat masing-masing pasangan salah memahami satu sama lain.
Adapun kenapa bahasa cinta masing-masing orang berbeda tak lain adalah karena pola pengasuhan yang berbeda-beda yang diterima masing-masing orang semasa kecilnya. Ada orang yang semasa kecil diasuh dengan otoriter, ada juga orang yang semasa kecilnya diasuh dengan dimanjakan, ada juga orang yang semasa kecilnya diasuh dengan pendidikan yang demokratis, yang tegas tapi penuh kasih sayang. Semua itu melahirkan bahasa cinta yang berbeda-beda.
Melalui pengalamannya dalam mengatasi berbagai masalah pernikahan, penulis buku ini mendapatkan kesimpulan bahwa setidaknya ada 5 bahasa cinta pokok yang terbentuk. Masing-masing orang setidaknya memiliki satu di antara 5 bahasa tersebut.
Nah, tujuan buku ini tak lain adalah untuk menjabarkan kelima bahasa cinta tersebut, dan bagaimana mengenali bahasa cinta Anda dan juga bahasa cinta pasangan Anda.
Dengan mengenali bahasa cinta Anda dan pasangan Anda, Anda bisa mengekspresikan rasa cinta Anda kepada pasangan Anda melalui bahasa cinta yang digunakannya. Demikian sebaliknya, Anda bisa mengajak pasangan Anda untuk mengenal bahasa cinta Anda sehingga ia pun bisa mengekspresikan cintanya kepada Anda melalui bahasa cinta yang Anda gunakan.
Ring 2 - Benarkah bahwa Cinta akan Lenyap Setelah Pernikahan?
Sebelum menjawabnya, mari kita perjelas lebih dulu apa maksud “cinta” di sini. Umumnya, pasangan memutuskan untuk menikah setelah mereka merasakan jatuh cinta satu sama lain.
Tapi perlu diketahui bahwa perasaan jatuh cinta ini hanyalah sebuah obsesi. Selama pasangan tersebut belum mengenal lebih dalam karakter masing-masing dan belum merasakan kebersamaan dalam waktu yang lama, maka selama itu pula obsesi terhadap pasangan tetap melekat.
Tapi, begitu pernikahan terjadi dan keduanya mulai mengenal satu sama lain lebih dalam dan juga menjalani kebersamaan yang intens, maka obsesi tersebut lama-lama lenyap.
Nah, mari kita sepakati terlebih dulu bahwa “cinta” yang dimaksud di sini adalah obsesi. Dari studi yang dilakukan oleh pakar psikologi Dorothy Tennov, diketahui bahwa obsesi seperti ini bertahan maksimal hanya 2 tahun setelah pernikahan.
Bahkan, lebih jauh Dorothy Tennov menjelaskan bahwa pada dasarnya obsesi ini bukanlah cinta yang sesungguhnya.
Pakar psikologi lainnya, Scott Peck, menjelaskan bahwa obsesi ini bukan cinta karena 4 alasan berikut ini:
- Obsesi tersebut bukanlah aksi yang disengaja & disadari. Saat kita jatuh cinta, rasa itu datang dengan sendirinya tanpa kita rencanakan.
- Untuk merasakan obsesi tersebut (jatuh cinta) tidak membutuhkan usaha. Perasaan itu datang dengan sendirinya. Dan, seringkali saat perasaan ini melekat dalam diri kita, rasanya sangat mudah melakukan pengorbanan untuk orang yang kita “cintai”. Apapun yang ia minta, kita akan berusaha penuhi tanpa memprotes dan mengeluh. Intinya, obsesi seperti ini membuat seseorang hilang nalar.
- Saat seseorang terobsesi dengan orang lain, dia tidak fokus pada pertumbuhan dirinya dan orang tersebut dan berpikir bahwa dia telah sampai pada tujuan akhir sehingga tidak membutuhkan pertumbuhan lebih lanjut. Dia berpikir bahwa dia telah berada di puncak kebahagiaan dan yang dibutuhkan hanyalah menetap di puncak itu selamanya. Di samping itu, dia juga berpikir bahwa orang yang dicintainya tidak perlu lagi mengubah diri menjadi lebih baik atau menggapai cita-citanya karena dia berpikir bahwa orang tersebut sudah sedemikian sempurna.
- Obsesi ini hanyalah dorongan instingtif spesies manusia untuk bereproduksi (memiliki anak) demi kelestarian spesies tersebut. Dalam kehidupan primitif, mungkin saja bentuk cinta seperti ini memadai. Tapi dalam kehidupan modern yang kompleks, bentuk cinta seperti ini sangat tidak memadai.
Dan, ini jugalah yang menjadi salah satu faktor penyebab masalah dalam pernikahan, di mana untuk menyikapi masalah ini ada 2 kemungkinan yang terjadi:
- Memilih bertahan dalam pernikahan dengan pasrah hidup dalam kehampaan tanpa cinta.
- Memilih bercerai karena berpikir akan menemukan cinta dari orang lain.
Tapi, kalau kita memahami hakikatnya, masalahnya seringkali bukanlah pada orangnya, melainkan pada “cinta” itu sendiri, yang memang akan lenyap setelah 2 tahun pernikahan.
Dari survei yang dilakukan oleh para pakar (di Amerika Serikat), diketahui bahwa 40% pasangan yang menikah untuk pertama kali (pernikahan pertama) berakhir cerai. Sedangkan pada pernikahan kedua, persentase perceraian sebanyak 60%. Dan, pada pernikahan ketiga, 75% berakhir cerai. Ini menunjukkan bahwa mencari orang lain tidak selalu menjadi keputusan yang bijak.
Tentu ada kondisi-kondisi tertentu yang mengharuskan perceraian, misalnya kekerasan dalam rumah tangga atau ketiadaan visi & misi hidup yang selaras. Tapi, ketika kondisi-kondisi seperti itu tidak ada, seringkali perceraian bukanlah keputusan yang tepat.
Lalu, apakah ini juga berarti bahwa menikahi seseorang hanya karena kita jatuh cinta padanya tidak tepat?
Menurut para pakar, keputusan seperti itu (menikahi seseorang karena jatuh cinta pada orang tersebut) tidaklah masalah. Dan, justru “cinta obsesi” lah yang menjadi pintu masuk untuk menikahi seseorang. Apa yang perlu digaris-bawahi adalah, di samping mendasarkan fondasi pernikahan pada “cinta obsesi”, kita juga perlu mendasarkannya pada cinta yang penuh kesadaran, pada cinta yang dilandasi nalar & kesadaran penuh untuk memupuk cinta tersebut dan mendorong pertumbuhan masing-masing. Karena, cinta yang tumbuh setelah “cinta obsesi” berakhir adalah cinta yang rasional, cinta yang dilandasi dengan pertimbangan logis, cinta yang muncul karena melihat pasangan memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membuatnya memang pantas dicintai.
Dan, salah satu cara paling efektif untuk memupuk cinta yang rasional adalah dengan mengekspresikan cinta melalui bahasa cinta yang digunakan pasangan kita. Ini menuntut kita dan pasangan mempelajari bahasa cinta masing-masing.
Ring 3 - Apa Saja 5 Bahasa Cinta yang Digunakan dalam Mengomunikasikan Rasa Cinta?
1. Ucapan yang afirmatif
Ini adalah ungkapan cinta dengan memuji orang yang dicintai dan mengatakan dengan lisan/tulisan bahwa kita mencintai dirinya.
Ada orang yang dengan pujian seperti ini sudah merasa dicintai. Mereka adalah orang-orang yang memiliki bahasa cinta “afirmatif”. Demikian juga, orang-orang yang gemar mengungkapkan rasa cintanya dengan puji-pujian seperti ini juga bisa disimpulkan memiliki bahasa cinta “afirmatif”.
2. Waktu berkualitas
Orang yang memiliki bahasa cinta ini akan merasa dicintai ketika pasangannya memprioritaskan waktu berkualitas bersamanya. Demikian sebaliknya, ia juga akan mengekspresikan rasa cinta kepada pasangan dengan memprioritaskan waktu berkualitas bersama pasangan.
3. Menerima & memberi hadiah
Orang yang memiliki bahasa cinta ini mengekspresikan rasa cinta mereka dengan memberikan hadiah kepada orang yang dicintai. Dan sebaliknya, dia akan merasa dicintai ketika dia menerima hadiah dari orang yang mengaku cinta kepadanya.
Umumnya yang mereka hargai dari hadiah bukanlah nilai nominalnya, melainkan bahwa hadiah menunjukkan kepedulian.
4. Tindakan Melayani
Mereka yang memiliki bahasa cinta ini mengekspresikan rasa cinta melalui tindakan, misal memasak makanan untuk pasangan, membantu membersihkan rumah, membantu mencari nafkah, dst.
Demikian sebaliknya, orang yang memiliki bahasa cinta ini akan merasa dicintai ketika orang yang mengaku mencintainya melayaninya dengan baik.
5. Sentuhan fisik
Orang yang memiliki bahasa cinta ini mengekspresikan rasa cinta melalui sentuhan fisik seperti pelukan, bersandar, bergandengan tangan, dst. Demikian sebaliknya, dia akan merasa dicintai oleh pasangannya ketika pasangannya sering memeluk, menggandeng tangan, dan tindakan fisik lainnya.
Ring 4 - Bagaimana Mengetahui Bahasa Cinta Diri Sendiri & Bahasa Cinta Pasangan?
Banyak orang yang bingung menemukan bahasa cinta yang digunakannya dan digunakan pasangannya karena seringkali mereka suka dengan berbagai ekspresi cinta. Ada yang suka dipuji juga diberi perhatian/dilayani. Ada yang suka dipeluk juga suka diberi hadiah.
Nah, untuk memastikan mana bahasa cinta yang paling dominan dalam diri kita dan pasangan kita, cara yang efektif adalah dengan menguji bagaimana reaksi kita atau pasangan saat diperlakukan berkebalikan dari bahasa cinta yang kita atau pasangan kita miliki.
Ujilah diri Anda dan pasangan Anda dengan 5 bahasa cinta dalam bentuk negatif dan takar mana bahasa cinta negatif yang paling membuat diri Anda atau pasangan Anda tidak nyaman. Bahasa cinta negatif yang paling membuat diri Anda atau pasangan Anda tidak nyaman, itulah bahasa cinta yang paling dominan dalam diri Anda atau pasangan Anda.
Jadi, pertama-tama Anda menguji diri Anda atau pasangan Anda dengan ucapan negatif/kritik. Ini untuk mengetahui bagaimana respons Anda dan pasangan Anda saat tidak mendapatkan ekspresi cinta “afirmatif”.
Selanjutnya, uji diri Anda dan pasangan dengan absen memberikan hadiah pada saat ulang tahun, hari valentine, atau ulang tahun pernikahan. Ini untuk mengetahui bagaimana respons Anda dan pasangan saat tidak mendapatkan ekspresi cinta “menerima hadiah.”
Kemudian, uji diri Anda dan pasangan Anda dengan absen meluangkan waktu berkualitas untuk pasangan. Ini untuk mengetahui bagaimana respons Anda dan pasangan ketika tidak mendapatkan ekspresi cinta “quality time”.
Uji juga diri Anda dan pasangan dengan absen memberikan perhatian dan pelayanan. Ini untuk mengungkap bagaimana respons Anda dan pasangan ketika tidak mendapatkan ekspresi cinta “melayani”.
Terakhir, uji diri Anda dan pasangan dengan memberikan sentuhan yang kasar, misal menginjak kaki atau yang lainnya . Ini mengungkap bagaimana respons Anda dan pasangan ketika tidak mendapatkan ekspresi cinta “sentuhan fisik” dan justru mendapatkan siksaan fisik.
Nah, setelah Anda mengetahui bagaimana reaksi Anda dan pasangan Anda pada 5 situasi tersebut, bandingkan mana yang menurut Anda atau pasangan Anda paling tidak nyaman.
Kalau menurut Anda yang paling tidak nyaman adalah situasi di mana Anda tidak mendapatkan kejutan/perayaan ulang tahun atau hari Valentine atau anniversary pernikahan Anda, maka bisa dipastikan bahasa cinta Anda adalah bahasa cinta “menerima hadiah.”
Begitu juga dengan pasangan Anda. Kalau dia merasa paling tidak nyaman ketika tidak diberi kejutan ulang tahun atau hari Valentine atau anniversary pernikahan dengan Anda, maka bisa dipastikan bahasa cintanya adalah bahasa cinta “menerima hadiah.”
Kalau menurut Anda atau pasangan Anda yang paling tidak nyaman adalah situasi di mana Anda/pasangan mendapatkan kritik, maka bisa dipastikan bahasa cinta Anda dan pasangan Anda adalah bahasa cinta “afirmatif.”
Bagaimana jika yang paling membuat tidak nyaman adalah situasi di mana Anda/pasangan Anda diperlakukan dengan kasar secara fisik? Itu berarti Anda/pasangan Anda memiliki bahasa cinta “sentuhan fisik.”
Selanjutnya, Anda/pasangan Anda bisa dipastikan memiliki bahasa cinta “tindakan melayani” jika situasi yang paling tidak nyaman menurut Anda/pasangan Anda adalah ketika Anda atau pasangan Anda tidak memberikan perhatian/pelayanan dalam waktu yang lama.
Terakhir, Anda/pasangan Anda bisa dipastikan memiliki bahasa cinta “quality time” jika situasi yang paling tidak nyaman menurut Anda/pasangan Anda adalah ketika Anda/pasangan jarang meluangkan waktu berkualitas bersama Anda.
Nah setelah Anda dan pasangan mengetahui bahasa cinta masing-masing, Anda bisa mulai mengekspresikan rasa cinta Anda kepada pasangan Anda dengan bahasa cinta yang digunakannya. Demikian sebaliknya, Anda bisa meminta pasangan Anda untuk mulai mengekspresikan rasa cintanya kepada Anda dengan bahasa cinta yang Anda gunakan.
Gary Chapman merupakan seorang pembicara dan konselor yang memiliki minat untuk membantu para pasangan menjalin relasi pernikahan yang tahan lama. Dia juga merupakan direktur dari Marriage and Family Life Consultants, Inc.
Setelah menghabiskan buku “The 5 Love Languages”, kini Ninda paham beberapa hal mengenai cinta dan kehidupan pernikahan. Hal-hal ini turut membantunya membuat keputusan yang bijak mengenai pernikahannya.
Berikut ini beberapa di antaranya:
- Perasaan euforia jatuh cinta (cinta yang obsesif) akan lenyap maksimal setelah 2 tahun pernikahan atau setelah menjalani kebersamaan dengan pasangan.
- Idealnya, pernikahan jangan hanya dilandasi dengan cinta yang obsesif (yakni perasaan saat kita jatuh cinta), melainkan juga dengan cinta yang sadar & dilandasi nalar. Karena, cinta yang obsesif hanya bertahan 2 tahun, sedangkan kehidupan pernikahan adalah berlangsung untuk selamanya.
- Cinta yang dilandasi nalar adalah cinta yang di mana kita mendorong pertumbuhan diri kita sendiri dan pertumbuhan diri pasangan. Ini adalah cinta yang menjadikan kita dan pasangan terus berusaha untuk memantaskan diri satu sama lain.
- Salah satu cara efektif untuk memupuk cinta yang dilandasi nalar adalah mengekspresikan cinta dengan bahasa cinta yang digunakan pasangan. Karena hanya dengan melalui bahasa itu, kita bisa berkomunikasi dengan baik dengan pasangan kita, kita bisa mencapai kompromi dalam berbagai aspek ketika kita menyampaikannya dengan bahasa yang ia gunakan.
- Ada 5 bahasa cinta pokok yang digunakan dalam relasi dengan pasangan, yakni: bahasa cinta “afirmatif”, bahasa cinta “memberi & menerima hadiah”, bahasa cinta “sentuhan fisik”, bahasa cinta “tindakan melayani”, dan bahasa cinta “waktu berkualitas”.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Ninda, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya