
Steal Like an Artist: 10 Things Nobody Told You About Being Creative
Austin Kleon
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Okta seorang pekerja seni yang baru saja menekuni dunia itu. Sebagai orang baru di bidang tersebut, dia ingin mengembangkan kemampuannya dalam berkarya.
Satu hal yang sampai sekarang masih mengganjal di hatinya terkait dunia kesenian adalah, sangat sulit untuk menciptakan karya original yang benar-benar lepas dari bayangan seniman lain yang lebih senior. Dia selalu membandingkan karyanya dengan karya-karya seniornya dan merasa karyanya masih sangat mentah.
Tapi, dia tidak punya clue apa yang harus ia lakukan agar bisa menciptakan karya yang original sekaligus diakui. Haruskah ia berpikir out of the box? Jika ya, berpikir out of the box itu bagaimana? Apakah dia harus mencari inspirasi di tempat yang sepi, menjauh dari keramaian dan pengaruh dunia luar agar dia bisa mengeluarkan siapa dirinya? Atau, ia harus bagaimana?
Semua pertanyaan itu berputar di kepalanya.
Singkat cerita, dalam kebingungannya mencari cara agar bisa menghasilkan karya yang diakui, dia menemukan sebuah buku menarik di perpustakaan yang ia kunjungi. Buku itu berjudul “Steal Like an Artist: 10 Things Nobody Told You about Being Creative” karya Austin Kleon.
Melihat judulnya, dia punya gambaran seperti apa isi buku tersebut. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung mengambil buku itu dari rak dan membacanya. Ia sangat berharap menemukan insight tentang bagaimana menciptakan karya yang bagus.
Mari kita temani Okta dalam perjalanannya menemukan insight yang dicarinya dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Selama ini kita mungkin berpikir bahwa artis dan pemikir yang hebat adalah mereka yang mampu menemukan ide yang benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya.
Kita harus berpikir di luar kotak alias “thinking out of the box”, katanya. Kalau kita berpikir di dalam kotak, maka kita tidak akan bisa menemukan hal baru. Apa yang kita pikiran adalah apa yang ada di kotak itu. Begitu kata banyak orang.
Itulah kenapa, banyak orang yang juga menolak untuk belajar dari orang lain, dari membaca buku, bersekolah, mengikuti pelatihan, dan sebagainya. Belajar dari orang lain dianggap akan menjadikan kita penjiplak yang tak mampu berpikir dengan otak kita sendiri dan juga akan menjadikan kita bak “robot” yang pemikirannya sama dengan yang lain.
Tapi, lewat buku ini, penulisnya mampu mematahkan anggapan yang populer tersebut. Dalam buku ini, si penulisnya mampu membeberkan bahwa ternyata ide baru bisa diproduksi dengan “mencuri” ide-ide sebelumnya. Atau lebih tepatnya, ide baru bahkan HANYA bisa diproduksi dengan “mencuri” ide-ide sebelumnya.
“Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan.” Begitu kata penulis buku ini.
Penasaran?
Anda juga akan dibawa untuk mengungkap bagaimana memproduksi ide baru dengan “mencuri” ide-ide sebelumnya, membedakan antara “mencuri” yang diperbolehkan dengan menjiplak alias plagiat, dan bagaimana menjadi kreatif tanpa perlu “keluar dari kotak.”
Ring 2 - Kenapa Harus “Mencuri” Ide dari Orang Lain?
Kemampuan manusia dalam berpikir hanya dimungkinkan dengan adanya materi alias benda-benda yang dilihat, didengar, dirasakan, ataupun dicium.
Materi alias benda adalah bahan utama untuk menghasilkan pemikiran. Tanpa adanya materi, maka kita tidak akan mungkin bisa berpikir.
Contoh sederhana ketika kita memikirkan akan makan apa nanti siang. Saat kita memikirkan hal itu, kita memunculkan gambaran mental sebuah makanan dan juga akitivitas memakan. Pikiran kita hanya bisa membayangkan kedua gambaran mental tersebut karena di dunia nyata materi konkretnya ada (aktivitas memakan adalah juga material yang konkret). Kalau tidak ada materinya, maka pikiran kita pun tidak akan bisa mengkhayalkannya. “Apa yang tidak ada tidak akan bisa dipikirkan,” begitu kata filsuf Parmenides.
Lalu, bagaimana dengan pemikiran-pemikiran yang keliru? Apakah itu artinya pemikiran tersebut tetap ada wujud materialnya?
Jawabannya, tidak. Akan tetapi, bahan-bahan untuk memproduksi pemikiran tersebut tetap tersedia di alam semesta. Sebagai contoh pemikiran bahwa bumi itu datar. Meskipun kita bisa memikirkan dan bisa membayangkannya, bukan berarti wujud materialnya ada. Apa yang ada adalah bahan-bahan pembentuk pemikiran itu, yakni bumi dan bidang datar. Gagasan bahwa bumi itu datar mengandung dua unsur, yakni bumi dan bidang datar.
Imajinasi, se-liar apapun imajinasi tersebut, tetap membutuhkan bahan dasar yang ada di dunia material. Dari pegasus hingga ufo, dari desain rangka mobil, hingga kaligrafi. Semuanya membutuhkan bahan dasar berupa materi untuk memproduksinya. Goresan-goresan melengkung dalam kaligrafi tidak datang begitu saja di benak pelukisnya. Pelukis tersebut mungkin terinspirasi dari bentuk batang tanaman merambat yang melengkung. Atau, dia terinspirasi dari bentuk lingkaran bulan. Atau, saat dia menggoreskan tinta di atas kertas dengan goresan sekenanya, dia tanpa sengaja membuat goresan melengkung yang lantas menjadi style lukisannya.
Coba Anda bayangkan warna selain warna yang pernah Anda lihat. Apakah Anda bisa membayangkannya? Tidak, kan? Intinya, tidak ada ide, tidak ada gagasan yang datang dari ketiadaan.
Inilah kenapa untuk menciptakan sebuah ide, kita hanya bisa melakukannya dengan “mencuri” ide yang ada sebelum-sebelumnya. Ide yang ada sebelum-sebelumnya hanyalah manifestasi atau interpretasi dari kejadian yang ada di dunia material. Sehingga, bisa dikatakan juga bahwa ide adalah juga materi alias benda. Dan, ide baru hanyalah manifestasi dari ide-ide lama yang dirangkai secara berbeda sedemikian rupa sehingga membentuk ide yang berbeda.
Sekolah seni mencontohkannya dengan meminta murid untuk menggambar dua garis yang sejajar seperti berikut:
____________________________________
____________________________________
Kemudian para murid ditanya ada berapa garis tersebut. Mungkin kita akan menjawabnya 2. Akan tetapi, dari 2 garis itu ternyata kita juga bisa menyebut ruang putih di antara 2 garis itu sebagai garis. Sehingga, garisnya ada 3.
Dengan cara seperti itu kita bisa melihat dengan jelas bagaimana garis ke-3 (garis putih) tercipta dari 2 garis hitam yang sejajar. Dia (garis putih) tidak tercipta dari ketiadaan.
Demikian juga dengan ide, tidak hanya dalam bidang seni namun juga semua bidang lainnya, senantiasa lahir dari ide-ide, material-material sebelumnya.
-----
Nah, itulah alasan kenapa harus “mencuri” ide dari orang lain atau ide-ide sebelumnya. Dengan penjelasan barusan, kita bisa katakan juga bahwa: tidak ada ide yang sepenuhnya original. Semua ide senantiasa tercipta dari ide-ide lain yang ada sebelumnya.
Dan, untuk bisa menciptakan ide-ide baru, kita perlu mengadopsi mindset tersebut.
Ring 3 - Apa yang Dimaksud “Mencuri” Ide dalam Buku Ini? Apakah Ini Artinya Boleh Menjiplak/Plagiat?
Apa yang Dimaksud “Mencuri” Ide dalam Buku Ini? Apakah Ini Artinya Boleh Menjiplak/Plagiat?
“Mencuri” di sini bukanlah menjiplak atau plagiat. Plagiat berarti mengakui karya orang lain sebagai milik kita, sekalipun dalam format yang dibuat tidak sama persis. Tidak ada yang baru sama sekali dalam karya yang dihasilkan dari plagiarisme. Karya yang tersaji tidak berbeda dari ide-ide yang dijiplak.
Sebaliknya, “mencuri” yang dimaksud dalam buku ini adalah menggunakan ide-ide sebelumnya sebagai bahan material untuk menciptakan ide yang benar-benar baru, yang benar-benar original.
Ciri dari karya hasil “mencuri” karya orang lain adalah karakternya berbeda dari karya-karya yang dicuri. Para filsuf menggambarkannya sebagai: “Yang keseluruhan lebih besar dari jumlah total unsur-unsur penyusunnya”, “The whole is greater than the sum of the parts.”
Gagasan bahwa bumi itu datar, misalnya. Meskipun tersusun dari konsep “bumi” dan “bidang datar”, tapi wujudnya sangat berbeda dari konsep-konsep penyusunnya. Dia tidak menjadi “bumi” yang bersambungan dengan “bidang datar” melainkan menjadi “bumi yang datar”.
Karya original alias hasil dari “mencuri” ibarat air. Senyawa air tersusun dari unsur hidrogen dan oksigen. Tetapi, sifat atau karakter air sama sekali berbeda dengan hidrogen dan oksigen.
Dalam dunia filsafat, dikenal adanya aliran materialisme, idealisme, dialektika, dan sebagainya. Tetapi ketika seorang filsuf menggabungkan aliran materialisme dan dialektika, hasil akhirnya berbeda sama sekali dari dua aliran penyusunnya.
Bukan gado-gado/eklektisisme
Kita sering mendengar gagasan bahwa agar bisa mendapatkan solusi yang baik, kita perlu mengambil sisi baik dari berbagai ide dan mengabaikan sisi buruk dari ide-ide tersebut. Dengan cara ini, kita mencampur satu ide dengan lainnya tanpa mengolahnya menjadi ide yang berbeda. Kita hanya mencampurnya secara kasar dan vulgar ibarat mencampur sayuran, lontong, dan sambal kacang menjadi gado-gado. Wujud dari unsur-unsur penyusunnya masih ada dan masih sangat terasa.
Tetapi, ini bukanlah solusi atau ide yang original. Ini malah akan tampak seperti seorang mahasiswa yang meng-copy berbagai potongan ide yang berbeda-beda (dan bahkan mungkin bertentangan) kemudian mem-paste-nya menjadi satu tulisan. Apa yang terjadi? Antara satu paragraf dengan paragraf lain belum tentu nyambung.
Ring 4 - Bagaimana Cara Mendapatkan Ide Original dengan “Mencuri” Ide Orang Lain?
1. Panjat “pohon keluarga” Anda sendiri
Kita sering berpikir bahwa untuk mendapatkan ide baru, kita perlu mengumpulkan semua material yang ada. Kita berpikir, barangkali saja ada di antara material-material tersebut yang bisa digunakan untuk membuat ide baru.
Tapi ini adalah pendekatan yang keliru. Dengan cara ini, kita bukannya mendapatkan ide tapi malah overwhelming.
Cara yang tepat adalah, pilih satu pemikir di bidang yang Anda tekuni, yang ide-idenya paling Anda sukai, atau kalau Anda seniman, pilih satu seniman yang ide-idenya paling Anda sukai, kemudian gali segala sesuatu tentang pemikir atau seniman tersebut. Kemudian, temukan 3 pemikir/seniman yang disukai atau yang mempengaruhi pemikir/seniman tersebut. Dan, gali segala sesuatu tentang mereka. Ini adalah pohon ide Anda, fondasi atau dasar atau sumber dari ide Anda. Kalau Anda sudah menguasai pohon ide Anda, hal terakhir yang perlu Anda lakukan adalah, membuat cabang Anda sendiri dari pohon tersebut.
Ini bisa berarti, Anda mengembangkan ataupun merevisi ide-ide dari sosok inspiratif Anda serta sosok-sosok yang menginspirasinya.
2. Lakukan dulu, baru kenali diri Anda
Salah satu mental block yang menghambat kreativitas adalah kita bersikeras untuk menentukan terlebih dulu siapa diri kita, bagaimana style kita, dan bagaimana cara berpikir kita.
Ini adalah cara yang keliru. Kita tidak akan bisa menemukan diri kita sebelum kita take action berkarya. Karena, siapa diri kita lahir dari penggabungan berbagai ide, berbagai style yang ada sebelum kita. Sibuk mencari-cari siapa diri kita ibarat sibuk mencari materi yang tidak ada di dunia nyata.
Dalam perjalanan berkreasilah kita akan menemukan siapa diri kita. Kita akan menciptakan style kita.
3. Berpura-pura sampai Anda berhasil menjadi apa yang Anda mau
Tentu Anda pernah dengar istilah “fake it until you make it,” right? Terkadang, dalam berkarya pun kita perlu berpura-pura telah bisa sampai kita benar-benar bisa.
4. “Meng-copy”
Meng-copy di sini bukanlah meng-copy style seseorang, melainkan meng-copy pemikiran di balik style seseorang. Kalau kita hanya meng-copy permukaan dari karya seseorang tanpa memahami dari mana karya itu bisa hadir, bagaimana pemikiran di baliknya, maka karya kita tidak lebih dari tiruan.
Austin Kleon merupakan seorang penulis best seller New York Time. Karya-karyanya berfokus pada kreativitas dalam dunia hari ini. Dia juga telah berbicara di berbagai organisasi seperti Pixar, Google, dan TEDx.
Setelah menyelesaikan buku “Steal Like an Artist,” Okta pun mendapatkan berbagai insight. Di antaranya:
1. Tidak ada ide yang sepenuhnya original. Semua ide senantiasa tercipta dari ide-ide lain yang ada sebelumnya.
2. “Mencuri” yang dimaksud dalam buku ini adalah menggunakan ide-ide sebelumnya sebagai bahan material untuk menciptakan ide yang benar-benar baru, yang benar-benar original, yang berbeda dari ide-ide yang menyusunnya.
3. Beberapa cara untuk menghasilkan ide dan karya original dengan “mencuri” antara lain: panjat “pohon keluarga” Anda sendiri, lakukan dulu baru kenali diri Anda, fake it until you make it, dan meng-copy.
4. Dalam meng-copy karya orang lain, idealnya kita meng-copy pemikiran di balik karya tersebut, bukan meng-copy karyanya.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Okta, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari BaRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
