
Always Day One
Alex Kantrowitz
Teks tersedia
Audio tersedia
-
Plot
-
Ring 1
-
ring 2
-
ring 3
-
ring 4
-
ring 5
-
Kesimpulan
-
Full Dering
Nusa seorang pemuda yang baru merintis bisnis untuk pertama kalinya. Sebagai pendatang baru, ia memiliki ketakutan kalau-kalau bisnisnya rugi dan tak bisa bangkit lagi. Apalagi, ia merasa di luar sana akan muncul banyak pesaing dengan pengetahuan, keberanian, dan pengalaman yang jauh lebih mumpuni dari dirinya. Membayangkan hal itu membuatnya semakin cemas.
Beruntung teman-temannya mendukung apa yang ia bangun. Mereka memberikan support baik berupa saran, sharing pengalaman, hingga rekomendasi bacaan yang perlu dipelajari untuk membangun bisnis yang sukses.
Salah satu buku yang direkomendasikan oleh teman-temannya adalah buku karya Alex Kantrowitz yang berjudul “Always Day One: How the Tech Titans Plan to Stay on Top Forever”, “Selalu Hari Pertama: Bagaimana Raksasa Teknologi Merencanakan Diri untuk Tetap Berada di Posisi Teratas.”
Melihat judulnya, Nusa agak ragu apakah buku itu cocok untuk bisnisnya, mengingat bisnisnya tidak berbasis teknologi seperti yang diangkat dalam buku tersebut. Akan tetapi, temannya berkata bahwa paling tidak dia bisa menerapkan mindset yang disampaikan dalam buku tersebut.
Mendengar penjelasan temannya itu, ia pun mencoba untuk membaca buku itu hingga tuntas.
So, akankah ia mendapatkan insight dari buku tersebut? Yuk, temani perjalanan Nusa dalam BaRing berikut ini.
Ring 1 - Apa Maksud “Day One” dalam Buku Ini?
Untuk menjawabnya, mari kita mulai dari membangun perusahaan. Berbicara mengenai perusahaan, mengenai membangun dan menjalankan perusahaan, mungkin yang terlintas di benak kita adalah, menciptakan produk yang dibutuhkan masyarakat, kemudian memproduksinya dalam jumlah tertentu, dan lalu memasarkannya dengan positioning yang tepat, di mana tugas selanjutnya hanyalah menyempurnakan dan menjaga kualitas produk tersebut dan terus memperluas pasar. Dan, hanya setelah produk itu menghasilkan profit, barulah kita bisa berekspansi dengan menciptakan produk baru. Begitu seterusnya.
Dan mungkin dalam bayangan kita, perusahaan yang ideal adalah yang mampu mempertahankan eksistensi produknya puluhan bahkan ratusan tahun.
Kita sering mendengar orang membanggakan produk A sudah ada sejak puluhan tahun silam, produk B sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Di masa sebelum Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) muncul, model bisnis seperti ini memanglah ideal. Akan tetapi, di era sekarang di mana Kecerdasan Buatan telah mengefisienkan banyak sekali pekerjaan, rule yang berlaku pun telah berubah.
Dengan teknologi yang ada sekarang, sangat mudah sekali untuk membangun sebuah bisnis. Dengan menggunakan Kecerdasan Buatan dan Machine Learning, sebuah ide bisnis bisa dengan mudah direalisasikan tanpa perlu meng-hire banyak pekerja, mendatangkan mesin-mesin berat, dan membangun pabrik untuk memproduksi barangnya besar-besaran. Inilah yang membuat di masa sekarang mudah sekali membangun bisnis.
Dengan semakin mudah seseorang membangun bisnis, maka rule untuk bisa bertahan dan unggul adalah, terus membuat produk baru, membangun bisnis baru. Mengutip penulis buku ini, rule-nya bukan lagi refinement alias perbaikan, melainkan invention alias penemuan/penciptaan.
Inilah yang dimaksud dengan “Day One” dalam buku ini. “Always Day One” merupakan prinsip yang dicetuskan oleh Jeff Bezos, founder dan CEO Amazon.
Dengan prinsip ini, Bezos ingin agar Amazon menjadi perusahaan yang selalu memproduksi ide baru dan memiliki sistem yang mampu merealisasikan ide-ide tersebut. Ia ingin agar individu yang bekerja di Amazon bukan mengkonsentrasikan pikirannya pada eksekusi atau realisasi ide, melainkan pada penciptaan ide.
Maka tak heran, Amazon yang awalnya hanyalah marketplace penjualan buku, kini menyediakan apapun yang kita butuhkan. Perusahaan itu telah menjadi studio film, penyedia layanan cloud, voice-computing operating system, produsen hardware, dan perusahaan robotic (Amazon Robotics).
Dengan ide baru terus tercipta, maka kesan yang muncul adalah, setiap hari seolah seperti “day one” alias “hari pertama”; Setiap hari seolah perusahaan kita terasa baru, seperti startup. Dan, terbukti dengan prinsip ini, Bezos berhasil menjadi orang terkaya nomor 1 di dunia.
Lebih jauh, meskipun pencetus “Day One” adalah Jeff Bezos, namun inti dari prinsip tersebut juga diterapkan di berbagai perusahaan berbasis teknologi seperti Facebook, Microsoft, Apple, dan Google.
Kita ambil contoh Google. Awalnya, perusahaan ini hanyalah website pencari (search website), kini Google juga menyediakan browser extension, browser (Chrome), voice assistant (Google Assistant), dan mobile operating system (Android).
Bahkan, setiap produk baru Google menantang eksistensi produk lamanya sendiri. Ini juga terjadi pada Apple sebelum ditinggalkan oleh Steve Jobs. Di bawah kepemimpinan Steve Jobs, Mac dan iPod yang diciptakan oleh perusahaan tersebut tergusur oleh iPhone yang tak lain juga merupakan produk Apple.
Dan, seperti yang kita lihat, hingga sekarang, perusahaan-perusahaan tersebut tetap menduduki posisi teratas.
Ring 2 - Kenapa Mentalitas “Day One” Sangat Penting dalam Menjalankan Bisnis?
Ini terkait erat dengan perubahan zaman. Di Ring 1 sudah sedikit dijelaskan bahwa di era sekarang, di mana banyak perusahaan telah menggunakan artificial intelligence untuk mengefisienkan proses eksekusi, maka perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan teknologi lama (misalnya dengan mesin-mesin yang dioperasikan sepenuhnya oleh manusia) akan kalah saing. Karena, semakin efisien proses eksekusi, maka semakin murah harga barang/jasa yang diproduksi. Dengan semakin murahnya harga jasa/barang yang diproduksi, maka akan lebih menarik banyak pelanggan dibanding jasa/barang yang diproduksi oleh perusahaan yang masih menggunakan teknologi lama.
Di samping itu, perusahaan-perusahaan yang menggunakan artificial intelligence juga memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menggagas ide baru, sehingga bisa terus merespons kebutuhan pasar. Artificial intelligence memungkinkan perusahaan untuk cepat tanggap mengambil peluang mengikuti trend yang sedang berlaku, sehingga bisa terus menjadi yang terdepan.
Mengadopsi mentalitas “Day One” akan membuat perusahaan terdorong untuk menerapkan artificial intelligence dan machine learning ke dalam alur kerja mereka, dengan tujuan untuk membebaskan tim dari kerja-kerja eksekusi dan bisa berfokus pada kerja-kerja inventif (penemuan), mulai dari mengamati trend pasar, menemukan kebutuhan pasar, dan menemukan produk yang mampu menjawab kebutuhan tersebut, di mana semua ini perlu dilakukan dengan cepat, karena perusahaan lain juga berlomba melakukan hal ini.
Jadi pada intinya, “Day One” adalah mindset yang mendorong kita bergerak cepat dalam merespons kebutuhan pasar yang berubah semakin cepat setiap harinya. Dan, inilah alasan kenapa mentalitas “Day One” sangat penting.
Ring 3 - Bagaimana Cara Menerapkan Mentalitas “Day One” di Perusahaan?
Untuk menerapkan mentalitas “Day One” di perusahaan, kita perlu mengadopsi beberapa mindset berikut ini.
1. Banyak ide, sedikit eksekusi
Perusahaan konvensional (yang dimaksud konvensional di sini adalah perusahaan yang tidak menerapkan mentalitas Day One) lebih banyak mencurahkan waktunya untuk kegiatan eksekusi dibanding penciptaan ide.
Eksekusi adalah kegiatan untuk merealisasikan ide menjadi produk dan memasarkannya di masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan konvensional lebih banyak berfokus pada berbagai hal yang mendukung realisasi ide seperti input data, maintenance, tutup buku, dst. Sedangkan penciptaan ide hanya dilakukan sekali, oleh pemimpin teratas perusahaan.
Untuk menerapkan mentalitas Day One, kita perlu membalik mindset ini menjadi: lebih mencurahkan banyak waktu untuk menciptakan ide dan sedikit waktu untuk eksekusi.
2. Bukan visioner, melainkan fasilitator
Dalam perusahaan konvensional, karakter visioner sangat penting dimiliki oleh seorang pemimpin. Ini berarti, pemimpinlah yang memproduksi ide dan menginstruksikan tim untuk merealisasikan ide tersebut.
Akan tetapi, dalam perusahaan masa kini yang dituntut untuk memproduksi banyak ide, membatasi karakter visioner hanya sebagai ranah pemimpin justru menghambat penciptaan ide. Oleh karena itu, mindset yang perlu diadopsi adalah: biarkan tim yang menjadi visioner dan manajemen hanya memfasilitasi ide yang diproduksi oleh tim.
3. Engineer’s mindset
Dinamakan “engineer’s mindset” adalah karena mindset ini mengadopsi cara kerja engineer alias insinyur. Mindset ini bisa dibagi menjadi 3 mindset, yakni:
a. Democratic invention
Insinyur selalu menciptakan. Tugas mereka adalah membangun, bukan menjual. Pemimpin yang menggunakan “engineer’s mindset” menghargai bahwa ide-ide inovatif bisa datang dari mana saja. Oleh karena itu, mereka mendorong dan memotivasi tim dari level terendah hingga tertinggi untuk tidak takut mengemukakan ide mereka.
b. Hierarki bebas kendala
Organisasi kerja para insinyur umumnya datar alias tidak tersusun hierarkis/terdiri dari banyak lapisan kepemimpinan. Meskipun hierarki tetap ada, akan tetapi sistem kerja didesain sedemikian rupa sehingga tim dari level mana pun bisa langsung menyampaikan ide mereka kepada pemimpin.
Ini sangat berbeda dengan organisasi tradisional di mana menyampaikan ide dengan melompati garis komando dianggap tidak menghormati hierarki. Bahkan, banyak juga organisasi tradisional yang mengabaikan begitu saja ide yang digagas oleh tim.
c. Kolaborasi
Insinyur biasanya bekerja dalam proyek yang terintegrasi antara satu bagian dengan bagian lain. Dengan kerja yang terintegrasi seperti itu, maka ketika ada masalah di satu bagian, maka keseluruhan proyek akan terpengaruh. Sistem seperti ini membuat insinyur terbiasa bekerja dengan berkolaborasi. Mereka secara teratur berkomunikasi dengan bagian lain untuk memastikan mereka bekerja dengan sinkron.
Mindset ini sangat cocok untuk menyatukan divisi-divisi yang berbeda untuk bersama-sama menciptakan hal baru.
Ring 4 - Bagaimana agar Perusahaan bisa Mencurahkan Banyak Waktu untuk Menciptakan Ide dan Meminimalisir Eksekusi?
Alasan kenapa banyak perusahaan belum menerapkan mentalitas “Day One” adalah karena mereka terkendala di aspek eksekusi. Untuk mengeksekusi sebuah ide bukanlah hal yang mudah. Ongkosnya pun sangat besar. Banyak yang harus dipersiapkan mulai dari pengadaan mesin, penyusunan berbagai departemen dengan tugasnya masing-masing, perekrutan karyawan, pemroduksian barang, pemasaran, dan masih banyak lagi. Sehingga, sangat sulit untuk mencurahkan waktu lebih untuk memikirkan ide baru.
Kunci untuk bisa menerapkan mentalitas “Day One” adalah menyediakan sistem yang membebaskan tim dari kerja-kerja eksekusi, sehingga mereka bisa mencurahkan perhatian mereka pada hal-hal yang lebih strategis, termasuk menciptakan ide.
Dengan adanya kecerdasan buatan dan machine learning, membangun sistem otomasi seperti itu sangatlah mungkin. Sebagai contoh UiPath yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan.
UiPath adalah sebuah perusahaan penyedia software yang bisa mengotomasikan berbagai tugas di perusahaan. Software Uipath mampu mengerjakan berbagai tugas mulai dari menginput data, membuat laporan, mengisi form, menyusun dokumen formula, dan mengirim dokumen tersebut pada penerima tertentu.
Pada departemen Human Resource (HR), software ini mampu membuat pengumuman lowongan kerja, mendaftarkan karyawan baru pada berbagai sistem benefit, dan menulis surat pemutusan hubungan kerja.
Dikombinasikan dengan machine learning (yakni sebuah teknologi artificial intelligence yang mampu membuat berbagai keputusan) UiPath bahkan bisa memproses klaim asuransi tanpa keterlibatan manusia sepenuhnya.
Diprediksi, ke depannya, UiPath akan mengotomasi jutaan pekerjaan sehingga proses eksekusi menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien. Dengan teknologi ini, bukan hanya perusahaan-perusahaan berbasis teknologi saja yang bisa mengotomasi proses eksekusi, melainkan semua jenis perusahaan dari jasa hingga manufaktur (pabrik). Sehingga, ke depannya, membangun perusahaan berbasis “Day One” semakin mungkin.
Ring 5 - Apakah Mentalitas “Day One” Hanya Berlaku untuk Bisnis Berbasis Teknologi?
Meskipun buku ini mencontohkan penerapan mentalitas “Day One” hanya pada perusahaan-perusahaan berbasis teknologi seperti Amazon, Facebook, Google, dan Microsoft, bukan berarti “Day One” hanya berlaku pada perusahaan seperti ini.
Nyatanya, Apple yang juga bergerak di bidang manufaktur (memproduksi barang di pabrik) seperti memproduksi iPhone, sukses menerapkan prinsip “Day One” dalam industrinya, yakni ketika produk iPhone menggusur eksistensi produk iPod yang juga diproduksi oleh perusahaan itu.
Ke depan, perusahaan berbasis “Day One” semakin dimungkinkan dengan semakin luasnya penerapan teknologi artificial intelligence dan machine learning. Sebagai contoh, UiPath telah memproduksi software yang mengotomasi kerja di pabrik sehingga perusahaan manufaktur tidak perlu lagi menggunakan mesin-mesin berat dan banyak tenaga manusia untuk memproduksi barang.
Artificial intelligence juga bisa diterapkan di perusahaan asuransi, firma hukum, rumah sakit, klinik kesehatan, bank, dan masih banyak lagi.
Dengan semakin terotomasikan kerja-kerja eksekusi di berbagai bidang, maka semakin mudah bidang-bidang tersebut menerapkan mentalitas “Day One” dalam bisnis mereka.
Alex Kantrowitz adalah reporter teknologi senior di BuzzFeed News. Karyanya telah direferensikan oleh lusinan publikasi besar, dari New Yorker hingga Wall Street Journal dan Sport Illustrated. Ia merupakan lulusan dari School of Industrial and Labor Relations, Cornell University.
Akhirnya, tuntas sudah perjalanan Nusa. Ia pun mendapatkan insight yang bisa ia terapkan dalam membangun dan menjalankan bisnisnya. Beberapa di antaranya adalah:
1.“Day One” adalah sebuah mentalitas di mana perusahaan lebih banyak mencurahkan perhatian pada penciptaan ide, bukan pada eksekusi/realisasi ide.
2.Tantangan utama penerapan mentalitas “Day One” adalah susahnya melakukan eksekusi ide-ide perusahaan. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan perlu membuat sistem yang mampu membebaskan tim dari kerja-kerja eksekusi, sehingga mereka bisa mencurahkan energi pada kerja-kerja penemuan dan penciptaan ide.
3.Alasan kenapa mentalitas “Day One” sangat penting adalah karena di zaman sekarang sudah banyak perusahaan yang menerapkan kecerdasan buatan dan machine learning yang mampu mengefisienkan dan mengotomasikan kerja-kerja eksekusi. Sehingga, perusahaan-perusahaan ini memiliki peluang yang semakin besar dalam merespons kebutuhan pasar. Satu-satunya jalan agar bisnis kita survive adalah ikut dalam arus tersebut. Ikut berlomba merespons kebutuhan pasar, semakin cepat semakin baik. Dan, mentalitas “Day One” mengkondisikan kita untuk melakukan ini.
4.Beberapa mindset yang perlu diadopsi untuk menerapkan mentalitas Day One antara lain, a) banyak ide sedikit eksekusi, b) bukan visioner melainkan fasilitator, c) “engineer’s mindset.
5.Mentalitas Day One bisa diterapkan tidak hanya pada perusahaan-perusahaan berbasis teknologi tetapi juga di berbagai sektor seperti manufaktur, kesehatan (rumah sakit, klinik, apotek), firma hukum, perbankan, dan seterusnya.
Terima kasih telah mengikuti perjalanan Nusa, semoga Anda menikmati & mendapatkan manfaat dari DeRing ini.
Sampai bertemu di Baring selanjutnya. Jika ada masukan dan ide untuk Baring.Digital, silakan email kami di ingat@baring.digital dan jika Anda ingin mendalami buku “Always Day One” lebih lanjut, Anda bisa memesannya di sini.
Sukses selalu untuk Anda.
Rekomendasi Baring Lainnya
