
How to Avoid Climate Disaster
Bill Gates
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Indah sangat tertarik dengan isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan. Dia juga aktif dalam organisasi peduli lingkungan yang kegiatannya mulai dari menanam pohon dan penghijauan kembali hutan yang gundul, kampanye anti plastik, kampanye anti perusakan terumbu karang dan sebagainya.
Sebagai orang yang peduli lingkungan, tentu ia sudah sangat familiar dengan isu pemanasan global. Setiap hari, banyak informasi yang ia konsumsi terkait pemanasan global, yang ia jadikan referensi dalam gerakan pencegahan bencana tersebut. Akan tetapi ia merasa, banyak informasi yang simpang siur. Dia seringkali dibuat pusing mana informasi yang bisa dipercaya dan mana yang tidak.
Melihat buku “How to Avoid a Climate Disaster: The Solution We Have and the Breakthrough We Need” karya Bill Gates, ia pun sangat tertarik untuk membacanya. Ia berpikir, tentu buku yang ditulis oleh orang terpelajar seperti Bill Gates akan memberikan informasi-informasi yang bisa diandalkan.
Oleh karena itu, ia pun langsung membaca buku tersebut begitu ia mendapatkannya.
Dalam BaRing ini, kita akan menemani perjalanan Indah dalam mencari insight di buku “How to Avoid a Climate Disaster.”
Selamat membaca!
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Isu pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi isu global yang mengkhawatirkan banyak orang. Mulai dari aktivis, LSM, masyarakat sipil, dan para politisi ramai membahas masalah ini.
Ya, tidak dipungkiri, semakin hari bumi memang sedang menuju pemanasan global dan perubahan iklim. Indikasinya adalah mencairnya es di dua kutub bumi, serta munculnya berbagai bencana seperti banjir.
Salah satu penyumbang terbesar pemanasan global adalah penggunaan energi dalam industri dan juga listrik. Di samping itu, pemakaian kendaraan yang berbahan bakar fosil, insektisida pada tanaman, pendingin ruangan, dan masih banyak lagi. Singkatnya, hampir seluruh kehidupan modern menyumbang andil dalam pemanasan global.
Oleh karena itu, tidak heran jika protes sering terjadi, juga berbagai gerakan penghijauan dan pelestarian lingkungan menjamur. Kita dengan mudah menjumpai gerakan anti plastik, gerakan anti bahan bakar fosil, gerakan anti industrialisasi, dan sebagainya.
Sebagai salah satu orang terkaya di dunia yang hartanya juga banyak diinvestasikan di sektor-sektor industri, penulis buku ini merasa bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan industri. Dia pun lalu mempelajari berbagai informasi mengenai perubahan iklim dan pemanasan global.
Menurutnya, untuk bisa mengatasi pemanasan global, yang dibutuhkan bukanlah sekadar mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca, melainkan menyetopnya secara total. Dari hasil studinya mempelajari seluk beluk perubahan iklim, dia tahu bahwa selama ini penambahan gas rumah kaca melebihi yang diperlukan oleh atmosfer kita adalah sebanyak 51 miliar ton per tahun. Untuk mengatasi pemanasan global, yang dibutuhkan adalah menguranginya hingga nol.
Tapi tentu, untuk melakukan ini tantangannya sangat besar, karena kehidupan kita sudah terlanjur bergantung pada industri, pada energi fosil, pada insektisida, dan seterusnya. Sangat mustahil untuk melarang semua orang menggunakan listrik, menggunakan pendingin ruangan, kendaraan, dst. Apa yang dibutuhkan adalah, mengembangkan energi dan teknologi yang ramah lingkungan.
Pada tahun 2015, dalam sebuah konferensi yang diadakan oleh PBB, dia berhasil mengajak 26 teman sesama investor untuk mendanai riset teknologi hijau (green tech). Riset ini dilakukan untuk mengganti energi dan teknologi yang tidak ramah lingkungan dengan energi dan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Nah, dalam buku ini, si penulis membeberkan kepada kita lebih dalam kenapa agar bisa mengatasi pemanasan global harus mengurangi emisi hingga nol, apa saja tantangan dalam melakukannya (mengurangi emisi hingga nol), dan bagaimana langkah-langkah konkret untuk bisa mengatasi tantangan itu dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga nol.
Setelah membaca buku ini, kita akan tahu apa yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencegah pemanasan global.
Ring 2 - Apa Saja Dampak dari Pemanasan Global?
Beberapa dampak pemanasan global mungkin sedikit menguntungkan bagi sebagian kecil orang, yakni mereka yang tinggal di daerah-daerah ber-es. Dengan naiknya temperatur, maka tingkat kematian akibat hipotermia berkurang. Perumahan dan perkantoran pun akan jauh lebih hemat energi karena kebutuhan penghangat ruangan berkurang.
Akan tetapi, kalau dilihat secara komprehensif alias menyeluruh, maka dampak-dampak kecil itu akan tergerus dengan dampak yang jauh lebih besar dan merusak. Berikut ini beberapa di antaranya:
1. Menyebarnya virus & bakteri berbahaya
Suhu yang panas mencairkan es di daerah-daerah yang ditutupi es seperti kutub utara dan kutub selatan.
Ketika es di daerah-daerah ini mencair, maka bakteri dan virus yang terjebak di dalamnya selama ribuan tahun ikut terlepas dan aktif kembali. Ini menyebabkan terjadinya serangan penyakit yang dibawa oleh virus dan bakteri-bakteri itu.
Sebagai contoh, virus antraks yang ditemukan dari mayat seekor rusa yang terkubur di dalam es selama 70 tahun. Saat es yang mengubur rusa tersebut mencair, virus antraks yang terdapat pada mayat rusa itu menyebar ke peternakan penduduk dan bahkan menewaskan seorang anak.
2. Mempercepat & memperparah pemanasan global
Tanah di daerah-daerah yang ber-es membeku dan menyimpan berbagai macam gas rumah kaca. Ketika es mencair, maka gas-gas ini terlepas ke atmosfer, yang mempercepat dan memperparah pemanasan global.
3. Badai yang semakin parah
Saat suhu rata-rata naik, maka semakin banyak air yang menguap di udara. Uap air ini juga merupakan gas rumah kaca. Akan tetapi, bedanya dengan karbon dioksida, metana, freon, dan nitrogen dioksida, uap air tidak bertahan lama di udara. Ia akan kembali lagi ke bumi dalam bentuk hujan atau salju. Saat uap air turun dalam bentuk hujan, hujan ini melepaskan energi yang besar. Dan inilah yang disebut fenomena hujan badai petir (thunderstorm).
Dengan hujan badai seperti itu, maka banjir akan sangat mudah terjadi, yang kerugiannya bisa sangat besar, bukan hanya jatuhnya korban jiwa tetapi juga ambruknya ekonomi. Sebuah studi menyebutkan bahwa pemulihan infrastruktur akibat Badai Maria di Puerto Rico pada tahun 2017 membutuhkan 2 dekade (20 tahun).
4. Kekeringan
Di saat di berbagai tempat terjadi hujan badai, naiknya temperatur juga bisa menyebabkan kekeringan di tempat lain. Ini terjadi karena seiring meningkatnya temperatur udara, maka udara akan mengalami “kehausan”, yang membuatnya terus menyerap air tanah. Ini menyebabkan tanah menjadi kehilangan kelembabannya.
Di Amerika, kekeringan mengancam sungai Colorado, yang mensuplai air minum bagi kurang lebih 40 juta orang dan irigasi bagi lebih dari 1/7 pertanian di Amerika.
5. Kebakaran hutan
Ketika udara mengalami “kehausan”, bukan hanya air tanah yang diserap, namun juga air yang terkandung di dalam tumbuhan. Ini menyebabkan tumbuhan menjadi kering dan mudah terbakar.
6. Naiknya air laut
Ya, ini karena pertama, es di kutub mencair, yang menyebabkan penambahan volume air laut. Kedua, seperti logam yang memuai jika terkena panas, air pun juga memuai. Akibatnya adalah banjir musim kemarau (dry-weather flooding) yang menenggelamkan wilayah-wilayah di dekat laut.
7. Turunnya hasil pertanian & peternakan
Pada tanaman-tanaman tertentu seperti gandum, kenaikan suhu akan mempercepat pertumbuhan dan kebutuhan akan air pada tanaman tersebut berkurang seiring dengan meningkatnya karbon di udara.
Tapi, pada sebagian besar tanaman, kenaikan suhu udara akan membuat hasil panen jatuh bahkan hingga 50%.
Di samping itu, ternak pun mengalami penurunan karena akan banyak ternak yang mati muda dan kurang produktif (lambat dalam bereproduksi).
Bagaimana dengan binatang laut? Binatang laut pun akan terdampak. Akan banyak binatang laut yang mati atau bermigrasi ke perairan yang lebih dingin dan banyak mengandung oksigen.
Jika suhu udara naik 2 derajat Celcius, terumbu karang juga akan mati, menghancurkan sumber utama seafood bagi lebih dari satu milyar orang.
8. Heatstroke
Saat berolahraga atau melakukan aktivitas fisik yang berat, tubuh kita berkeringat. Ini merupakan mekanisme alami yang berfungsi untuk mendinginkan tubuh kita. Sehingga artinya, berkeringat sehabis melakukan aktivitas fisik sangat bermanfaat.
Akan tetapi, ketika suhu udara terlalu panas, fungsi keringat tidak terlalu berdampak. Sebanyak apapun kita berkeringat, suhu tubuh akan tetap panas yang dapat menyebabkan kematian akibat serangan heat stroke. Kita sering mendengar bagaimana gelombang panas menewaskan ribuan orang.
Ring 3 - Kenapa untuk Mengatasi Perubahan Iklim Perlu Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Hingga Nol?
Untuk menjelaskannya, mari kita mulai dari bagaimana pemanasan global terjadi.
Sebetulnya, kehidupan di bumi membutuhkan keberadaan gas-gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas ini, yang antara lain adalah karbon dioksida, metana, nitrogen dioksida, dan freon, berperan memerangkap panas matahari di atmosfer sehingga tidak langsung menuju bumi. Dengan mekanisme seperti ini, bumi terhindar dari pemanasan langsung karena panas matahari tertahan di atmosfer. Akibatnya, bumi menjadi hangat dan memungkinkan berbagai makhluk untuk hidup di dalamnya.
Akan tetapi, penambahan emisi karbon (karbon di sini berarti gas-gas rumah kaca) melebihi yang dibutuhkan atmosfer akan membuat semakin banyak panas yang terperangkap. Semakin banyak panas yang terperangkap, maka semakin panas pula temperatur di bumi.
Celakanya, setiap kali gas rumah kaca dihasilkan, gas ini akan bertahan di atmosfer dalam waktu yang sangat lama. Seperlima karbon dioksida yang dikeluarkan dalam sehari saja bisa bertahan hingga 10 ribu tahun di atmosfer. Dengan mengurangi emisi gas tersebut hingga nol, bumi akan tetap hangat dalam waktu yang lama dan tidak akan terjadi pemanasan global yang mengancam seluruh kehidupan di bumi.
Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa “nol” di sini bukan berarti tepat nol. Sebelum era industri (sekitar abad ke-18 masehi), siklus karbon terbilang seimbang. Tumbuhan dan hal-hal lainnya menyerap karbon dioksida yang dikeluarkan dari proses pembakaran dan proses-proses lainnya.
Hal itu berubah ketika manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil. Ketika kita membakar bahan bakar fosil, kita menambah jumlah emisi gas yang berada di atmosfer kita. Ini yang membuat atmosfer kita semakin panas.
Tetapi, kita tidak mungkin mengurangi emisi karbon ini secara total hingga nol karena tidak mungkin kita menyetop semua aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Apa yang bisa kita lakukan adalah mengurangi emisi karbon hingga mendekati nol.
Lalu, bagaimana agar bisa mengurangi emisi karbon hingga mendekati nol tanpa harus menyetop semua aktivitas yang mengeluarkan emisi karbon?
Salah satu caranya adalah, membuang gas rumah kaca yang berada di atmosfer. Langkah ini dikenal dengan “net-negative emission.”
Ring 4 - Apa Saja Tantangan dalam Menyetop Emisi Gas Rumah Kaca secara Global?
1. Ketergantungan pada bahan bakar fosil & bahan-bahan yang melepaskan karbon
Sumber utama emisi gas rumah kaca adalah bahan bakar fosil. Selama ini, mungkin kita mengira bahwa bahan bakar fosil hanya dibutuhkan sebagai tenaga penggerak mesin, listrik perumahan, dan bahan bakar kendaraan. Akan tetapi, sebetulnya penggunaan bahan bakar fosil sangat beraneka ragam, dari yang kasat mata sampai yang tak kasat mata dan yang tak pernah kita duga.
Sebagai contoh sikat gigi yang kita gunakan sehari-hari. Sikat gigi mengandung plastik, yang bahan-bahan dasarnya terbuat dari minyak bumi, yang tak lain merupakan bahan bakar fosil.
Pupuk untuk tanaman biji-bijian (grain) seperti gandum, padi, jagung, dst juga melepaskan berbagai gas rumah kaca.
Bajak yang digunakan dalam bercocok tanam juga secara tidak langsung melepaskan gas rumah kaca, karena bahannya yang berupa baja, dibuat dengan proses pembakaran bahan bakar fosil. Demikian juga dengan penggeraknya yang secara langsung menggunakan bahan bakar fosil.
Di samping itu, berbagai peralatan seperti pendingin ruangan, bahan bangunan seperti semen dan aspal juga melepaskan gas rumah kaca.
Bahkan binatang ternak seperti sapi pun juga mengeluarkan gas rumah kaca ketika ternak ini mengeluarkan kotoran, gas, dan sendawa. Begitu juga dengan berbagai makanan berbahan dasar tumbuhan seperti roti, coklat, cake, dan berbagai sayur kalengan (canned vegetables), dan masih banyak lagi.
Baju yang banyak orang gunakan pun, baik yang berbahan dasar katun maupun polyester, sama-sama menyumbang peningkatan emisi karbon. Di samping itu, kertas tisu, dan kendaraan, semuanya juga berkontribusi menyumbang peningkatan emisi gas rumah kaca. Intinya, bisa dibilang bahwa kehidupan kita sudah terlalu bergantung dengan bahan-bahan yang mengeluarkan karbon, terutama bahan bakar fosil, sehingga sangat sulit untuk bisa mengurangi emisi karbon, apalagi mendekati nol.
Alasan kenapa banyak sekali produk yang menggunakan bahan bakar fosil adalah karena bahan bakar fosil relatif murah dibanding bahan-bahan lainnya karena jumlahnya yang melimpah.
Tentu, akan sangat sulit bagi kita untuk menghentikan produksi semua itu karena kehidupan kita sangat bergantung pada produksi-produksi tersebut.
2. Butuh waktu lama untuk mengadopsi energi dari sumber yang ramah lingkungan
Kita sering mendengar pembicaraan tentang mobil hybrid maupun mobil listrik. Banyak masyarakat yang antusias dengan produksi kedua jenis mobil tersebut. Akan tetapi, masih banyak yang perlu ditingkatkan untuk menciptakan mobil hybrid dan listrik yang bisa diandalkan.
Saat produksi massal mobil pertama kali diproduksi, yakni pada tahun 1908, jarak tempuh mobil adalah sejauh 21 mil (sekitar 33 km) per galon (4,55 liter) bahan bakar. Saat buku ini ditulis (Februari 2021), mobil hybrid terbaik di pasaran hanya mampu menempuh 58 mil (sekitar 93 km) per galon (4,55 liter) bahan bakar. Artinya, pengembangan teknologi mobil ramah lingkungan berjalan sangat lambat, yakni 100 tahun lebih.
Hal yang sama juga terjadi pada pengembangan teknologi panel surya. Saat pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970-an, panel surya hanya mampu mengkonversi 15% sinar matahari menjadi tenaga listrik. Hari ini (41 tahun setelahnya), panel surya hanya mampu mengkonversi 25% sinar matahari.
Salah satu penghambat terbesar dari pengembangan teknologi ramah lingkungan adalah industri energi. Industri energi merupakan salah satu industri terbesar di planet kita. Sebagai industri terbesar, maka tidak mudah untuk mengubah industri ini beralih pada industri energi ramah lingkungan. Karena, sudah terlanjur banyak investasi yang digelontorkan untuk membangun pabriknya (plant) dan membeli berbagai mesin dan peralatan yang dibutuhkan dalam industri ini.
Belum lagi, investor pastinya berharap bahwa industri yang dia danai akan beroperasi selama puluhan tahun. Jika ada pemain lain yang membangun industri yang lebih ramah lingkungan, maka orang-orang yang bermain di industri lama tidak akan langsung memutuskan untuk beralih ke industri tersebut. Kecuali, kalau keuntungan finansialnya jauh lebih besar dari industri lama, atau kecuali jika pemerintah memaksanya untuk beralih.
3. Hukum dan regulasi yang usang
Hukum dan regulasi mengatur bagaimana masyarakat dan perusahaan bertindak. Sayangnya, banyak produk hukum dan regulasi yang telah usang karena dibuat jauh sebelum isu pemanasan global muncul.
Tentu saja, produk hukum dibuat sesuai dengan kebutuhan yang ada. Karena pemanasan global dan perubahan iklim baru muncul beberapa tahun terakhir, sedangkan hukumnya dibuat jauh sebelum dua hal itu terjadi, maka hukum yang ada tidaklah memadai untuk menghadapi ancaman pemanasan global dan perubahan iklim.
Oleh karenanya, dibutuhkan agar pemerintah dan juga parlemen mengganti produk hukum sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah pemanasan global.
Ring 5 - Bagaimana Langkah Konkret untuk Mengatasi Pemanasan Global dan Malapetaka Iklim?
Kebijakan pemerintah
Sebagaimana dijelaskan di Ring 4, regulasi dan hukum sangat penting pengaruhnya pada misi mengatasi pemanasan global. Pemerintah dan parlemen berperan sebagai pengatur, yang memiliki wewenang dalam menetapkan batasan bagi emisi karbon yang dihasilkan oleh sebuah industri.
Oleh karenanya, langkah pertama untuk mengatasi pemanasan global dan bencana iklim adalah mengganti atau menambahkan regulasi yang menjawab kebutuhan untuk menanggulangi pemanasan global.
Tentu, idealnya, bukan hanya satu dua negara yang menjalankan kebijakan seperti ini, tapi seluruh negara di seluruh dunia. Karena, mengatasi pemanasan global harus dilakukan dalam skala global.
Adapun beberapa kebijakan yang bisa diambil antara lain:
- Lipat-gandakan investasi publik pada riset energi bersih (clean energi) hingga lima kali lipat selama beberapa dekade
- Berikan insentif pada industri ramah lingkungan untuk mengurangi ongkos produksi dan risiko
- Bangun infrastruktur yang bisa mendistribusikan produk-produk ramah lingkungan pada pasar
- Ubah aturan sedemikian rupa sehingga teknologi ramah lingkungan dapat berkompetisi dengan industri lama
- Tetapkan harga bagi setiap karbon yang dilepas
- Tetapkan standar bagi kelistrikan yang bersih (clean electricity standard)
- Tetapkan standar bagi bahan bakar bersih (clean fuel standard)
- Tetapkan standar bagi produk yang bersih (clean product standard)
Bill Gates merupakan seorang pebisnis terkemuka, software developer, investor, penulis, dan filantropis. Bersama dengan Paul Allen, dia membangun Microsoft Corporation dan menjabat sebagai CEO dari perusahaan tersebut.
Setelah membaca buku “How to Avoid a Climate Disaster”, Indah pun mendapatkan banyak sekali insight yang bisa membantunya dalam gerakan penanggulangan pemanasan global. Berikut beberapa di antaranya:
Pada dasarnya, gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, nitrogen dioksida, dan freon dibutuhkan oleh atmosfer kita. Gas-gas ini mengikat panas matahari di atmosfer sehingga panas matahari tidak langsung menuju bumi. Akan tetapi, penambahan gas rumah kaca yang berlebihan justru membuat bumi semakin panas. Inilah yang menyebabkan pemanasan global.
Untuk menanggulangi pemanasan global, dibutuhkan tindakan menyetop penambahan emisi karbon. Ini bisa dilakukan dengan mengurangi produksi berbagai kegiatan yang menghasilkan emisi karbon maupun membuang gas rumah kaca yang menetap di atmosfer yang dihasilkan dari aktivitas di bumi.
Beberapa dampak pemanasan global antara lain, badai yang semakin ekstrem, penyebaran virus dan bakteri berbahaya, banjir, kekeringan, krisis pangan, kebakaran hutan, dan heatstroke.
Beberapa tantangan dalam mengatasi pemanasan global antara lain: ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berbagai industri yang menghasilkan emisi karbon, regulasi dan hukum yang usang, dan lambatnya pengembangan teknologi ramah lingkungan yang disebabkan oleh inersia industri energi.
Butuh peran negara dalam menyetop emisi karbon lewat berbagai regulasi, hukum, dan kebijakan yang mendukung industri ramah lingkungan.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Indah, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari BaRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Dan, jika Anda ingin mempelajari buku “How to Avoid a Climate Disaster” lebih dalam lagi, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
