Everything is F*cked
Mark Manson
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Rosi merasa hidupnya sangat hampa. Entah kenapa, dia selalu bertanya-tanya apa tujuan hidup, kenapa dia hadir di dunia, apa makna keberadaannya di dunia.
Sering juga ia larut dalam pertanyaan, kalau hidup hanya untuk mati, lantas apa artinya hidup?
Dan, semua pertanyaan itu sering membuatnya kehilangan harapan.
Ia sering terheran-heran dengan orang-orang di luar sana, bagaimana bisa mereka bersemangat hidup meskipun hidup mereka sangat memprihatinkan dan tidak memiliki harapan? Bagaimana bisa orang lain, yang perekonomiannya jauh lebih memprihatinkan dibanding dirinya bisa tetap optimis dalam menjalani hidup? Sedangkan dirinya yang terbilang mapan malah merasa hidup sangat hampa.
Tidak mau berlarut-larut dalam perasaan hampa seperti itu, ia pun mencoba mencari jawaban. Salah satunya di buku “Everything is Fucked: A Book About Hope” karya Mark Manson.
So, akankah ia menemukan jawaban yang dicarinya? Ikuti kisahnya dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Gambaran Besar Isi Buku Ini?
Hidup di zaman sekarang, tantangannya adalah perubahan yang terjadi semakin cepat. Dan, bukan hanya perubahan saja, tetapi juga persaingan yang semakin sengit. Tidak ada zona nyaman yang terus terasa nyaman dalam waktu yang lama. Setiap orang dituntut untuk terus bergerak, beradaptasi dengan perubahan.
Semua itu seringkali menimbulkan rasa ketidakpastian dalam diri banyak orang. Kompleksitas yang ada menjadikan seolah-olah mustahil untuk bisa memprediksi masa depan.
Atau, memang pada kenyataannya, hidup memang penuh ketidakpastian dan tidak bisa diprediksi, baik di zaman sekarang maupun di zaman-zaman sebelumnya? Inilah yang dibahas dalam buku ini. Penulis buku ini menjelaskan bahwa pada dasarnya, kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Bukan karena faktor luar seperti perubahan yang terjadi dengan cepat, bukan pula karena kompleksitas kehidupan yang membuatnya sangat sulit diprediksi.
Menurut penulis buku ini, kenapa hidup penuh ketidakpastian adalah karena kehadiran manusia di dunia tidak memiliki tujuan apapun. Seperti makhluk hidup lain, manusia ada begitu saja di dunia, tanpa misi dan purpose apapun. Eksistensi manusia hanyalah sebuah kebetulan. Manusia tidak diciptakan untuk tujuan tertentu seperti yang diyakini banyak orang.
Pernah bertanya-tanya kenapa manusia hidup? Pernah merenung kalau tujuan akhir hidup adalah kematian lalu kenapa kita repot-repot menjalani hidup yang penuh tantangan?
Jika ya, maka kemungkinan besar persepsi Anda tentang kehidupan sama dengan persepsi penulis buku ini. Sederhananya, penulis buku ini memiliki pandangan, yang dalam istilah filsafat disebut “nihilisme”, sebuah pandangan yang meyakini bahwa kehidupan tidak memiliki makna dan tujuan apapun.
Tetapi, berbeda dari para penganut nihilisme yang menjadikan mereka pesimis dengan kehidupan, penulis buku ini justru melihat bahwa nihilisme bukanlah penghalang bagi kita untuk melanjutkan hidup.
Menurut penulis buku ini, meskipun eksistensi kita di dunia tidak memiliki tujuan, kita tetap bisa menjalani kehidupan dengan penuh optimisme. Kuncinya adalah, menciptakan harapan (hope) dalam diri kita.
Bagaimana caranya? Inilah yang dibahas dalam buku “Everything is F*cked.”
Ring 2 - Benarkah Eksistensi Manusia Tidak Memiliki Makna & Tujuan Apapun? Bagaimana Penjelasannya?
Kalau bicara tujuan, mungkin kita akan berpikir bahwa tujuan manusia adalah mencapai kebahagiaan. Mungkin kita akan merasa bahwa dorongan untuk mencapai kebahagiaan merupakan dorongan yang alami dari sananya. Dan, seperti ini jugalah tujuan hidup menurut filsuf Aristoteles.
Dalam hidup pun, semua aktivitas yang kita lakukan seolah-olah memang kita lakukan untuk mencapai kebahagiaan. Mulai dari bekerja, belajar, bersosialisasi, menjalin relasi dengan orang lain, mencari hiburan, dan seterusnya.
Akan tetapi, sebuah penelitian yang dilakukan oleh bapak Sosiologi Emile Durkheim menunjukkan bahwa ketika sebuah kebahagiaan telah kita capai dari meraih sesuatu (seperti misal sukses dalam pekerjaan, sukses dalam percintaan, dan sebagainya), maka cepat atau lambat kebahagiaan itu akan hilang, dan kita akan kembali merasakan perasaan sakit, yang mendorong kita untuk mencapai kebahagiaan lain. Begitu seterusnya.
Semakin mapan hidup kita, maka bukannya kita semakin bahagia, tapi justru sebaliknya, kita semakin kehilangan kebahagiaan.
Mungkin banyak dari kita yang telah menyadari hal ini. Mungkin banyak dari kita yang telah menyadari bahwa kita akan selalu berada dalam rasa sakit yang konstan (constant pain) tak peduli semapan apapun hidup kita. Dan, menyadari akan hal ini tentu saja membuat kita tidak nyaman. Kita akan merasa bahwa hidup kita tidak berarti, kita akan merasa hidup kita sia-sia, kita akan merasa eksistensi kita hanyalah sebuah kecelakaan yang menyedihkan. Inilah yang dimaksud “hidup tidak memiliki makna” oleh penulis buku ini.
Dan, untuk bisa mengatasi perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan dari menyadari bahwa hidup hanyalah constant pain, jalan satu-satunya adalah menciptakan harapan. Harapan memberikan kita sense of purpose alias perasaan bahwa hidup kita memiliki tujuan.
Akan tetapi, menciptakan harapan bukanlah hal yang mudah, karena kita terlanjur tahu bahwa seindah apapun harapan kita, setelah kita mencapainya, hal itu sudah tidak akan lagi ada artinya.
Tapi, dalam buku ini, Mark Manson, si penulisnya akan menjelaskan bagaimana kita bisa menciptakan harapan yang abadi, yang mampu untuk terus memotivasi hidup kita.
Ring 3 - Bagaimana Prinsip untuk Menciptakan Harapan yang bisa Memotivasi Hidup?
Untuk menciptakan dan memelihara harapan, kita membutuhkan 3 hal, yakni:
1. Sense of control
Sense of control adalah perasaan bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup kita,; bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan nasib kita.
Dengan sense of control, dengan merasa bahwa kita punya kendali atas hidup kita, maka kita akan lebih semangat untuk mengarahkan hidup kita sedemikian rupa menjadi seperti yang kita mau; Akan timbul harapan dalam diri kita bahwa kita bisa mengubah hidup kita, kita bisa mengubah perasaan kita.
2. Values
Values berarti kita menganggap sesuatu penting dan berharga. Ketika kita memberikan value pada pekerjaan kita, maka ini berarti kita menganggap pekerjaan kita penting, berharga, dan memiliki makna.
Betul bahwa dalam hidup tidak ada sesuatu yang berharga dari sananya. Kehadiran diri kita mungkin tidak memiliki makna dan tujuan sama sekali, tetapi kita bisa menciptakan makna artifisial kita sendiri.
Meskipun artifisial, tetapi ketika kita meresapinya dalam hidup, maka makna ini akan memberikan kita harapan yang bisa memotivasi hidup kita.
3. Community
Komunitas di sini berarti komunitas yang memegang value yang sama dengan kita. Ini berarti komunitas yang menghargai sesuatu yang sama dengan yang kita hargai.
Tanpa komunitas seperti ini maka kita akan merasa terisolasi dan terasing. Bukan hanya itu, kita pun juga akan kehilangan makna dari apa yang kita hargai.
Kita akan bahas satu per satu di Ring-Ring berikutnya.
Ring 4 - Bagaimana Sense of Control bisa Membangkitkan Harapan dalam Diri Kita?
Berbicara mengenai kontrol alias kendali, asumsi yang diyakini banyak orang adalah bahwa diri kita memiliki 2 elemen yang saling bertentangan, yakni emosi dan logika, di mana emosi seringkali menjerumuskan kita pada hal-hal negatif dan kesenangan sesaat, sedangkan logika mengarahkan kita pada keputusan yang tepat.
Dengan asumsi seperti itu, kontrol berarti kemampuan kita untuk menggunakan logika untuk mengendalikan/merepresi emosi sekaligus memproduksi keputusan berdasarkan pertimbangan yang rasional.
Akan tetapi, sebuah penelitian terhadap seorang pasien tumor otak bernama Elliot membuktikan bahwa ternyata, dalam memproduksi keputusan yang cerdas pun dibutuhkan emosi.
Disebutkan dalam buku ini, setelah dokter melakukan operasi pengangkatan tumor yang diderita Elliot, ada perubahan besar yang terjadi dalam dirinya. Dia tidak lagi mampu berfungsi dengan baik, dalam arti tidak mampu melakukan hal-hal yang dibutuhkan oleh orang dewasa agar bisa menjalani hidup. Dia tidak mampu mengerjakan tugas-tugas kantornya karena bahkan untuk memilih antara pulpen hitam atau pulpen biru pun dia butuh waktu berjam-jam.
Dia juga tidak mampu menentukan mana yang lebih penting antara menonton film atau menghadiri acara penting anaknya. Dan, masih banyak lagi hal-hal lain yang tidak bisa dia putuskan dengan bijak sampai-sampai hidupnya benar-benar hancur.
Setelah diteliti, ternyata yang membuatnya tidak mampu membuat keputusan yang bijak adalah karena bagian otaknya yang mengatur emosi ikut terpotong ketika dokter mengangkat tumor di otaknya.
Tanpa emosi, dia tidak bisa membayangkan apa pentingnya hadir ke acara anaknya bagi anaknya. Dia tidak bisa membayangkan betapa kecewanya anaknya ketika dia tidak hadir di acara tersebut. Tanpa emosi, dia juga tidak bisa memutuskan pulpen hitam atau biru yang akan dia gunakan. Dia bingung apa alasan untuk memilih pulpen hitam dari biru atau pulpen biru dari pulpen hitam. Tanpa emosi, dia juga tidak memahami apa pentingnya mempertahankan pernikahan dengan istrinya.
Yach, ini membuktikan bahwa untuk membuat keputusan yang tepat dan bijak dibutuhkan bukan hanya logika tapi juga emosi.
Lalu, apa kaitan antara kontrol dengan harapan?
Well, berkaca pada kasus Elliot, sederhananya, tanpa memiliki emosi, Elliot menjadi orang yang tidak memiliki perasaan apapun. Dia tidak bisa merasakan makna dari sesuatu, tidak bisa merasakan pentingnya sesuatu, tidak bisa menghargai sesuatu.
Ketika kita tidak bisa merasakan makna dari sesuatu, maka hidup kita hampa, dan kita tidak akan terdorong untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, harapan akan muncul dalam diri kita kalau kita bisa memaknai sesuatu.
Ambil contoh dalam bekerja. Kalau kita bekerja sekadar bekerja, tanpa memaknai pekerjaan kita, maka kita akan setengah hati mengerjakannya. Kita akan bertanya-tanya dalam hati, ngapain ngerjain ini? Tujuannya apa?
Demikian sebaliknya, kalau kita hanya memiliki emosi tanpa memiliki logika, maka kita akan mudah terjerumus pada berbagai keinginan yang tanpa akhir. Logika menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Tanpa kemampuan ini, kita akan membiarkan semua perasaan hadir dan menguasai diri kita. Kalau kita tertarik dengan makanan yang manis, maka kita tidak akan bisa menghentikan diri kita untuk mengkonsumsinya karena tidak ada logika yang mengendalikan diri kita. Dengan kondisi seperti ini, maka lama kelamaan, kita akan merasa diri kita tidak berharga karena tidak bisa mengendalikan diri kita.
Itulah kenapa, dalam membangun harapan, hal pertama yang perlu dimiliki adalah sense of control, yang meliputi dua elemen: emosi dan logika.
Ini berarti, kita perlu lebih peka pada emosi/perasaan kita, dan perlu mengasah logika kita dan menggunakan dua elemen ini secara orkestratif untuk menciptakan harapan yang bisa memotivasi diri kita dalam jangka panjang.
Ring 5 - Bagaimana Value bisa Membangkitkan Harapan dalam Diri Kita?
Di Ring 4 sudah dijelaskan bahwa resep untuk menciptakan value yang bisa membangkitkan harapan kita adalah memberdayakan logika dan emosi kita.
Sekarang di Ring 5, kita akan bahas bagaimana proses menciptakan value dengan emosi dan logika kita.
Pertama-tama, perlu digaris-bawahi bahwa dalam menentukan sebuah keputusan, atau memandang sebuah peristiwa,logika berperan untuk menarik hubungan antara dua pilihan/peristiwa atau lebih, dengan cara menarik hubungan sebab-akibat, atau mencari persamaan dari dua atau lebih pilihan/peristiwa tersebut, atau mencari perbedaan antara dua atau lebih pilihan/peristiwa tersebut.
Sedangkan emosi berperan dalam menentukan baik dan buruk, lebih diinginkan atau kurang diinginkan, benar atau salah dari pilihan atau peristiwa yang dijumpai.
Jadi, bisa dikatakan bahwa emosilah yang menciptakan value terkait peristiwa/pilihan yang ditemui. Sedangkan logika menciptakan narasi/persepsi tentang peristiwa/pilihan yang ada.
Sebagai contoh, kita mengalami sebuah peristiwa di mana kekurangan kita dikritik oleh orang lain. Di sini, logika kita tidak menghasilkan perasaan marah, sedih, malu, atau kecewa. Logika kita hanya menarasikan peristiwa tersebut dengan berbagai skenario. Misal, logika akan menarasikannya begini: “kalau aku dikritik, ini berarti ada yang kurang dari diriku.” Dan, dari narasi ini, emosi muncul. Misalnya, kita jadi sedih dan tidak berharga karena kita memiliki kekurangan.
Untuk bisa menciptakan value yang bisa membangkitkan harapan kita, kita perlu mengubah narasi dari peristiwa-peristiwa yang menghasilkan perasaan negatif dalam diri kita dengan narasi yang menghasilkan perasaan positif terkait peristiwa tersebut.
Mark Manson merupakan seorang penulis buku-buku self-help asal Amerika Serikat dan seorang blogger. Dua di antara 3 buku yang ditulisnya pernah menjadi New York Times bestseller, yakni “The Subtle Art of Not Giving a Fuck” dan “Everything is Fucked: A Book About Hope”. Pada tahun 2007, dia lulus dari Boston University.
Setelah membaca buku “Everything is Fucked”, Rosi pun mendapatkan insight yang dicarinya. Beberapa di antaranya:
- Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sosiolog Emile Durkheim menunjukkan bahwa ketika sebuah kebahagiaan telah kita capai, maka cepat atau lambat kebahagiaan itu akan hilang, dan kita akan kembali merasakan perasaan sakit, yang mendorong kita untuk mencapai kebahagiaan lain. Begitu seterusnya. Ini menciptakan kondisi constant pain alias penderitaan yang tetap dalam diri kita.
- Constant pain merupakan sumber dari lahirnya perasaan bahwa hidup tidaklah punya makna dan tujuan, yang pada akhirnya membuat kita pesimis dengan kehidupan.
- Untuk menghilangkan pesimisme dalam diri kita terkait kehidupan, hal yang diperlukan adalah menciptakan harapan.
- Tiga prinsip untuk menciptakan harapan yakni: sense of control, value, dan komunitas.
- Untuk memiliki sense of control, kita perlu mengasah kepekaan pada emosi kita dan mengasah logika kita. Emosi dan logika menciptakan value yang memberikan kita harapan.
- Untuk bisa menciptakan value yang bisa membangkitkan harapan kita, kita perlu mengubah narasi dari peristiwa-peristiwa yang menghasilkan perasaan negatif dalam diri kita dengan narasi yang menghasilkan perasaan positif terkait peristiwa tersebut.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Rosi, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital
Dan, jika Anda ingin mempelajari buku “Everything is F*cked” lebih dalam lagi, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya