
Keep Sharp: Build a Better Brain at Any Age
Sanjay Gupta
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Beberapa bulan terakhir, Roni merasa kemampuan otaknya berkurang. Dia sering lupa, sering kesulitan dalam berbicara, kalau berbicara jadi belepotan terbolak-balik, dan bahkan sering kebingungan.
Padahal, umur Roni terbilang masih cukup muda, yakni 34 tahun. Dia khawatir, dia mengalami penyakit otak yang bisa membuatnya benar-benar kehilangan kemampuan berpikir dan mengingat.
Oleh karena itu, dia pun mencari berbagai informasi terkait kesehatan otak. Saat pergi ke toko buku, dia menemukan sebuah buku yang menurutnya bisa memberinya berbagai informasi yang ia butuhkan.
Buku itu berjudul “Keep Sharp: Build a Better Brain at Any Age” karya Sanjay Gupta. Melihat judulnya, ia sangat yakin buku itu akan memberikannya banyak insight. Atau, paling tidak, pintu awal untuk mempelajari lebih dalam tentang menjaga kesehatan otak.
Dia pun langsung membeli buku itu dan membacanya ketika sampai rumah.
Nah BaRing berikut ini adalah kisah perjalanan Roni dalam mempelajari buku “Keep Sharp” karya Sanjay Gupta. Selamat membaca.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Ketika berbicara tentang otak, mungkin benak kita langsung mengidentikkannya dengan IQ, kejeniusan, ataupun teknik memori untuk mengingat berbagai hal dalam waktu yang cepat. Dan, mungkin ada di antara pembaca yang mengira isi buku ini kurang lebih membahas hal-hal semacam itu.
Tapi, dijelaskan oleh penulisnya, buku ini tidak akan membahas hal-hal seperti itu. Sesuai judulnya, buku ini hanya akan mengupas bagaimana menjaga otak tetap “tajam” di segala usia, utamanya di usia yang sudah tidak muda lagi.
Alasan kenapa penulisnya membatasi pembahasan hanya pada hal ini adalah karena menjaga ketajaman otak merupakan langkah fundamental untuk memiliki IQ yang tinggi, kemampuan berpikir yang tajam, serta kemampuan mengingat yang baik.
Jadi, dengan mempelajari hal ini, pembaca akan belajar untuk membenahi/meningkatkan aspek fundamental. Setelah aspek fundamental terpelihara dengan baik, maka meningkatkan IQ, meningkatkan kemampuan berpikir dan mengingat jauh lebih mudah.
Sebaliknya, meningkatkan IQ, belajar teknik memori, dan belajar skill berpikir tidak akan efektif kalau performa otak kita tidak terjaga.
Nah, di samping alasan tersebut, kenapa buku ini membatasi pembahasan hanya pada “menjaga ketajaman otak” adalah karena semakin bertambahnya usia, maka secara alami kinerja otak melemah. Secara alami terjadi “penuaan” otak. Belum lagi adanya berbagai penyakit degeneratif yang menyerang otak yang hingga kini masih menjadi momok menakutkan bagi banyak orang. Dengan membatasi pembahasan hanya pada bagaimana menjaga ketajaman otak, pembahasan jadi lebih fokus pada hal-hal tersebut.
Dimulai dengan pembahasan mengenai cara kerja otak, perbedaan antara penuaan otak yang normal dengan “penuaan” otak yang tidak normal, dan tanda-tanda penurunan kinerja otak yang serius, buku ini melengkapi diri Anda dengan 5 langkah fundamental untuk menjaga ketajaman otak.
Bab terakhir buku ini membahas berbagai hal terkait dengan penyakit otak degeneratif seperti demensia, alzheimer, bagaimana mengenali tanda-tanda awal penyakit-penyakit tersebut, dan apa saja tantangan yang dihadapi dunia medis dalam menangani penyakit semacam itu, dan perawatan seperti apa yang sudah tersedia untuk para penderita penyakit-penyakit itu.
Ring 2 - Bagaimana Cara Kerja Otak Sebagaimana Disampaikan dalam Buku Ini?
Sebelumnya, kita perlu perjelas lebih dulu apa maksud “cara kerja” di sini. Tentu saja otak memiliki berbagai mekanisme kerja. Semisal dalam memproses bahasa, berpikir abstrak, mengingat, menghitung, dst. Tentu, semua kerja-kerja tersebut memiliki mekanismenya sendiri-sendiri.
Namun, terlepas dari mekanisme kerja yang berbeda-beda itu, ada satu hal yang menjelaskan karakter terpenting otak manusia. Otak manusia tidaklah “fixed” (dalam arti bisa terus berkembang), otak bisa “dibentuk”, kinerja otak bisa ditingkatkan, dan bahkan cedera otak bisa disembuhkan. Semua itu dimungkinkan dengan satu karakter terpenting otak manusia yakni neuroplastisitas alias kemampuan otak untuk bisa berubah melalui pertumbuhan dan reorganisasi.
Mungkin selama ini kita berpikir bahwa sambungan sel-sel otak bersifat permanen alias hardwired, yang mengakibatkan apa yang “tersimpan” di dalamnya seperti kebiasaan, pengetahuan, skill, sifat, dan sebagainya bersifat tetap dan tak bisa diubah.
Tapi, pemahaman seperti itu keliru. Dengan neuroplastisitas, sambungan-sambungan sel di dalam otak bersifat plastis, yakni bisa membentuk sambungan baru maupun mereorganisasi sambungan-sambungan yang telah ada. Ini membuat berbagai hal yang “tersimpan” di dalamnya seperti kebiasaan, sifat, skill, bahasa bisa diubah, dan skill, kebiasaan, sifat, serta pengetahuan baru bisa dilatih.
Dulu, para pakar berkesimpulan bahwa neuroplastisitas hanya berlaku pada anak-anak. Setelah dewasa, sambungan-sambungan sel otak dianggap bersifat tetap dan tidak bisa direorganisasi maupun membentuk sambungan baru. Tapi penemuan terkini berhasil mengungkap bahwa ternyata neuroplastisitas otak tetap berlaku hingga usia berapapun. Meskipun pada usia lanjut, kemampuan plastisitas otak semakin melambat.
Tapi bagaimana pun juga, ini merupakan kabar baik bagi orang-orang yang sudah berusia “senior”. Karena, neuroplastisitas yang tak dibatasi umur ini membuat orang-orang yang sudah berusia “senior” tetap bisa mempelajari hal baru, bisa mengubah kebiasaan, pola pikir, serta berbagai skill.
Menimbang begitu besar & pentingnya peran neuroplastisitas dalam otak, kita bisa simpulkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kinerja otak bisa dilakukan dengan melatih plastisitas otak.
Setidaknya ada 5 langkah fundamental untuk memelihara ketajaman otak, yang akan kita pelajari di Ring-Ring berikutnya.
Ring 3 - Apa Saja 5 Langkah untuk Memelihara Ketajaman Otak?
1. Bergerak & berolahraga
Alasan kenapa bergerak dan berolahraga bisa memelihara ketajaman otak adalah karena kedua aktivitas itu membantu meningkatkan, memperbaiki, dan memelihara sel-sel otak.
Dengan sel-sel otak tetap terjaga & terpelihara, maka neuroplastisitas bisa berlangsung dengan baik.
2. Menemukan (discovery), belajar, dan sense of purpose
Belajar hal baru, menerima informasi baru, memecahkan masalah mengaktifkan sel-sel otak untuk membuat sambungan baru ataupun mereorganisasi sambungan lama. Hal ini tentu melatih neuroplastisitas otak.
Demikian juga dengan sense of purpose. Ketika kita memiliki sense of purpose, ini berarti kita merasa memiliki tujuan tertentu dalam diri kita. Nah, alasan kenapa memiliki sense of purpose melatih neuroplastisitas adalah karena tujuan memicu neuroplastisitas. Tanpa tujuan yang jelas, maka neuroplastisitas akan tidak memiliki dorongan untuk bekerja.
Sebagai contoh, kalau kita baca buku tanpa tujuan yang jelas, maka sehabis membaca kemungkinan besar kita akan lupa apa yang kita baca. Tetapi kalau kita memiliki tujuan yang pasti, maka setelah membaca kemungkinan besar kita akan mengingatnya. Nah, ini terjadi karena saat kita membaca dengan tujuan, terjadi sambungan-sambungan baru dalam otak. Sedangkan membaca tanpa tujuan tidak mendorong sel-sel otak untuk membentuk sambungan baru.
3. Tidur dan relaksasi
Seperti bagian tubuh lain, otak juga butuh istirahat untuk memulihkan kinerjanya. Oleh karena itu, kita perlu tidur malam dan relaksasi secukupnya untuk menjaga kesehatan otak.
4. Nutrisi
Sama seperti bagian lain tubuh kita, otak juga perlu nutrisi yang tepat. Beberapa nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan otak antara lain buah-buahan, sayuran, biji-bijian, daging, ikan, dan telur.
5. Interaksi sosial
Dalam berinteraksi sosial, kita mengenal hal-hal baru dan memecahkan masalah-masalah baru, ini tentu memicu sel-sel otak untuk membentuk sambungan baru, yang mana ini berarti mengaktifkan neuroplastisitas otak kita.
Ring 4 - Bagaimana Mengenali Tanda-Tanda Awal Penyakit Degeneratif Otak seperti Alzheimer?
Sebelumnya, perlu diluruskan terlebih dulu mengenai istilah “demensia” dan “alzheimer.” Banyak orang yang memahami keduanya sebagai hal yang sama. Banyak juga yang memahaminya sebagai dua penyakit yang berbeda.
Tapi pengertian yang sebenarnya adalah, demensia merupakan istilah yang merujuk pada gejala-gejala ketika otak diserang oleh penyakit-penyakit tertentu. Jadi, ketika kita mengalami gejala-gejala tertentu yang mengindikasikan kita menderita penyakit otak, maka kita bisa menyebut diri kita “terkena demensia”.
Salah satu penyebab timbulnya gejala-gejala demensia adalah penyakit alzheimer. Pada tahap awal, penderita alzheimer belum terlalu menunjukkan tanda-tandanya. Dan, kemungkinan besar penderita akan masih merasa bahwa otaknya baik-baik saja. Bahkan, penderita masih bisa berfungsi normal seperti bekerja, berkendara, dan bersosialisasi. Gejala yang timbul baru berupa melemahnya ingatan seperti mulai lupa kata-kata yang familiar atau tempat menaruh barang yang digunakan sehari-hari seperti kunci mobil, gunting, pulpen, dst.
Nah, berikut ini beberapa tanda-tanda awal lainnya saat alzheimer menyerang otak seseorang:
- Kesulitan menemukan kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu
- Kesulitan mengingat nama seseorang ketika pertama kali diperkenalkan kepadanya
- Kesulitan mengerjakan tugas dalam aspek sosial maupun pekerjaan
- Kesulitan mengingat materi yang baru dipelajari/dibacanya
- Lupa menaruh benda-benda yang sering digunakan atau benda-benda yang berharga
- Kesulitan dalam membuat perencanaan dan pengorganisiran
- Kesulitan mengingat hal yang baru saja terjadi
- Perubahan mood dan kepribadian
- Kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang familiar
- Bingung akan waktu dan tempat
Ring 5 - Apa Saja yang Menyebabkan Penyakit Otak seperti Alzheimer?
Dalam buku ini dijelaskan salah satu penyebab penyakit otak seperti alzheimer adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit lain seperti tumor otak, depresi, parkinson, epilepsi, dan alergi.
Salah satu obat yang sering digunakan oleh penderita depresi yakni anticholinergic antidepressants diyakini bisa menurunkan kemampuan kognitif yang merupakan salah satu gejala dari demensia.
Berikut ini beberapa jenis obat yang perlu diwaspadai karena bisa meningkatkan risiko demensia:
- Obat-obatan antikolinergik antidepresan (seperti, paroxetine, Paxil)
- Obat-obatan anti parkinson and antihistamin (seperti, diphenhydramine, Benadryl)
- Obat-obatan antipsikotik (seperti, clozapine, Clozaril)
- Obat-obatan untuk beser (seperti, oxybutynin, Oxytrol)
- Obat-obatan anti epilepsi (seperti, carbamazepine, Tegretol)
Di samping obat-obatan sebagaimana disebut barusan, demensia seperti alzheimer juga bisa disebabkan oleh faktor genetik ataupun gangguan pembuluh darah di otak.
Di samping itu, ada juga beberapa kondisi yang meningkatkan risiko alzheimer, di antaranya diabetes, memiliki penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi.
Oleh karena itu, untuk mencegahnya kita juga perlu mencegah kondisi-kondisi tersebut menyerang diri kita.
Sanjay Gupta merupakan seorang ahli bedah syaraf, penulis, dan reporter di bidang medis. Dia menjabat sebagai Associate chief of Nursery Service di Grady Memorial Hospital di Atlanta, Associate professor bedah saraf di Emory University School of Medicine, dan kepala koresponden medis untuk CNN.
Setelah membaca buku “Keep Sharp,” Roni jadi lebih paham dengan kondisinya. Ia pun mencatat beberapa hal yang menurutnya penting, di antaranya:
- Otak memiliki karakter yang disebut neuroplastisitas, sebuah karakter yang menjadikan sel-sel otak mampu membentuk sambungan baru ataupun mereorganisasi sambungan yang telah ada.
- Sifat plastisitas otak menjadikan otak mampu pulih setelah mengalami cedera. Plastisitas otak juga memungkinkan kita untuk belajar hal baru, mengubah kebiasaan, mengubah sifat, dan menambah pengetahuan.
- Plastisitas otak tidak hanya terjadi pada otak anak-anak. Pada orang-orang yang telah lanjut usia pun, plastisitas otak tetap terjadi. Hanya saja, plastisitas ini mengalami pelambatan.
- Ada 5 langkah fundamental untuk memelihara kesehatan otak dan mencegah berbagai penyakit otak, yakni: Belajar, menemukan, dan sense of purpose, bergerak & berolahraga, tidur & relaksasi, menjaga nutrisi, dan berinteraksi sosial.
- Beberapa gejala awal alzheimer antara lain kesulitan mengingat letak benda-benda yang digunakan sehari-hari, kesulitan menemukan kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu, kesulitan melakukan tugas-tugas yang familiar, dan bingung akan waktu dan tempat.
- Beberapa penyebab penyakit otak dan gejala demensia antara lain obat-obatan, faktor genetik, dan gangguan pembuluh darah dalam otak.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Roni, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
