TALENT IS OVERRATED (What Really Separates World-Class Performers from Everybody Else)
Geoff Colvin
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Rona ingin sekali menjadi penyanyi. Tapi, semua orang di sekitarnya mencibirnya karena menurut mereka suaranya tidak bagus. Mereka beranggapan bahwa untuk menjadi seorang penyanyi, modal utamanya adalah sudah memiliki suara yang bagus “dari sananya”.
Dengan cibiran teman-temannya, lambat-laun ia pun juga menjadi ragu. Dalam lubuk hati yang terdalam, dia juga meyakini bahwa suara sangat berpengaruh dalam kemampuan bernyanyi.
Tapi, keinginannya untuk menjadi penyanyi begitu besar sehingga membuatnya resah dan sedih. Untung saja, sahabatnya datang untuk memberikan semangat.
“Siapa bilang jadi penyanyi harus punya bakat?” kata temannya menyangkal cibirian orang-orang, “Coba deh baca buku ini dulu. Di sini dijelasin kok kalau skill nyanyi nggak butuh bakat,” tambahnya sambil menyodorkan sebuah buku berjudul “Talent is Overrated: What Really Separates World-Class Performers from Everybody Else” karya Geoff Colvin.
Rona yang tadinya murung, kini tampak mengerutkan dahi membaca judul buku itu. Sesaat kemudian, dia tersenyum dan berterima kasih kepada temannya. Sepertinya ia paham bahwa buku itu akan membalikkan keraguannya dan mengembalikan optimismenya untuk menjadi seorang penyanyi.
Oleh karena itu, tak banyak berpikir, ia pun langsung membaca buku itu halaman demi halaman. Hatinya penuh pertanyaan, apa benar yang dikatakan temannya itu? Apa benar bakat tidak dibutuhkan? Kalau bukan bakat, lalu apa yang dibutuhkan? Dan masih banyak lagi.
Penasaran apakah dia akan menemukan jawabannya dalam buku itu? Yuk ungkap dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Buku Ini?
Gambaran besar buku ini membahas bagaimana cara efektif untuk menguasai sebuah skill atau sebuah bidang dan menjadi expert dalam bidang tersebut.
Pertanyaan terbesar yang diajukan dan dijawab dalam buku ini adalah, benarkah untuk menguasai sebuah skill dengan mudah dan menjadi expert dalam skill tersebut dibutuhkan bakat?
Secara sepintas, kalau kita mengamati orang-orang yang telah meraih pencapaian luar biasa seperti Bill Gates, Mozart, Jk Rowling, Leonardo Da Vinci, Lady gaga, dst, terlihat jelas bahwa pencapaian mereka banyak dipengaruhi oleh bakat mereka.
Tapi, melalui pengamatan mendalam terhadap berbagai tokoh luar biasa dan dari mempelajari berbagai literatur tentang bagaimana menguasai skill, penulis buku ini sampai pada kesimpulan bahwa ternyata bakat tidaklah banyak berdampak. Ada yang jauh lebih berperan yakni deliberate practice alias latihan yang disengaja.
Nah dalam buku ini, penulisnya mengupas tuntas kenapa bakat tidak berperan, apa itu deliberate practice, dan bagaimana cara melakukan deliberate practice untuk menguasai skill dengan mudah dan menjadi expert dalam skill tersebut.
Ring 2 - Kenapa Menurut Buku Ini Bakat Dilebih-lebihkan?
Untuk menjawabnya, penulis buku ini pertama-tama memaparkan sebuah pengamatan terhadap 257 murid dari sekolah musik dan membaginya menjadi 5 kategori, dari kategori murid paling berprestasi hingga murid yang belajar musik kurang lebih 6 bulan lalu menyerah.
Alasan kenapa para peneliti memilih untuk mengamati anak-anak yang belajar musik adalah karena sekilas skill bermain musik (baik menyanyi, memainkan alat-alat musik, maupun menciptakan lagu dan aransemen) terlihat paling membutuhkan bakat.
Mari kita amati saja skill bernyanyi. Siapa pun pasti tahu kalau orang-orang yang pandai bernyanyi hanyalah mereka yang sedari awal sudah memiliki suara bagus. Para penyanyi terkenal pun sudah dari awal memiliki suara yang bagus.
Tapi, setelah mendalami 257 murid ini, mulai dari mewawancarai murid-murid tersebut dan orangtua mereka mengenai berapa jam per hari anak mereka berlatih, pada umur berapa mereka mulai mengenali nada, dst hasilnya ditemukan bahwa anak-anak yang menduduki peringkat atas tidak jauh berbeda dari anak-anak lainnya. Apa yang membedakan hanyalah durasi latihan, passion, dan kapan mereka mulai belajar (semakin dini belajar musik maka semakin mudah dalam menguasai skill bermusik).
Salah satu hal yang paling menonjol dari mereka yang berprestasi dari yang tidak berprestasi di bidang musik adalah mereka yang berprestasi sudah memiliki kemampuan untuk mengulang-ulang nada di usia 18 bulan, sedangkan kelompok lainnya baru memiliki kemampuan tersebut di usia kisaran 24 bulan. Tapi, kemampuan ini pun bukan berkat bakat melainkan karena orangtua mereka aktif memberikan stimulus berupa lagu-lagu kepada mereka sejak bayi.
Nah kalau di bidang musik seperti itu, bagaimana di bidang lain? Di bidang lain pun sama. Faktor yang lebih berperan mengantarkan seseorang menjadi ahli di sebuah bidang ternyata bukanlah bakat, melainkan durasi belajar/berlatih, bagaimana teknik berlatihnya, seberapa besar motivasi untuk berlatih, dst. Bahkan, dalam buku ini disebutkan bahwa beberapa master catur pun memiliki IQ di bawah rata-rata!
Ring 3 - Jika Bukan Bakat, Lalu Apa yang Lebih Berpengaruh untuk Menguasai Skill dengan Cepat dan Menjadi Expert?
Di Ring 2, sudah dijelaskan sedikit bahwa faktor yang lebih berperan untuk menjadi expert adalah durasi latihan, teknik latihannya, sampai seberapa besar motivasi untuk berlatih.
Tapi ini belum menjawab persoalan, karena masih menyisakan pertanyaan, latihan yang seperti apa?
Nah, untuk menjawabnya, mari kita mulai dari kisah Jerry Rice, pemain sepakbola Amerika yang dikenal sebagai salah satu pemain terhebat.
Dari penelusuran mengenai awal sepak terjangnya di dunia sepak bola Amerika, Jerry awalnya dikenal sebagai pemain yang biasa-biasa saja. Meskipun kemampuannya terbilang bagus di level universitas, tapi di level nasional masih kalah jauh dibanding pemain lainnya.
Tapi, pada satu titik tertentu, dia menjadi pemain yang andal, bahkan bermain dalam 20 season berturut-turut dari tahun 1985 sampai 2004. Bukan hanya itu, dia juga sering mendapatkan penghargaan.
Dari mengamati bagaimana Jerry berlatih, ditemukan bahwa yang dilakukan Jerry utamanya bukanlah berlatih keras untuk meningkatkan kecepatan berlarinya maupun untuk melatih gerakannya.
Sebaliknya, ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar di kelas, menonton rekaman permainan dan me-review-nya, dan latihan pengkondisian (conditioning) untuk meningkatkan kelenturan, daya tahan, kekuatan, dan keseimbangan tubuhnya. Sangat jarang ia berlatih dengan melakukan pertandingan langsung dengan teman-temannya.
Dari mengamati Jerry Rice dan beberapa top performers lainnya, penulis buku ini menyimpulkan bahwa latihan yang berpengaruh besar untuk menjadikan seseorang ahli dalam sebuah skill adalah deliberate practice alias latihan yang disengaja. Dan, latihan ini jugalah yang jauh lebih berperan dibanding bakat.
Jauh lebih mudah untuk menjelaskan latihan yang tidak meningkatkan kinerja dibanding deliberate practice yang meningkatkan kinerja. Colvin menggunakan latihan memukul bola golf untuk mengilustrasikan latihan yang tidak meningkatkan kinerja. Latihan ini tidak meningkatkan kemampuan bermain jika tidak ada yang memberikan masukan mana yang harus ditingkatkan secara spesifik.
Jadi, deliberate practice adalah latihan yang menuntut seseorang untuk secara tajam mendefinisikan elemen mana yang harus ditingkatkan. Kebanyakan orang hanya bisa melakukan ini dengan bimbingan pelatih atau guru.
Inti dari latihan ini adalah, ketika sebuah elemen atau gerakan sudah bisa dikuasai yang artinya kita sudah bisa melakukannya secara otomatis, maka kita perlu beranjak pada elemen yang belum kita kuasai.
Ring 4 - Bagaimana Cara Efektif untuk Belajar Skill Baru?
Di Ring 3 sudah dijelaskan bahwa cara yang efektif untuk menguasai sebuah skill adalah dengan melakukan deliberate practice. Nah, untuk melakukan deliberate practice, ada beberapa prinsip yang harus dilakukan, antara lain:
1. Tentukan tujuan
Kita harus memiliki tujuan latihan yang jelas, apa aspek yang ingin dilatih atau dikuasai. Tanpa menentukan tujuan yang jelas, maka kita akan berlatih secara random, yang tentu saja tidak akan membawa kita ke mana-mana.
2. Berlatih di zona belajar
Ada 3 zona dalam menguasai sebuah skill, yakni zona nyaman (comfort zone), zona belajar (learning zone), dan zona panik (panic zone).
Zona nyaman adalah zona di mana kita sudah familiar dan sudah menguasainya sehingga kita tidak perlu berlatih lagi di zona ini; Zona belajar adalah zona yang belum kita kuasai tapi kemungkinan untuk menguasainya sangat besar. Misal, kalau Anda tak bisa renang, maka zona belajar Anda adalah kolam renang 1,5 atau 2 M; Zona panik adalah zona yang belum kita kuasai dan kemungkinan untuk menguasainya sangat kecil. Bahkan, kalau dipaksakan justru bisa berbahaya. Contohnya, Anda tidak bisa renang sama sekali tapi Anda latihan renang di laut dalam tanpa pengaman apapun.
Dalam melakukan deliberate practice, pastikan diri Anda belajar di zona belajar dan hindari zona panik ataupun zona nyaman.
3. Dapatkan feedback
Feedback berarti penilaian apakah kita sudah melakukannya dengan benar atau belum, apa yang harus diperbaiki, apa yang harus diulang-ulang, serta bagaimana simulasi untuk melakukannya dengan benar.
Idealnya feedback didapatkan dari guru atau pelatih.
4. Keluar dari zona nyaman
Saat Anda sudah menguasai zona belajar Anda, zona belajar itu akan menjadi zona nyaman Anda dan zona panik Anda akan menjadi zona belajar Anda yang baru. Artinya, di latihan selanjutnya, Anda harus beranjak ke zona belajar baru ini. Begitu seterusnya. Inilah yang dimaksud keluar dari zona nyaman.
GEOFF COLVIN, Senior Editor dari Fortune dan menulis kolom populernya yang bertema “Value Driven”. Dia memberikan ceramah di berbagai belahan dunia dan biasanya memimpin moderator untuk Fortune Global Forum. Dia juga menawarkan komentar bisnis harian di Jaringan Radio CBS. Dia tinggal di Fairfield, Connecticut.
Demikianlah bagaimana akhirnya Rona menyelesaikan buku “Talent is Overrated.” Kini hatinya berbunga-bunga karena dari membaca buku itu, ia tahu beberapa fakta yang membuatnya optimis mengejar mimpi menjadi seorang penyanyi. Beberapa fakta itu antara lain:
- Untuk menguasai skill dan menjadi expert dalam skill tersebut tidak dibutuhkan bakat. Apa yang dibutuhkan adalah deliberate practice alias latihan yang disengaja.
- Deliberate practice adalah latihan yang menuntut seseorang untuk secara tajam mendefinisikan elemen mana yang harus ditingkatkan. Kebanyakan orang hanya bisa melakukan ini dengan bimbingan pelatih atau guru.
Inti dari latihan ini adalah, ketika sebuah elemen atau gerakan sudah bisa dikuasai yang artinya kita sudah bisa melakukannya secara otomatis, maka kita perlu beranjak pada elemen yang belum kita kuasai. - Beberapa prinsip untuk melakukan deliberate practice antara lain: tentukan tujuan, berlatih di zona belajar, dapatkan feedback, dan keluar dari zona nyaman.
Terima kasih telah menemani perjalanan Rona, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya