The Hungry Brain: Outsmarting the Instincts That Make Us Overeat
Stephan J. Guyenet
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Sudah 2 tahun berat badan Mika bertambah pesat. Meskipun belum mencapai obesitas, tetapi menurutnya cukup mengkhawatirkan karena peningkatannya cepat dan sangat sulit dikontrol. Semakin bertambah berat badannya, semakin bertambah pula nafsu makannya dan semakin berkurang energinya untuk bergerak.
Kondisi itu membuat Mika khawatir, tidak hanya pada penampilannya tetapi juga kondisi kesehatannya. Karena, dia sadar bahwa berat badan berlebih bisa memicu berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes.
Berbagai cara sudah ia lakukan seperti mengikuti berbagai program diet, meminum pil penghilang nafsu makan, dan sebagainya, tetapi belum juga membuahkan hasil. Hal itu sempat membuatnya putus asa. Sampai suatu hari, temannya memberikan sebuah buku yang memberinya informasi penting tentang bagaimana menurunkan berat badan.
Buku itu berjudul “The Hungry Brain: Outsmarting the Instincts that Make Us Overeat” karya Stephan J. Guyenet.
Penasaran dengan isi buku yang diberikan temannya, Mika pun lalu membaca buku tersebut dengan antusias.
So, akankah ia menemukan apa yang dicarinya? Yuk, temani perjalanan Mika dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Pada tahun 1980, departemen kesehatan Amerika Serikat meluncurkan buku panduan untuk membantu masyarakat negeri tersebut menjaga berat badan dan mengatasi obesitas. Buku panduan tersebut berjudul “Dietary Guidelines for Americans”. Pemerintah negeri itu berharap dengan beredarnya buku itu di tengah masyarakat, maka masyarakat bisa mulai menerapkan pola makan dan gaya hidup yang sehat.
Akan tetapi setelah peluncuran buku itu, yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat Amerika semakin banyak yang menderita obesitas, yang membuat banyak pihak menuding buku itu sebagai biang keroknya. Kemudian, dari kegagalan ini, banyak industri diet yang lantas menggunakan kesempatan itu untuk menawarkan pola diet mereka sendiri yang juga tidak membuahkan hasil.
Setelah membaca sendiri buku panduan itu, penulis buku ini menyimpulkan tidak ada yang salah dari buku tersebut. Apa yang ditulis di buku itu benar adanya sesuai dengan temuan-temuan ilmiah tentang makanan sehat yang baik untuk diet.
Lalu, apa masalah yang membuat buku panduan tersebut tidak berhasil? Penulis buku ini menyimpulkan bahwa masalahnya ada pada otak dan tubuh manusia itu sendiri yang pada dasarnya memang memiliki insting alamiah untuk mengonsumsi makanan-makanan tinggi kalori yang tidak baik untuk diet.
Ya, secara alami, otak dan tubuh manusia terprogram sedemikian rupa untuk menyukai makanan-makanan berkalori tinggi. “Program” ini diturunkan dari nenek moyang kita ratusan ribu tahun yang lalu. Di zaman purba di mana hidup manusia berdampingan langsung dengan alam liar, manusia belum memiliki tempat tinggal yang memadai yang bisa melindungi mereka dari hujan, badai, dan dingin. Di samping itu, untuk bertahan hidup, di luar dari mengandalkan kecerdasan yang belum berkembang pesat, mereka lebih banyak mengandalkan kemampuan fisik. Kalori dalam jumlah besar berperan menghangatkan diri mereka di kala dingin dan memberikan energi fisik yang memadai.
Namun demikian, dengan jumlah kalori yang besar, manusia purba tidaklah menderita obesitas karena mereka menggunakan kalori tersebut untuk berbagai aktivitas fisik.
Sekarang, ketika kehidupan dari sebagian besar manusia didominasi oleh aktivitas mental, maka jumlah kalori yang dibutuhkan berkurang drastis. Akan tetapi masalahnya, manusia modern terlanjur mewarisi “program” yang terbentuk di zaman purba itu. Dalam istilah penulis buku ini, manusia modern terlanjur mewarisi “otak pencari kalori” alias “calorie-seeking brain” yang terbentuk dari evolusi otak ratusan ribu tahun yang lalu.
Jadi, penyebab kenapa banyak orang yang tidak menjalankan diet sehat meskipun mereka sudah dibekali informasi yang memadai tentang pola diet yang sehat adalah karena adanya evolutionary mismatch antara kehidupan modern dengan “pemrograman” di dalam otak manusia. Kehidupan modern menuntut banyak orang untuk lebih banyak menggunakan pikiran dibanding fisik, menuntut banyak orang untuk duduk berjam-jam di depan komputer atau mesin-mesin pabrik yang tidak membutuhkan banyak kalori, sedangkan otak mereka menuntut mereka untuk mengonsumsi banyak kalori.
Sehingga artinya, solusi agar program diet berhasil adalah, mensiasati dorongan alami otak untuk mengonsumsi banyak kalori sedemikian rupa sehingga insting tersebut tidak muncul. Dengan cara ini, maka program diet yang tepat, yang sesuai dengan panduan para pakar kesehatan bisa dilakukan dengan mudah tanpa terbebani.
Dan, inilah yang diungkap dalam buku ini. Buku ini mengungkap lebih lanjut bagaimana mekanisme otak yang menyebabkan munculnya dorongan untuk mengonsumsi banyak kalori, bagaimana kita bisa mensiasati dorongan tersebut agar tidak mengendalikan diri kita, dan bagaimana langkah-langkah konkret untuk mensiasati dorongan tersebut agar program diet kita berhasil.
Ring 2 - Bagaimana Proses Pertambahan Berat Badan Terjadi dalam Tubuh?
Untuk menjelaskannya, mari kita mulai dari bagaimana berat badan yang stabil terjaga. Pada orang yang berat badannya stabil, jumlah kalori yang masuk sama dengan jumlah kalori yang keluar.
Kalori digunakan oleh tubuh untuk melakukan berbagai tugas seperti metabolisme, memompa darah dan bernapas, mencerna makanan, dan menggerakkan tubuh kita. Kalori juga digunakan untuk membangun jaringan otot (lean tissue) seperti otot dan tulang selama masa pertumbuhan. Sisa energi yang ada disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak, yang disebut adipose tissue.
Namun demikian, prosesnya tidaklah selinear itu. Tubuh memiliki sebuah mekanisme yang disebut “weight plateau”, dimana penambahan atau pengurangan kalori pada titik tertentu tidak membuat lemak bertambah atau berkurang.
Mekanisme ini bisa dianalogikan dengan pendapatan finansial kita. Kalau misal pendapatan awal kita selama bertahun-tahun adalah 10 juta, kemudian tahun ini pendapatan kita 20 juta, mungkin kita akan menyimpan yang 10 juta untuk ditabung, karena kita masih terbiasa dengan gaya hidup 10 juta. Tetapi, setelah berbulan-bulan mendapatkan 20 juta, kemungkinan besar gaya hidup kita akan berubah. Standar kita akan meningkat. Kita akan berpikir untuk membeli gadget baru yang lebih mahal, membeli rumah yang lebih luas, dan akan sering jalan-jalan. Dan, ini tentu saja akan mengurangi jumlah tabungan kita per bulannya. Kalau di bulan-bulan awal kita masih menabung 10 juta, di bulan-bulan berikutnya kita mungkin hanya menabung 5 juta atau bahkan penghasilan kita tidak tersisa sama sekali. Pada akhirnya, tabungan yang kita punya hanyalah 10 juta per bulan di bulan-bulan awal.
Mekanisme weight plateau pun kurang lebih sama. Penambahan kalori melebihi yang dibutuhkan tubuh kita pada awalnya akan disimpan dalam bentuk lemak. Akan tetapi, setelah beberapa waktu kita terus mendapatkan kalori berlebih, maka kalori tersebut akan dibakar oleh otot tubuh kita, sehingga mengakibatkan stag-nya berat badan kita pada titik tertentu meskipun kita terus mendapatkan kalori berlebih.
Weight plateau tidak hanya terjadi ketika konsumsi kalori kita berlebih namun juga ketika konsumsi kalori kita berkurang dari sebelumnya. Inilah kenapa pada awal-awal diet, berat badan kita turun, namun pada titik tertentu berat badan kita stag meskipun kita masih konsisten melakukan diet yang sama.
Ring 3 - Kenapa Secara Alami Manusia Tertarik Mengonsumsi Makanan Berkalori?
Di Ring 1 sudah dijelaskan secara singkat alasan mengapa manusia tertarik untuk mengonsumsi kalori, yakni karena secara alami otak manusia terprogram sedemikian rupa untuk mencari kalori yang memang dibutuhkan oleh tubuhnya.
Tetapi untuk bisa memilih makanan berkalori dari yang tidak, manusia perlu memiliki kemampuan untuk mengenali mana makanan berkalori dan yang tidak. Dan, kemampuan ini diakomodir lewat rasa dan aroma. Yach, kemampuan manusia dalam mengenali mana makanan berkalori dan yang tidak dibantu lewat aroma dan rasa makanan tersebut.
Ketika makanan berkalori mengenai lidah, maka secara alami lidah memberikan informasi kepada otak bahwa makanan ini dibutuhkan oleh tubuh. Demikian juga ketika aroma makanan berkalori mengenai indra penciuman, maka akan diteruskan ke otak dan diterjemahkan oleh otak bahwa makanan tersebut dibutuhkan oleh tubuh. Hasilnya, timbullah dorongan dalam diri kita untuk mengonsumsi makanan itu.
Inilah yang membuat kita sulit untuk menghindari makanan tinggi kalori, sekalipun kita tahu bahwa makanan itu tidak baik untuk diet.
Hal ini diperparah dengan kemungkinan adanya ketagihan makanan yang terjadi pada diri seseorang. Yach, menurut para pakar, ada jenis makanan-makanan tertentu yang bisa membuat ketagihan dan memperparah gaya hidup yang tidak sehat.
Beberapa di antaranya adalah makanan yang mengandung gula dalam konsentrasi tinggi, karbohidrat (seperti yang terkandung dalam roti, nasi putih, pasta yang terbuat dari tepung putih, lemak (seperti yang terkandung dalam mentega, margarin, dan lemak babi), dan garam.
Celakanya, dalam kehidupan modern ini, berbagai jenis makanan yang beredar di masyarakat diolah sedemikian rupa sehingga mengandung campuran berbagai elemen ini, yang menjadikan potensi ketagihan semakin menjadi-jadi. Semua ini semakin mempersulit usaha untuk menurunkan atau menjaga berat badan.
Lalu, bagaimana cara menyiasati dorongan untuk mengonsumsi makanan-makanan tinggi kalori dan berpotensi menciptakan ketagihan dalam diri kita? Yuk kita bahas di Ring berikutnya.
Ring 4 - Bagaimana Menyiasati Dorongan untuk Mengonsumsi Makanan Tinggi Kalori?
Karena dorongan untuk mengonsumsi makanan berkalori tinggi diakomodir lewat rasa dan aroma, maka cara-cara untuk bisa menyiasati dorongan tersebut bisa dilakukan dengan menjadikan diri kita jauh dari aroma dan rasa makanan-makanan itu.
Berikut ini beberapa tipsnya.
Siasati lingkungan Anda
Letakkan makanan berkalori tinggi jauh dari jangkauan Anda, baik jangkauan penglihatan, aroma, maupun kemudahan untuk mengambilnya. Semakin makanan tinggi kalori yang Anda miliki jauh dari jangkauan penglihatan dan penciuman Anda, maka dorongan untuk mengonsumsi makanan-makanan itu juga semakin lemah.
Demikian juga, semakin sulit makanan itu diambil, maka semakin kecil motivasi Anda untuk mengambil makanan tersebut.
Kontrol nafsu makan Anda
Hanya karena makanan berkalori berkontribusi meningkatkan berat badan kita bukan berarti kita harus menghindarinya sepenuhnya. Tubuh dan otak kita tetap memerlukan kalori, meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit.
Oleh karenanya, kita tidak perlu sepenuhnya menghindari makanan berkalori. Kalau dorongan untuk mengonsumsi makanan berkalori muncul, kita bisa memenuhinya dengan makanan-makanan berkalori sedang atau rendah. Sehingga, di samping kebutuhan kalori kita terpenuhi, dengan cara ini, asupan kalori yang masuk dalam tubuh kita juga terbatasi. Makanan-makanan ini juga akan membuat kita mudah kenyang sehingga mengerem keinginan kita untuk mengonsumsi makanan lainnya.
Makanan-makanan ini biasanya masih berupa bentuk alaminya seperti buah segar, sayuran, kentang, daging segar, seafood, telur, yogurt, biji-bijian utuh (whole grain), dan kacang lentil.
Mungkin jauh lebih baik mendapatkan pati dari makanan kaya air seperti kentang, ubi jalar, kacang-kacangan, dan oatmeal daripada makanan-makanan berbasis tepung seperti roti dan kerupuk.
Tidur malam yang cukup
Mungkin banyak dari kita yang berpikir bahwa kurang tidur akan membuat kita kurus. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Karena, kurang tidur akan meningkatkan hormon ghrelin yang membangkitkan rasa lapar dalam diri kita.
So, sebisa mungkin atur tidur malam kita sedemikian sehingga kita terbiasa tidur malam yang cukup.
Gerakkan tubuh Anda
Aktivitas fisik reguler bisa membantu mengontrol nafsu makan dan berat badan kita, setidaknya melalui 2 cara. Pertama, aktivitas fisik meningkatkan jumlah kalori yang kita gunakan. Kedua, aktivitas fisik juga membantu mengatur kadar lipostat dalam otak yang memungkinkan rendahnya level adipositas/kelebihan lemak secara alami dalam waktu yang lama.
Adapun beberapa aktivitas fisik yang disarankan oleh US Department of Health and Human Service antara lain jalan cepat, olahraga kardiovaskular seperti lari, dan olahraga yang meningkatkan kekuatan otot seperti angkat beban.
Stephan J. Guyenet merupakan seorang sarjana di bidang Biokimia di University of Virginia. Dia juga mendapatkan gelar PhD di bidang Neurosains di University of Washington. Kemudian, dia mendedikasikan 12 tahun dalam riset neurosains untuk mempelajari penyakit neurodegeneratif dan neurosains kegemukan tubuh.
Setelah membaca buku “The Hungry Brain” sampai selesai, Mika pun mendapatkan insight-insight bermanfaat yang bisa ia terapkan dalam menurunkan berat badan. Di antaranya:
Masalah utama yang sering membuat diet gagal bukanlah program diet itu sendiri melainkan pada bagaimana mendorong diri kita untuk melakukan diet tersebut dengan konsisten. Sebaik apapun program diet, kalau program itu susah dilakukan, maka akan sangat kecil kemungkinan kita berhasil menerapkannya.
Faktor utama yang membuat program diet susah dilakukan adalah dorongan alami manusia untuk mengonsumsi kalori dalam jumlah besar. Dorongan ini muncul akibat evolusi otak manusia ratusan ribu tahun, di mana nenek moyang kita membutuhkan asupan kalori yang besar untuk bertahan hidup dari keganasan alam. Tetapi, karena di dunia modern tantangannya sudah bukan alam liar lagi dan aktivitas sudah didominasi aktivitas mental (bukan fisik), maka kebutuhan kalori manusia turun drastis. Sayangnya, manusia modern masih mewarisi dorongan untuk mengonsumsi banyak kalori.
Cara manusia untuk mendeteksi kalori dalam makanan dimediasi oleh rasa dan aroma makanan itu. Oleh karena itu, prinsip untuk menyiasati dorongan untuk mengonsumsi kalori adalah dengan mengatur sedemikian sehingga makanan jauh dari jangkauan penciuman dan jangkauan tangan kita. Semakin sulit diambil, maka semakin rendah motivasi kita untuk memakannya. Demikian juga, semakin berkurang aromanya, maka semakin hilang dorongan untuk memakannya.
Beberapa tips untuk mengontrol nafsu makan dan dorongan untuk mengonsumsi banyak kalori antara lain: tidur malam yang cukup, banyak gerak, dan penuhi nafsu makan dengan makanan rendah kalori.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Mika, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Dan, jika Anda ingin mempelajari buku “The Hungry Brain” lebih dalam lagi, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya