
The Power of Noticing: What the Best Leaders See
Max H. Bazerman
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
ring 6
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Jaya baru diangkat sebagai manajer di perusahaan tempat ia bekerja. Ini merupakan pengalaman pertamanya menduduki jabatan itu.
Meskipun dia senang, tak dipungkiri ada rasa takut dalam dirinya. Gimana kalau aku nggak bisa mimpin? Gimana kalau nanti buat keputusan yang salah? Gimana kalau nanti mengecewakan? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Akan tetapi, dia tetap ingin mencobanya, karena ia sadar kesempatan menjadi manager tidak datang dua kali.
Untuk membekali dirinya dengan berbagai ilmu kepemimpinan, dia pun mulai banyak belajar. Salah satunya dengan membaca buku “The Power of Noticing: What the Best Leaders See” karya Max H. Bazerman.
Melihat judulnya, Jaya menebak bahwa buku itu akan memberikannya insight bagaimana cara leader melihat sesuatu, yang akan sangat berpengaruh pada keputusan-keputusannya. Dan ia merasa, buku itu sangat penting.
So, akankah ia menemukan apa yang ia cari? Yuk, temani Jaya dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Mengapa Sebenarnya Amerika Bisa Mencegah Peristiwa 9/11?
Sesaat setelah serangan teroris September 9/11 di Amerika Serikat, penulis buku ini bertanya-tanya bagaimana bisa serangan itu terjadi. Padahal menurutnya, pihak intelijen AS sangat bisa mencegah serangan tersebut mengingat banyak informasi yang sebelumnya telah memberikan peringatan kepada mereka bahwa serangan besar sangat mungkin akan terjadi.
Beberapa informasi itu di antaranya:
1. Pemerintah AS mengetahui bahwa teroris bersedia untuk menjadi martir demi tujuan mereka, dan bahwa kebencian teroris terhadap Amerika Serikat telah meningkat pesat beberapa tahun terakhir sebelum serangan terjadi.
2. Pada tahun 1993, para teroris telah mengebom World Trade Center.
3. Pada 1994, para teroris membajak pesawat Air France dan berusaha untuk menjadikan pesawat tersebut sebagai misil untuk menghancurkan Menara Eiffel.
4. Di tahun 1994, para teroris juga berusaha membajak 12 pesawat komersial AS di Asia.
5. Para penumpang pesawat tahu betapa mudahnya menyelundupkan benda-benda yang bisa digunakan sebagai senjata, seperti pisau.
Dengan informasi-informasi barusan, menurut penulis buku ini, seharusnya Amerika Serikat lebih waspada dan melakukan berbagai upaya pencegahan agar tidak terjadi serangan-serangan selanjutnya yang tidak diinginkan. Akan tetapi, nasi telah menjadi bubur. Tragedi 9/11 telah terjadi dan menelan ribuan korban jiwa.
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari tragedi ini adalah bahwa manusia punya kecenderungan untuk mengabaikan informasi-informasi penting terkait suatu hal.
Ring 2 - Mengapa Kemampuan Memperhatikan Sangat Krusial?
Kecenderungan kita mengabaikan informasi penting sudah merupakan hal yang terintegrasi dalam diri.
Ini juga dibuktikan dengan sebuah eksperimen yang dikenal dengan “Gorilla Experiment.” Eksperimen ini terdiri dari 12 pemain basket, 6 diantaranya berbaju hitam dan 6 lainnya berbaju putih. Di samping itu, ada partisipan yang menonton kedua kelompok tersebut melempar bola ke timnya masing-masing. Partisipan ini diminta untuk menghitung jumlah bola yang dilempar oleh tim putih.
Setelah permainan selesai dan partisipan menyebutkan jumlah lemparan, partisipan ditanya apakah mereka melihat gorila berjalan di antara para pemain bola atau tidak. Hasilnya, banyak orang yang tidak melihat gorila tersebut.
Dari eksperimen ini, kita tahu bahwa sangat mungkin pandangan kita luput dari hal-hal yang bahkan ada di depan mata kita. Ini karena, kita terlalu fokus memperhatikan hal-hal lain sehingga membuat kita “buta” akan sesuatu di hadapan kita.
Dalam kepemimpinan, kecenderungan ini membawa efek yang buruk. Luput mengenali hal-hal atau informasi-informasi yang penting dan relevan dengan tujuan kita akan mempengaruhi keputusan kita. Dan, inilah yang terjadi pada badan intelijen AS. Karena mengabaikan informasi-informasi penting terkait sepak terjang teroris beberapa tahun sebelum serangan 9/11, lembaga tersebut menjadi lengah dan tak memiliki upaya antisipasi.
Oleh karenanya, memiliki kemampuan mengenali informasi-informasi yang relevan dengan tujuan sangatlah penting bagi seorang leader. Dalam kata lain, seorang leader perlu bisa memperluas pandangannya melampaui apa yang difokuskannya.
Buku ini berisi berbagai pengalaman kegagalan yang dialami penulisnya yang bersumber dari ketidakmampuan untuk memperhatikan.
Lebih jauh, dalam buku ini penulisnya juga memberikan kita cetak biru yang bisa membantu kita memperhatikan informasi yang relevan dengan tujuan kita namun sangat mudah kita abaikan. Cetak biru ini disarikan dari pengalaman dan penelitian penulisnya selama belasan tahun.
Ring 3 - Bagaimana Pikiran Kita Mempengaruhi Perhatian Kita?
Dalam buku “Thinking, Fast and Slow,” Daniel Kahneman menjelaskan bahwa pikiran kita terdiri dari 2 sistem berpikir, yakni Sistem 1 dan Sistem 2.
Sistem 1 adalah sistem berpikir cepat. Dengan sistem ini, kita berpikir “tanpa berpikir”. Artinya, kesimpulan bisa muncul dalam sekejap tanpa perlu terlebih dulu berpikir pelan-pelan, menalar, membandingkan, dan menganalisa. Ini adalah berpikir dengan intuisi.
Sebagai contoh, ada orang yang perilakunya sangat sopan. Orang ini juga berpenampilan bersih dan rapi.
Nah, berinteraksi dengan orang tersebut, kalau kita tidak mengenalnya sebelumnya, kemungkinan besar kita akan menilai kalau orang itu baik, ramah, bertanggung jawab, jujur, dan memiliki sifat baik lainnya.
Tapi, penilaian itu hanya didasarkan pada stereotip, yang tak lain merupakan salah satu bentuk intuisi. Kita menilainya bukan dari meneliti kehidupan orang itu lebih dekat. Begitu berinteraksi sebentar dengannya, tiba-tiba otak kita langsung menyimpulkan bahwa orang itu baik.
Lebih lanjut, dalam buku itu, Kahneman menjelaskan bahwa berpikir dengan Sistem 1 cenderung menyesatkan kita. Ini karena, cara kerja Sistem 1 sendiri yang tidak menggunakan logika dan hanya berdasarkan pada insting, emosi/perasaan, pengalaman, dan asosiasi.
Sistem 1 mengarahkan perhatian kita pada informasi yang tidak relevan dan menggiring kita mengabaikan informasi-informasi yang relevan dengan tujuan kita.
Dalam contoh kasus barusan, yakni menilai karakter seseorang yang baru ditemui, informasi tentang cara dia berbusana, seberapa rapi dan bersih dirinya, seberapa lembut tutur katanya tidaklah berhubungan dengan baik/buruk sikapnya. Justru banyak kita temui seorang penipu yang menutupi siapa dirinya dengan topeng keramahan dan sopan santun.
Akan tetapi, karena dari pengalaman-pengalaman sebelumnya kita sering menjumpai orang yang baik hati memiliki penampilan yang rapi dan tutur katanya lembut, maka ketika kita bertemu dengan orang yang berpenampilan rapi dan sopan maka pikiran kita langsung menyimpulkan kalau orang itu ramah.
Atau, karena berpenampilan rapi dan bertutur kata sopan merupakan sikap yang baik, maka pikiran kita menyimpulkan kalau orang yang rapi dan bertutur kata sopan sudah pasti juga baik.
Nah dari penjelasan barusan, kita melihat bagaimana pikiran kita mempengaruhi perhatian kita melalui Sistem 1.
Ring 4 - Kenapa Kita bisa Luput Mengenali Informasi Penting, Bahkan yang Sangat Dekat dengan Kita?
Sebagaimana telah dijelaskan di Ring 3, penyebab kenapa kita bisa luput mengenali informasi yang penting adalah karena pikiran kita terlalu dikendalikan oleh Sistem 1 yang mengalihkan perhatian kita pada hal-hal yang tidak relevan.
Mari kita ambil contoh lain bagaimana Sistem 1 mengalihkan perhatian kita. Dalam buku “Thinking, Fast and Slow,” Kahneman menyebutkan adanya sebuah kantin yang disebut kantin kejujuran. Kantin itu tidak dijaga oleh penjual, CCTV, atau pun sekuriti. Hanya ada gambar sepasang mata yang sedang melotot dalam ukuran besar. Pembeli bebas mengambil makanan di kantin tersebut dan hanya perlu membayar sebesar harga makanan yang ia ambil.
Setelah beberapa hari, diketahui bahwa ternyata tingkat kejujuran pembeli di kantin itu terbilang tinggi, dibanding saat tidak ada gambar sepasang mata.
Dari fakta tersebut, Kahneman menyimpulkan bahwa tanpa sadar, para pembeli merasa diawasi oleh gambar mata itu dan oleh karenanya takut berbuat tidak jujur.
Kalau dipikir secara logis, sebetulnya tak perlu kita takut dengan gambar mata seperti itu. Karena, tak peduli semenyeramkan apapun, itu hanya gambar yang tak bisa mendatangkan keburukan pada kita. Tapi nyatanya, banyak orang yang tetap merasa takut. Karena secara insting, otak kita terprogram sedemikian rupa menerjemahkan mata melotot sebagai ancaman.
Well, inilah bagaimana insting yang merupakan mekanisme kerja Sistem 1 mengelabui kita. Insting ini membuat kita abai pada informasi lain seperti informasi bahwa mata itu hanya gambar.
Akan tetapi, kerja Sistem 1 bukan hanya berdasar pada insting. Sistem 1 juga bekerja berdasarkan emosi.
Lalu, bagaimana emosi mempengaruhi kesimpulan kita? Contohnya adalah kalau kita fanatik pada ide tertentu. Maka, kita akan cenderung hanya berfokus pada informasi-informasi yang mendukung ide tersebut dan mengabaikan informasi-informasi yang membuktikan ketidaktepatan ide tersebut.
Nah sampai di sini, menjadi jelas bahwa penyebab kenapa pandangan kita bisa luput dari hal-hal yang relevan bagi tujuan kita adalah karena kita menggunakan Sistem 1 dalam berpikir dan membuat kesimpulan.
Oleh karena itu, penulis buku ini menyarankan para leader untuk lebih mencermati bagaimana mereka berpikir. Lebih jauh, penulis buku ini menyarankan leader untuk lebih bersandar pada Sistem 2 dalam berpikir dan membuat keputusan.
Sistem 2 adalah sistem berpikir pelan-pelan, dengan logika dan nalar. Berpikir dengan Sistem 2 menjadikan kita lebih terbuka dengan informasi-informasi yang sering kita abaikan.
Sebelum membahas bagaimana menggunakan Sistem 2 untuk membuat keputusan, mari kita bahas lebih dulu beberapa bentuk kesalahan berpikir yang membuat kita gagal mengambil keputusan yang tepat.
Ring 5 - Apa Saja Kesalahan Berpikir yang Membuat Kita Salah Mengambil Keputusan?
Cara bagaimana Sistem 1 menyesatkan pikiran kita beraneka ragam. Akan tetapi, cara-cara tersebut bersumber pada 3 hal yang telah disebutkan di Ring 2, yakni asosiasi, insting, dan emosi.
Berikut ini beberapa kesalahan berpikir yang bersumber dari 3 mekanisme kerja Sistem 1:
1. Motivational blindness
Ini adalah kecenderungan untuk mengabaikan informasi mengenai adanya tindakan tidak etis yang dilakukan seseorang akibat kita terlalu fokus pada kepentingan kita sendiri.
Penulis buku ini mencontohkannya dengan pengabaian para saksi mata atas pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang asisten pelatih sepakbola terhadap para remaja yang dilatih oleh asisten tersebut.
Banyak saksi mata yang melihat aksi jahat asisten pelatih tersebut, bahkan berulang kali. Akan tetapi, tak seorang pun yang melaporkannya ke polisi dan memilih menyembunyikannya.
Menurut penulis buku ini, tindakan seperti ini sering dilakukan karena para saksi terjebak pada “motivational blindness”, di mana mengabaikan informasi tentang adanya tindak kejahatan jauh lebih mudah dibanding menganggapnya serius dan mempertimbangkannya.
Lalu, apa kaitannya dengan kepemimpinan di perusahaan? Banyak tindak penyuapan, penggelapan uang, dst yang terjadi karena pihak-pihak yang mengetahui berdiam atau bahkan menyembunyikan hal tersebut. Kepemimpinan yang baik tentu harus bisa memberikan contoh agar hal-hal seperti itu tidak terjadi. Salah satunya dengan melatih para tim untuk peka pada hal-hal janggal dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam organisasi.
2. Misdirection
Ini adalah kecenderungan untuk mengabaikan informasi yang relevan dengan tujuan kita karena kita terlalu fokus pada informasi yang justru sama sekali tidak relevan dengan tujuan kita.
Ini banyak terjadi pada korban penipuan dengan modus hipnotis. Penipuan dengan hipnotis dilakukan dengan membuat pikiran korban sibuk dengan sesuatu yang tidak penting sehingga dia mengabaikan informasi bahwa dirinya sedang diperdaya.
Dalam buku “Thinking, Fast and Slow,” Daniel Kahneman mencontohkannya dengan meminta korban untuk menghitung perkalian yang tak ada kaitannya dengan dirinya sembari dimintai menyerahkan sejumlah uang.
Penipuan seperti ini bisa sukses karena kapasitas memori kita sangat terbatas dan tak memungkinkan kita melakukan multitasking. Ketika pikiran kita sibuk menghitung, sementara orang di dekat kita meminta sesuatu, kemungkinan yang terjadi adalah, kita akan mengiyakan begitu saja permintaan orang tersebut.
Lalu, apa kaitannya dengan kepemimpinan di perusahaan?
Dalam bernegosiasi dengan pihak lain, sangat mungkin pihak lain menawarkan value-value menggiurkan yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan. Sebagai contoh, dalam menyewa gedung, pemilik gedung sibuk menawarkan berbagai fasilitas yang meskipun menggiurkan tetapi tidak relevan dengan tujuan perusahaan, sehingga sebagai calon penyewa, kita malah lupa tujuan awal kita dan sibuk mempertimbangkan fasilitas-fasilitas tersebut.
Ini sama dengan ketika kita hendak membeli HP dengan tujuan agar bisa berkomunikasi dengan keluarga dan teman, tetapi si penjual malah sibuk menawarkan kita HP yang memiliki berbagai fitur unggulan, mulai dari kamera hingga musik dan game. Ini merupakan strategi si penjual untuk merayu kita membeli HP yang jauh lebih mahal dibanding yang kita butuhkan.
3. Overly-optimistic thinking
Ini adalah sebuah bias di mana karena saking optimis dan ambisinya kita tentang suatu hal, kita mengabaikan kejanggalan pada hal tersebut.
Ini juga sering terjadi pada kasus penipuan. Misal, penipuan dengan modus investasi bodong, atau pelipatgandaan uang. Korban jatuh pada perangkap penipu karena penipu mengiming-imingi korban dengan iming-iming yang sangat menggiurkan.
Dalam bisnis, hal seperti ini juga sering terjadi. Banyak bisnis yang merugi akibat tawaran kerja sama yang sangat menggiurkan, akan tetapi ternyata hanya penipuan.
Ring 6 - Apa Mindset yang Perlu Diadopsi untuk bisa Memperluas Perhatian/Attention?
Untuk menjawabnya, mari kita mulai dari kisah tentang tragedi NASA. Pada 28 Januari 1986, NASA meluncurkan sebuah pesawat ruang angkasa bernama Challenger, yang berisi 7 orang awak. Akan tetapi, hanya dalam 73 detik setelah pesawat itu diluncurkan, pesawat tersebut meledak dan menewaskan seluruh awak yang ada.
Sehari sebelum tragedi itu terjadi, para insinyur perusahaan kontraktor yang bekerja sama dengan NASA, yakni Morton Thiokol, sudah memperingatkan para petinggi lembaga tersebut untuk menunda peluncuran.
Mereka menjelaskan bahwa kemungkinan besar akan ada masalah jika Challenger diluncurkan bulan itu, mengingat cuaca dingin di bulan tersebut, yang mungkin saja berpengaruh pada cincin-O (O-ring) yang sangat krusial pada konstruksi pesawat tersebut. Sederhananya, jika segel cincin-O rusak, maka akan ada kebocoran gas yang bisa menyebabkan ledakan.
Tetapi, karena saking ambisinya, para petinggi NASA mengabaikan begitu saja peringatan dari para insinyur Morton Thiokol. Dan, akibatnya, tragedi tersebut terjadi.
Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa ini adalah, berkebalikan dari para petinggi NASA, yang membatasi fokus mereka hanya pada data dan informasi yang tersedia di depan mereka dan mengabaikan kemungkinan lainnya, para insinyur Morton Thiokol tidak puas dengan informasi yang tersaji di depan mereka. Mereka mengajukan pertanyaan, informasi apa saja yang belum diteliti lebih lanjut sebelum Challenger diluncurkan? Aspek apa saja (selain yang sudah dibahas) yang harus dipertimbangkan sebelum Challenger diluncurkan?
Dan, inilah mindset yang perlu kita adopsi untuk membuat keputusan yang tepat. Sebelum membuat keputusan, ajukan selalu pertanyaan, “Aspek apa lagi (selain yang sudah diteliti) yang harus dipertimbangkan agar saya bisa membuat keputusan yang tepat?”
Mindset ini mendorong kita untuk menggali dan mempertimbangkan keputusan dari berbagai sisi. Dan, ini menuntut keterlibatan aktif Sistem 2.
Di samping pertanyaan barusan, kita juga perlu mengajukan pertanyaan, “Adakah alternatif lain selain alternatif-alternatif ini?”
Seringkali ketika kita disodorkan dengan 2, 3, atau 4 alternatif, maka fokus kita hanya pada keempat alternatif itu saja. Perhatian kita terbatasi hanya pada alternatif-alternatif tersebut. Empat pilihan itu mengkondisikan kita melupakan kemungkinan adanya alternatif lain. Oleh karena itu, kita perlu mengajukan pertanyaan, “Adakah alternatif lain?”
Terkadang, kita menemukan solusi dari melanggar aturan atau norma. Oleh karenanya, satu mindset yang tak kalah penting adalah break the rule, langgar aturan.
Sebagai contoh, aturannya, fungsi sendok adalah untuk makan. Betul? Tapi, pada lomba 17an, ternyata banyak panitia lomba yang menggunakannya untuk lomba kelereng. Nah, ini adalah contoh sederhana bagaimana kita melanggar aturan untuk mendapatkan ide baru atau untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan goal kita.
Max H. Bazerman merupakan seorang penulis dan peneliti yang karyanya berfokus pada negosiasi, ekonomi behavioral, dan etika. Ia juga seorang profesor Administrasi Bisnis di Jesse Isidor Straus di Harvard Business School. Pada tahun 2019, ia menerima Lifetime Achievement Award dari Divisi Perilaku Organisasi Academy of Management.
Setelah membaca buku “The Power of Noticing”, Jaya mendapatkan banyak insight yang memberinya referensi bagaimana membuat keputusan yang tepat di perusahaan, di antaranya:
1. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan leader dalam membuat keputusan adalah mengabaikan informasi penting yang relevan dengan tujuannya. Sikap mengabaikan ini seringkali berakibat pada keputusan yang keliru.
2. Penyebab utama kenapa leader luput memperhatikan informasi yang relevan dengan tujuannya adalah karena dia hanya bersandar pada Sistem 1 dalam berpikir. Berpikir dengan Sistem 1 adalah berpikir dengan intuisi, yang hanya berdasarkan pada asosiasi, insting, dan emosi.
3. Pikiran kita terdiri dari 2 sistem berpikir, yakni Sistem 1 dan Sistem 2. Berpikir dengan Sistem 1 adalah berpikir dengan intuisi, sedangkan berpikir dengan Sistem 2 adalah berpikir dengan nalar dan logika. Sistem 1 adalah sistem berpikir cepat. Kesimpulan datang begitu saja tanpa kita melakukan analisa dan penalaran. Sedangkan Sistem 2 adalah sistem berpikir lambat. Untuk sampai pada kesimpulan, kita perlu membuat analisa yang seksama.
4. Beberapa contoh kesalahan berpikir dengan Sistem 1 antara lain motivational blindness, misdirection, dan overly-optimistic thinking.
5. Mindset yang perlu diadopsi agar lebih terbuka dengan informasi-informasi yang relevan dengan tujuan kita namun sering diabaikan antara lain: mengajukan pertanyaan, “Aspek apa lagi (selain yang sudah diteliti) yang harus dipertimbangkan agar saya bisa membuat keputusan yang tepat?”, “Apa alternatif lain selain alternatif-alternatif ini?”
Di samping itu, kita juga perlu mengadopsi mindset “berpikir di luar kotak”, dan “melanggar aturan.”
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Jaya, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital dan jika Anda ingin mendalami buku “The Power of Noticing” lebih lanjut, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
